Mudah-mudahan apa yang kita sampaikan bisa membantu
Tangerang (ANTARA News) - Warga Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) menggelar aksi solidaritas, Jumat, sebagai bentuk kepedulian terhadap Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi Profesor Prawoto yang ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelembungan dana pengadaan bus untuk TransJakarta dan peremajaan angkutan umum.

Aksi solidaritas yang dilakukan di Aula Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi BPPT Puspiptek, Serpong, Tangerang, itu tidak hanya menyerukan dukungan tetapi juga menggalang dana sebagai upaya membantu Prawoto dalam mendapatkan perlindungan hukum dari praktisi hukum profesional yang terkumpul Rp140.500.000.

"Kita beri dukungan penuh pada beliau untuk menghadapi persoalan ini supaya tidak sendiri karena beliau menjalankan tugas ini sebagai tugas pokok maka kita berikan dukungan moral dan materi," kata Sekretaris Utama BPPT Dr. Ir. Jumain Appe M.Si pada acara Aksi Forum Solidaritas Warga BPPT atas kriminalisasi teknolog dalam menjalankan tugas terkait pengadaan bus TransJakarta.

Jumain menjelaskan kegiatan BPPT memenuhi permintaan bantuan teknis tenaga ahli pendamping tim teknis dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam program bus TransJakarta adalah salah satu bentuk pelaksaan tugasnya yaitu melaksakan tugasnya yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengkajian dan penerapan teknologi.

Kegiatan ini merujuk pada kesepakatan bersama Polda Metro Jaya, Pemprov DKI Jakarta dan BPPT nomor 04/KB/BPPT-Pemprov DKI-Polda Metro Jaya/II/2010 tertanggal 1 Maret 2010 tentang Pengkajian, Penerapan dan Pemasyarakatan Teknologi untuk Mendukung Pelaksanaan UU No. 22/2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan.

"Memenuhi permintaan bantuan teknis tenaga ahli pendamping tim teknis Dishub DKI dalam program bus Trans Jakarta semacam ini sudah sering dilakukan BPPT, bahkan BPPT juga melakukan kegiatan semacam ini pada Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, BPK dan banyak lagi," ujar Jumain.

Dr. Arie Herlambang dari Forum Solidaritas Warga BPPT mengatakan penggalangan dana dilakukan selama tiga pekan.

"Kami menggalang dan menyalurkan aksi teman-teman yang ingin bersimpati. Mudah-mudahan apa yang kita sampaikan bisa membantu," kata Arie.

"Kejadian ini juga membuat kami khawatir berdampak pada teknolog BPPT akan mendapatkan proses hukum yang tidak menyenangkan karena apa yang dilakukan Pak Prawoto sudah biasa dilakukan sesuai aturan," jelasnya.

Dana yang dikumpulkan Forum Solidaritas warga BPPT diberikan simbolik kepada istri Prawoto, Dewi Prawoto. Dewi mengatakan aksi solidaritas ini menjadi suntikan kekuatan untuknya dan keluarga besarnya.

"Kebersamaan di sini merupakan suntikan kekuatan bagi kami. Ternyata kami tidak sendiri, ada bapak, ibu, seluruh warga BPPT, bersama kami di rumah ini di BPPT di mana suami saya sudah 29 tahun lebih melewatkan waktunya, memberi tenaga dan pikiran uuntuk melaksanakan tugas-tugas BPPT," kata Dewi seraya terbata-bata karena tak mampu menahan tangisnya.

"Semoga Allah tidak membiarkan anak bangsa terpuruk untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi bangsanya sendiri setelah kasus ini," tambahnya.

Prawoto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penggelembungan dana pengadaan bus untuk TransJakarta dan peremajaan angkutan umum oleh Kejaksaan Agung pada pertengahan Mei lalu.

Selain Prawoto, terdapat tiga tersangka lainnya yakni mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Kegiatan Pengadaan Armada Busway Drajat Adhyaksa dan Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi 1 Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu.

Hal yang menjadi dasar penetapan tersangka ini adalah penggelembungan dana pengadaan bus untuk TransJakarta senilai Rp1 miliar dan pengadaan bus untuk peremajaan senilai Rp 500 juta sehingga diyakni merugikan negara sebesar Rp15 miliar.

Kemudian diketahui juga bus-bus TransJakarta yang didatangkan dari Tiongkok itu banyak yang sudah berkarat.



***1***



T.M047



Pewarta: Monalisa
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014