Jakarta (ANTARA) - Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang tahun ini digelar di Papua dalam tajuk PON Papua XX 2021 menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Ancaman adanya klaster baru yang mungkin saja terjadi membuat semua pihak harus waspada mengingat pandemi COVID-19 belum dapat dikatakan selesai dan tuntas.

Ketua DPR RI Puan Maharani misalnya sempat meminta pemerintah agar meningkatkan kewaspadaan dalam persiapan penyelenggaraan PON Papua. Sebab memang belum berakhirnya pandemi berpotensi mengancam kesehatan dan keselamatan para atlet maupun pihak-pihak yang terlibat dalam gelaran tersebut.

Pemerintah juga diimbau untuk bijak dalam mengkaji penyelenggaraan PON agar tidak menjadi bom waktu yang justru bisa memakan banyak korban. Oleh karenanya, pemerintah perlu melakukan antisipasi dan sejumlah langkah strategis agar PON dapat berjalan dengan baik.

Baca juga: Peserta PON Papua yang langgar prokes bakal kena sanksi

Puan menegaskan agar jangan sampai PON Papua justru menjadi klaster baru penyebaran COVID-19.

Itu bukan tanpa alasan, Ketua DPR RI menyoroti tingginya kasus COVID-19 di Papua dalam beberapa waktu terakhir ini. Oleh karena itu ia berharap pemerintah pusat segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menekan laju kasus COVID-19 yang terjadi.

Sampai dengan 15 September 2021, Papua dan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan kasus aktif tertinggi di Indonesia.

Tercatat Jawa Tengah merupakan provinsi terbanyak kasus aktif COVID-19 dengan jumlah 11.084, sementara itu di Papua terdapat 7.861 kasus. Sebagai catatan, yang dimaksud kasus aktif adalah pasien COVID-19 yang masih sakit, belum sembuh, dirawat di rumah sakit, maupun menjalani isolasi mandiri atau terpadu.

Baca juga: Seluruh kontingen di PON Papua bakal karantina selama lima hari

Untuk itu dinilai amat perlu ada upaya khusus untuk mencegah penyebaran virus corona di Papua. Tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh agama di daerah tersebut perlu dilibatkan demi mendorong efektivitas edukasi ke rakyat di akar rumput.

Vaksinasi di Papua
Terbentuknya kekebalan komunal menjadi salah satu syarat mutlak turunnya kasus COVID-19 di suatu wilayah. Maka perlu ada upaya untuk mendorong segera terbentuknya “herd immunity” di Papua sebagai tuan rumah PON Papua.

Vaksinasi menjadi “game changer” yang diharapkan mampu menjadi salah satu faktor penentu bagi upaya penuntasan pandemi di tanah air.

Sayangnya memang cakupan vaksinasi di Papua belum sepenuhnya optimal. Pada awal September 2021, pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyampaikan bahwa vaksinasi dosis pertama di 5 kabupaten/kota penyelenggaraan PON baru sekitar 50 persen.

Baca juga: Tito ajak semua pihak dukung percepatan vaksinasi di Papua

Rincian vaksinasi dosis pertama di Kota Jayapura yakni 51 persen, Kabupaten Jayapura 48,39 persen, Mimika 50,6 persen, Merauke 55,58 persen, dan Kabupaten Kerom 33,73 persen.

Selain itu, sebagian tenaga kesehatan di Papua yakni sebanyak 4,8 persen sama sekali belum menerima vaksinasi. Hal itu berbanding terbalik dengan kebijakan pemerintah yang akan memberikan dosis ketiga atau booster vaksin COVID-19 bagi tenaga kesehatan mulai pertengahan Juli 2021.

DPR RI pun mendesak agar pemerintah pusat lebih memperhatikan kinerja pemerintah daerah dalam penanganan pandemi agar tidak ada rakyat yang tidak mendapat akses vaksin, terutama masyarakat adat yang berada di lokasi terpencil atau jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

Meski Presiden RI telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 yang bermuatan sanksi bagi masyarakat penolak vaksin, namun pada kenyataannya cakupan vaksinasi di Indonesia masih belum merata.

Maka Pemerintah wajib meningkatkan kewaspadaan menjelang dan selama penyelenggaraan PON dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Baca juga: Menko PMK ajak warga Papua percepat vaksinasi jelang PON

Sepuluh Tahun
Sementara itu, Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, memprediksi bahwa status pandemi COVID-19 paling cepat berakhir pada pertengahan atau akhir tahun 2022. Sedangkan, pemerintah menjadwalkan PON digelar pada 2 hingga 15 Oktober 2021.

Dicky menegaskan, virus corona belum benar-benar musnah paling tidak hingga 10 tahun ke depan meski status pandemi dicabut.

Pasalnya, inang corona bukan hanya manusia melainkan juga hewan. Di samping itu, vaksin yang ada saat ini akan terus dikembangkan untuk mengimbangi mutasi virus.

Nantinya, setelah pandemi berakhir, statusnya tidak lantas berubah menjadi endemi, namun epidemi. Pada fase epidemi tersebut, COVID-19 tidak lagi terjadi di seluruh wilayah di dunia, tetapi hanya di suatu wilayah atau geografis tertentu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah berpesan Indonesia akan memulai proses transisi dari pandemi ke endemi. Dan ia telah menyadari bahwa COVID-19 tidak akan hilang dalam waktu dekat, maka dari itu masyarakat harus siap hidup berdampingan dengan virus tersebut.

Baca juga: IPDN bersama TNI AL gelar vaksinasi massal di Papua guna dukung PON XX

Sebagaimana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa dalam masa transisi ini masyarakat sudah dapat memulai beraktivitas dengan menyesuaikan level PPKM di daerah masing-masing.

Masyarakat juga harus menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin dan juga segera divaksinasi bagi yang belum. Testing, Tracing, Treatment termasuk isolasi terpusat harus digalakkan agar identifikasi potensi kasus baru dapat segera dimitigasi.

Selain itu, hidup bersama dengan COVID-19 merupakan kenyataan yang harus dihadapi bersama.

Maka kemudian, PON Papua pun akan menjadi batu ujian tersendiri bagi Indonesia untuk dapat menemukan formulasi yang paling aman bagi semua dalam soal penyelenggaraan event.

Sebab PON Papua bukan semata pertandingan olahraga melainkan lebih luas dari itu, termasuk di dalamnya adalah upaya untuk membangkitkan ekonomi sekaligus meningkatkan citra Papua sebagai tuan rumah.

Baca juga: Menko Airlangga: Vaksinasi di lokasi PON XX Papua jadi prioritas

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021