Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Piprim Basarah Yanuarso mengatakan permasalahan yang dapat membedakan anak tumbuh sehat dengan anak yang menderita stunting (kekerdilan) adalah terletak pada makanan protein yang dikonsumsi.

“Adanya perbedaan intake dari energi dan protein pada anak-anak stunting dan non-stunting, ternyata kita bisa lihat di sini bahwa untuk total asupan kalori itu tidak jauh beda, kalorinya sama tapi yang berbeda itu adalah konsumsi proteinnya,” kata Piprim dalam webinar Cegah Kelahiran Prematur Dalam Upaya Menurunkan Stunting yang diikuti di Jakarta, Sabtu.

Piprim mengatakan pada anak yang menderita stunting, konsumsi proteinnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tumbuh sehat pada umumnya, mesku6pun jumlah kalori yang didapatkan hampir sama.

Baca juga: IDAI: Sindrom stunting dapat terjadi secara berulang

Rendahnya konsumsi makanan berprotein tersebut kemudian akan berhubungan dengan rendahnya sirkulasi asam amino esensial yang dimiliki oleh tubuh seorang anak. Rendahnya asam amino esensial tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi terganggu.

“Asam amino esensial ini sangat penting untuk aktivasi dari mTORC1. mTORC1 ini adalah satu, master atau regulator dari pertumbuhan di anak yang akan membuat pertumbuhan lempeng tulang lempeng tulang rawannya, pertumbuhan otot, kerangka,” kata dia.

mTORC1 itu yang turut mempengaruhi pertumbuhan syaraf, usus, metabolisme hingga fungsi imun dan ukuran organ tubuh. Apabila hal itu berfungsi dengan baik, maka akan membantu tubuh melakukan sintesis protein dan lemak.

Baca juga: BKKBN beri penghargaan daerah ciptakan inovasi turunkan tengkes

Untuk membantu mengaktifkan mTORC1 pada anak secara maksimal, dia menyarankan untuk mulai memberikan asupan gizi melalui makanan lokal yang bukan sekadar lokal untuk dapat mengantisipasi anak lahir dalam keadaan stunting seperti telur dan ikan.

Menurut Piprim, dengan memberikan ikan kepada anak dapat enam kali membantu mengatasi mencegah terjadinya stunting pada anak dibandingkan memberi anak makanan cepat saji yang mengenyangkan namun minim nutrisi dan menyebabkan obesitas (kelebihan berat badan).

“Kita ingin mengaktifkan mTORC1 agar pertumbuhan linear dan pertumbuhan yang lainnya pada anak berjalan dengan baik. Jadi jangan lupakan makanan lokal anti stunting ini adalah protein hewani,” tegas dia.

Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan-anak jadi solusi persempit ketimpangan gender

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021