Jakarta (ANTARA) - Alunan gondang bertalu-talu memecah keheningan pada suatu petang di tepian Danau Toba, Harian Boho, Kabupaten Samosir, akhir Oktober 2021.

Puluhan musisi tradisional Batak yang terdiri dari empat puak, yakni Simalungun, Karo, Toba dan Pakpak, berkumpul pada Festival Musik dan Tradisi Indonesia (FMTI) Danau Toba.

Timbangen Pariangin-angin (69), merupakan satu dari puluhan maestro musik Batak yang terlibat dalam festival tersebut. Lelaki berkulit sawo matang dan berkaca mata tersebut sudah menggeluti musik tradisi Karo sejak Tahun 1971, tepatnya saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Ayahnya yang seorang pemusik yang mengenalkan musik tradisi padanya. Awalnya, ia belajar memukul gong, tapi kemudian diminta untuk belajar alat musik lainnya.

Dia mengenang pada era 1970-an hingga 1990-an, musik tradisi berada pada masa jayanya. Perkolong-kolongan selalu melengkapi setiap acara di masyarakat, mulai dari perkawinan, acara adat, pesta tahunan, hingga menaiki rumah. Bahkan, ia sering diundang ke luar kota untuk menampilkan seni tradisi tersebut.

Perkolong-kolongan merupakan kesenian Suku Karo yang menampilkan musik tradisi juga berisi nasihat serta hiburan kepada para penonton. Pariangin-angin awalnya bermain gendang, lalu beranjak bermain terompet dan kemudian menjadi penyanyi.

Tempo lagu yang dibawakan penyanyi pada perkolong-kolongan, tergantung dari suasana acaranya. Ada tempo lambat, sedang dan rancak.

Musik, bagi masyarakat Karo, bukan sekedar alunan nada, tapi memiliki makna. Misalnya pada saat memasuki rumah baru, para penyanyi atau yang disapa nuri-nuri mendoakan pemilik rumah tersebut selalu dilimpahi rezeki dan diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

“Jadi setelah menyanyi itu, bertambah rezeki dan sehat pemilik rumahnya. Itulah maknanya,” kata dia.

Kondisi itu berbeda dengan musik modern yang hanya sekadar hiburan maupun bercerita tentang percintaan. Musik tradisional Karo, lanjut Pariangin-angin, memiliki makna yang berisi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sejak masuknya musik modern di kehidupan masyarakat Karo, perlahan panggilan bermain yang diterimanya semakin berkurang. Masyarakat lebih menyenangi musik modern.

“Sekarang sudah agak berkurang, job atau panggilan dari masyarakat berkurang karena masuknya musik modern. Kadang ada acara adat pun dimasuki musik modern. Ada acara orang meninggal pun, biasanya musik tradisi di situ ambil bagian, tapi kini diisi musik modern. Itu yang membuat kami agak kecewa sebagai pemusik tradisional,” kata dia.

Apalagi saat pandemi COVID-19 melanda, tak ada lagi panggilan untuk perkolong-kolongan. Ia pun lebih banyak menghabiskan waktunya berkebun di ladang.

Namun ada yang lebih memprihatinkan dirinya, yakni semakin sedikit generasi muda yang mengenal musik tradisi. Pariangin-angin mengaku pintu rumahnya terbuka lebar bagi generasi muda yang ingin belajar musik tradisi.

Ke depan, dia berharap agar pemerintah memberikan perhatian pada para pemusik tradisional. Dia menilai pemerintah daerah bisa memberdayakan para pemusik tradisional.


Bukan sekadar musik

Maestro musik Toba, Aliman Limbong, mengatakan gondang Batak atau taganing memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat Toba. Taganing membersemai seseorang dari kelahiran hingga meninggal dunia.

Dalam setiap bunyi taganing tersebut ada doa dan harapan yang disampaikan oleh pargoci atau pemusik. Karena itu tidak setiap orang dapat menjadi pargoci.

“Pargoci itu kelebihan yang diberikan Tuhan, karena tidak semua orang bisa memainkannnya. Ini bedanya dengan musik modern, karena bisa dipelajari,” kata Limbong.

Permainan gondang tersebut, kata dia, merupakan bentuk komunikasi antara pargoci dengan Tuhan. Berbagai doa dan harapan disampaikan pargoci. Limbong memberi contoh bagaimana pasangan yang tidak memiliki anak melakukan ritual musik tradisi dan tidak lama setelah acara selesai, istrinya mengandung.

Namun sejak masuknya musik modern, peran musik tradisi perlahan bergeser.

“Bahkan pada acara kematian pun, mereka mengundang musik modern,” katanya.

Sama halnya dengan Pariangin-angin, Limbong berharap pemerintah daerah memberikan perhatian pada musik tradisional, misalnya dengan menerbitkan aturan, jika ritual kematian menggunakan musik tradisi, sementara untuk pesta perkawinan boleh menggunakan musik modern.

Selain itu juga, perlu adanya regenerasi pada musik tradisi. Limbong mengeluhkan semakin menurunnya minat generasi muda untuk belajar tradisi. Limbong mengaku khawatir jika lambat laun keberadaan musik tradisi semakin tergerus.

Musisi muda musik tradisi, Christian Ridana Jaya Sipayung (17), mengaku dirinya menggeluti musik tradisi karena memang belajar di bidang seni tradisi. Christian bersekolah di SMKN 3 Alasa, Simalungun, atau yang dikenal sebagai SMK Seni Budaya.

“Setelah dikenalkan dengan musik tradisi, saya semakin tertarik untuk terus mempelajari musik tradisi karena sebagian besar pemusik tradisional di Simalungun sudah berkurang,” katanya.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan FMTI merupakan ajang kolaborasi musisi tradisi di Tanah Air.

"Festival ini bertujuan untuk membangkitkan kembali musik tradisional. Festival ini bukan sekadar menyelenggarakan pentas, tapi mengajak komposer untuk datang ke Danau Toba, berinteraksi dan berkarya serta menghasilkan kolaborasi antarmusisi tradisi," ujarnya.

Dengan kolaborasi yang baik, maka musik tradisi akan terus berkembang. Menurut dia perlu adanya terobosan agar musik tradisi terus berkembang. Musik tradisi sebagai identitas harus selalu dikembangkan dengan baik agar generasi penerus tidak lupa dengan akar budayanya. Semangat para pegiat musik tradisi dalam memajukan musik tradisi di daerahnya masing-masing akan mendukung upaya pemajuan kebudayaan Indonesia.

Festival Musik Tradisi diharapkan dapat melahirkan ekosistem kebudayaan di daerah. Isu utama dalam pergelaran festival musik tradisi itu adalah alih generasi dari generasi tua pada yang muda. Dengan demikian, musik tradisi menjadi lestari dan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat setempat.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021