Sleman (ANTARA News) - Komunitas relawan di lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, meningkatkan kesiapsiagaan guna mengantisipasi kemungkinan terjadi banjir lahar dingin di sejumlah sungai berhulu Merapi terutama di sekitar aliran Sungai Gendol.

"Seluruh anggota sudah disiagakan. Intensitas hujan akhir-akhir ini memang tinggi, terutama saat sore hingga malam," kata Ketua Forum Peduli Bumi (FPB) Nanang Setyoaji, Sabtu.

Menurut dia, saat ini alur Sungai Gendol memang sudah terbentuk setelah dilakukan normalisasi sehingga ancaman luapan banjir ke pemukiman warga lebih kecil.

"Namun yang lebih kami waspadai adalah perlintasan-perlintasan jalan yang melewati sungai, karena akan sangat berbahaya jika ada kendaraan bermotor yang melintas saat terjadi banjir," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya juga terus melakukan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai kelompok relawan yang ada di lereng Merapi.

"Ada sejumlah kelompok relawan di lereng Merapi ini, ada yang memantau perkembangan di puncak Merapi dan ada yang di aliran-aliran sungai. Kami selalu berbagi informasi setiap terjadi perkembangan yang dinilai rawan menimbulkan bencana," katanya.

Sementara itu Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta memantau potensi terjadinya banjir lahar pada musim hujan melalui CCTV yang terpasang di sejumlah titik sungai berhulu Gunung Merapi Merapi.

"Guna mengetahui adanya potensi banjir lahar, kami menggunakan tiga parameter pemantauan. Pertama, yakni memantau CCTV yang sudah terpasang pada 18 titik di hulu Gunung Merapi," kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Yogyakarta Agus Budi Santoso.

Menurut dia, seluruh CCTV ini terkoneksi langsung ke BPPTKG Yogyakarta yang dapat memberikan informasi dini dengan akurasi yang cukup tinggi.

"Ke dua, yakni melakukan pemantauan curah hujan yang terjadi di puncak Gunung Merapi melalui sejumlah stasiun pemantau yang juga sudah terpasang. Namun prediksi kami, potensi banjir lahar pada musim hujan tahun ini lebih kecil dibanding tahun-tahun sebelumnya," katanya.

Ia mengatakan, masyarakat memang tetap harus waspada terhadap potensi banjir lahar yang membawa material erupsi Gunung Merapi pada musim hujan ini.

"Curah hujan di puncak Gunung Merapi saat ini, memang intensitasnya kerapkali tidak terlalu berbeda dengan yang berada di bawah kawasan pegunungan. Pasalnya di puncak lebih sering terjadi badai tanpa disertai dengan hujan," katanya.

Agus mengatakan, yang harus diwaspadai adalah ketika terjadi hujan secara terus menerus selama 40 menit di kawasan puncak Gunung Merapi.

"Jika terjadi hujan 40 menit, kami memiliki perlatan otomatis yang dapat mengirimkan informasi pesan singkat berupa peringatan dini, peringatan dini itu bisa diteruskan ke lima pos pengamatan yang dimiliki BPPTKG Yogyakarta," katanya.

Ia mengatakan, server peringatan dini tersebut juga dapat mengirim pesan singkat otomatis ke sejumlah pihak berwenang seperti Badan Penanggulana Bencana Daerah (BPBD) untuk disebarkan kepada masyarakat.

"Server juga bisa mengirim kepada masyarakat yang nomornya telah terdaftar," katanya.

Selain curah hujan dan pemantauan CCTV, pihaknya juga menggunakan stasiun seismik untuk melakukan pemantauan banjir lahar. Stasiun seismik merupakan alat pemantauan kegempaan yang terpasang di lereng Gunung Merapi.

Potensi ancaman terjadinya banjir lahar, kata dia, diprediksi lebih kecil ketimbang tahun sebelumnya. Saat ini material erupsi 2010 yang masih tersisa di puncak Gunung Merapi diprediksi sekitar 40 Juta hingga 50 Juta meter kubik.

"Dari angka itu, sebanyak 25 Juta meter kubik diantaranya berada di sisi selatan Merapi. Tetapi karakteristik fisik itu kini sudah berbeda dan sangat kurang mendukung untuk terjadinya lahar hujan. Karena kondisi material erupsi saat ini yang sudah padat sehingga kandungan abu pun cenderung minim," katanya.

Ia mengatakan, dengan berkurangnya abu, maka akan mengurangi pula kandungan pelicin yang dapat mempermudah longsoran material akibat guyuran hujan.

"Untuk menghancurkan material itu butuh curah hujan yang tinggi," katanya.

(V001)


Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015