Jakarta (ANTARA) - Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membutuhkan penyesuaian karena terdapat perbedaan kondisi di setiap daerah.

"Kota Bogor sudah maju, sudah terukur, perlu beradaptasi atau menyesuaikan lagi dengan sistem yang baru," kata Bima Arya dalam Ngobrol Virtual Ombudsman RI dengan tema "Kebijakan Investasi Pasca-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam Perspektif Pelayanan Publik", Kamis.

Dalam perjalanannya, kata dia, UU Ciptaker yang bertujuan menyeragamkan kualitas perizinan dan pelayanan publik dihadapkan pada disparitas kondisi sosial dan ekonomi di tiap daerah.

Kota Bogor, lanjut Bima, telah memulai reformasi birokrasi dan rezim perizinan sejak 2015. Bahkan, saat ini telah memiliki sistem yang terintegrasi dengan adanya mal pelayanan publik.

Bima menyebutkan di beberapa kota yang telah maju dalam hal reformasi birokrasi dan rezim perizinan, UU Ciptaker justru menimbulkan persoalan tersendiri. Tidak hanya dari segi konsep, tetapi juga dalam hal efektivitas atau kemudahan perizinan itu sendiri.

Ia menilai UU Ciptaker membuat banyak penyesuaian untuk mengubah secara mendasar rezim perizinan yang sudah ada.

Mengenai disparitas, dia juga menyatakan pada realitanya ada daerah yang bisa bergerak cepat diiringi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, cukup banyak juga daerah yang terseok akibat terhambat oleh kondisi geografis, sumber daya, pendapatan asli daerah, dan sebagainya.

"Intinya prosesnya kemudian menjadi lebih rumit," ujarnya

Oleh karena itu, Bima memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pihak terkait agar implementasi UU Ciptaker dalam hal perizinan dan investasi secara umum dapat berjalan dengan baik di seluruh wilayah.

Menurut dia, hal pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan inovasi daerah dalam hal perizinan, termasuk sistem penunjangnya.

Selain itu, kata dia, harus ada data yang jelas terkait dengan investasi sesuai dengan pembagian kewenangan yang telah diatur dalam regulasi.

Revitalisasi dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pelayanan investasi juga diperlukan, termasuk pengawasan penegakan hukumnya.

Ia juga meminta pemerintah pusat dan kementerian terkait memfasilitasi potensi investasi yang ada di setiap daerah untuk bisa mengundang investor prospektif, baik skala lokal, regional, maupun internasional.

Baca juga: Guru Besar UGM paparkan permasalahan UU Cipta Kerja

Baca juga: Rizal Mallarangeng: UU Ciptaker adalah reformasi kelembagaan terbesar

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021