Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bahwa fenomena "debris flow" yang berbeda dengan banjir bandang menjadi salah satu penyebab banyaknya korban meninggal dunia akibat Siklon Tropis Seroja.

"Ada beberapa hal perlu diketahui mengingat begitu banyaknya korban, terutama di tiga lokasi, meliputi Adonara, Lembata, dan Alor, yakni debris flow," ujar Plt Direktur Pemetaan dan Evakuasi Risiko Bencana BNPB, Abdul Muhari dalam konferensi pers daring tanggap darurat bencana Siklon Tropis Seroja yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia menyampaikan di Adonara, terutama di Kecamatan Ile Boleng, Adonara tercatat sebanyak 55 korban meninggal dan satu korban hilang.

"Kecamatan itu mencatatkan kematian paling tinggi sehingga kita perlu melihat dan mempelajari mekanisme yang terjadi untuk bisa mencegah kerugian di masa depan," katanya.

Baca juga: Basarnas Maumere perpanjang pencarian korban banjir bandang di Adonara

Abdul Muhari mengemukakan, ada dua kejadian yang dominan di Kabupaten Adonara, yakni debris flow dan banjir bandang.

"Debris flow selama ini kita kenal dengan banjir bandang, tapi sebenarnya bukan banjir bandang," ucapnya.

Baca juga: Korban meninggal akibat bencana alam di Adonara capai 50 orang

Dipaparkan, debris flow merupakan aliran yang berkecepatan tinggi berisi batu-batu gunung dari atas ke bawah. Biasanya terjadi di kawasan bukit batu/gunung dengan lereng yang sangat curam dan memiliki banyak sebaran batuan lava yang tidak saling terikat dengan kuat satu dengan yang lain (unconsolidated material).

Material bawaan dari debris flow adalah batu dengan karakteristik luncuran atau gelindingan sangat kencang karena massa atau berat batu dan kecuraman yang tinggi.

Sementara banjir bandang, dijelaskan, terjadi di kawasan yang Iebih rendah dibandingkan dengan kawasan rawan debris flow dengan karakteristik material bawaan biasanya pohon-pohon yang terbawa aliran arus air.

Berdasarkan survei yang dilakukan tim BNPB, Abdul Muhari mengatakan, batuan andesit sangat banyak ditemui di atas Kecamatan Ile Boleng.

"Dan batuan itu tidak mengikat satu sama lain, hanya terikat dengan tanah dan pasir. Sehingga kalau terjadi curah hujan yang tinggi, maka lapisan pasir atau tanah yang mengikat batuan itu akan tergerus sehingga sangat mudah tergelincir ke bawah hingga menyebabkan kerusakan," paparnya.

Baca juga: Basarnas: 69 korban banjir bandang di Adonara ditemukan meninggal
Baca juga: Anjing pelacak dukung pencarian korban bencana di Adonara dan Lembata


Mengantisipasi dampak debris flow ke depannya, Abdul Muhari menyarankan masyarakat Ile Boleng tidak menempati jalur debris flow.

Aam, demikian ia biasa disapa pun sependapat dengan Presiden Joko Widodo agar masyarakat yang tinggal di jalur debris flow dipindahkan ke tempat lain.

Menurut dia, jalur debris flow sudah terbentuk sehingga kalau terjadi siklon tropis di masa mendatang maka besar kemungkinan bencana itu akan terulang.

"Kita harus ingat bahwa bencana adalah peristiwa yang berulang termasuk hidrometeorologi sehingga sangat tepat saran Presiden RI untuk merelokasi warga," katanya.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021