Kita melihat adanya urgensi kebutuhan shelter wilayah di sini bahwa 37,19 persen dari pasien tak punya kamar terpisah untuk isolasi mandiri, artinya tempat tinggalnya tidak memungkinkan orang ini untuk bisa melakukan isolasi mandiri secara benar
Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) melihat perlunya fasilitas tempat penampungan atau shelter isolasi mandiri wilayah bagi pasien COVID-19 yang tidak memiliki kamar terpisah untuk isolasi mandiri demi menghindari klaster keluarga.

"Kita juga melihat adanya urgensi kebutuhan shelter wilayah. Kita bisa melihat di sini bahwa 37,19 persen dari pasien tidak punya kamar terpisah untuk isolasi mandiri, artinya tempat tinggalnya tidak memungkinkan orang ini untuk bisa melakukan isolasi mandiri secara benar," kata pendiri CISDI Diah Saminarsi dalam konferensi pers virtual yang dipantau di Jakarta, Senin.

Ia merujuk dari data yang dikumpulkan berdasarkan observasi kader CISDI di Puskesmas Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat pada 28 April-24 Juni 2021 terhadap 925 kepala keluarga, masih terdapat 37,19 persen yang tidak memiliki kamar terpisah untuk melakukan isolasi mandiri.

Berdasarkan observasi itu ditemukan juga bahwa 60,76 persen memiliki anggota keluarga lanjut usia (lansia) yang tinggal bersama, 14,81 persen memiliki anggota keluarga balita, 4,76 persen anggota keluarga dengan hipertensi dan 3,35 persen memiliki diabetes.

Dengan hasil observasi tersebut, CISDI menyoroti bagaimana jika salah satu dari 37,19 persen yang tidak memiliki kamar tersebut terinfeksi COVID-19 akan sulit melakukan isolasi mandiri.

"Itu akan menulari semua orang lain yang kemungkinan ada tinggal bersama dia dan dianya sendiri tidak tertolong. Itu mengapa dibutuhkan shelter wilayah," kata Diah Saminarsi, yang juga menjabat sebagai Penasihat Senior tentang Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).

Dalam kesempatan tersebut Ahmad Arif sebagai salah satu penggagas Lapor COVID-19 mengatakan pihaknya mendata 451 kematian pasien yang menjalani isolasi mandiri di 12 provinsi sampai 12 Juli 2021.

Ia menjelaskan sebagian pasien isolasi meninggal karena tidak terpantau, terlambat dibawa dan ditangani karena penuhnya rumah sakit. Terdapat pula pasien yang sengaja tidak mau dibawa ke rumah sakit karena berbagai alasan.

"Kami yakin ini hanya fenomena puncak gunung es karena tidak semuanya terberitakan atau terlaporkan," demikian Ahmad Arif.

Baca juga: CISDI dorong transformasi layanan kesehatan primer untuk atasi pandemi

Baca juga: CISDI rekomendasikan solusi dukung efektivitas penanganan COVID-19

Baca juga: Koalisi masyarakat sipil sampaikan 8 strategi atasi COVID-19 ke Menkes

Baca juga: Survei CISDI catat sejumlah kendala dalam layanan penanganan COVID-19

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021