Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban melantik Kelompok Kerja (Pokja) Satgas BLBI dan Sekretariat.

Pokja Satgas BLBI yang akan bertugas hingga 31 Desember 2023 merupakan tindak lanjut Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Berdasarkan keterangan resmi Kemenkeu yang diterima di Jakarta, Jumat, Satgas BLBI akan dibantu oleh sekretariat yang terdiri dari satu ketua dan dua wakil ketua.

“Adapun keanggotaan Sekretariat Satgas BLBI terdiri dari unsur Kemenkeu dan Kemenkopolhukam,” tulisnya.

Tugas sekretariat antara lain memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Pelaksana Satgas, melakukan koordinasi-koordinasi dan menyampaikan laporan terkait penanganan hak tagih negara dana BLBI kepada Ketua Satgas.

Satgas BLBI yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti.

Pembentukan Satgas BLBI bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien.

Kemudian juga mengupayakan secara hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya.

Pokja Satgas BLBI terdiri dari Pokja Data dan Bukti, Pokja Pelacakan, serta Pokja Penagihan dan Litigasi.

Sebanyak 26 orang Satgas Pokja Data dan Bukti terdiri dari perwakilan Kemenkeu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kemenkopolhukam.

Tugas Pokja Data dan Bukti antara lain melakukan pengumpulan data dan dokumen serta melakukan verifikasi dan klasifikasi data dan dokumen.

Selanjutnya, melakukan tugas lain dalam rangka penyediaan data dan dokumen terkait debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, perjanjian atau dokumen perikatan lainnya dan data/dokumen lain sehubungan penanganan hak tagih BLBI.

Sementara 26 orang Satgas Pokja Pelacakan terdiri dari perwakilan Badan Intelijen Negara (BIN), Kemenkeu, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Hukum dan HAM, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Tugas Pokja Pelacakan antara lain melakukan pelacakan dan penelusuran data debitur/obligor, jaminan, harta kekayaan lain, dan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pihak-pihak lain di dalam dan luar negeri.

Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung keberhasilan upaya penagihan dan tindakan hukum yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI, baik terhadap debitur, obligor, maupun ahli warisnya.

Untuk 24 orang Satgas Pokja Penagihan dan Litigasi terdiri dari perwakilan Kejaksaan RI, Kemenkeu, dan Kemenkopolhukam yang bertugas melakukan upaya penagihan.

Tak hanya itu, Satgas Pokja Penagihan dan Litigasi juga mengupayakan secara huku yang diperlukan dalam pengembalian dan pemulihan piutang dana BLBI baik di dalam maupun di luar negeri.

Berikutnya, melakukan tindakan hukum lainnya atau upaya hukum lainnya yang diperlukan dalam menghadapi upaya penyembunyian, pelepasan, pengalihan hak atau aset untuk menghindarkan kewajiban pengembalian dan pemulihan piutang negara dana BLBI.

Baca juga: Mahfud tegaskan obligor BLBI tak kooperatif bisa masuk hukum pidana
Baca juga: Sri Mulyani akan blokir akses obligor BLBI ke lembaga keuangan
Baca juga: Sri Mulyani: Dana BLBI Rp110 triliun akan ditagih ke 22 obligor

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021