Indeks Desa Membangun (IDM) lebih komperehensif karena mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial, ekonomi dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah dan kearifan lokal,"
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan pembangunan desa harus lebih komperehensif dan bertumpu kepada kekuatan sosial, ekonomi dan ekologi.

"Indeks Desa Membangun (IDM) lebih komperehensif karena mengedepankan pendekatan yang bertumpu kepada kekuatan sosial, ekonomi dan ekologi, tanpa melupakan kekuatan politik, budaya, sejarah dan kearifan lokal," ujar Menteri Marwan usai meluncurkan IDM di Jakarta, Senin.

Ia menyebutkan IDM tersebut bisa dijadikan acuan dalam melakukan afirmasi, integrasi dan sinergi pembangunan sehingga kondisi masyarakat desa mengarah pada desa yang sejahtera, adil dan mandiri seperti yang dicita-citakan.

Pemberdayaan masyarakat, menurut Marwan, merupakan tumpuan utama atau titik tolak strategis menuju terciptanya partisipasi yang berkualitas, peningkatan pengetahuan dan peningkatan keterampilan.

"Jadi, masyarakat berdaya merupakan modalitas penting dalam menyantuni semangat UU Desa yang telah menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Dengan menjadi subjek pembangunan, desa akan menjadi entitas yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran dan kedaulatan bangsa baik di mata warga negaranya sendiri maupun di mata internasional," jelas dia.

Dia menilai persoalan kemiskinan masih menjadi permasalahan yang dominan di desa. Kemiskinan menjadi penyebab utama perpindahan penduduk dari desa ke kota.

"Kalau kita melihat data yang ada pada tahun 80-an sekitar 78 persen jumlah penduduk Indonesia ada di pedesaan, namun saat ini jumlah penduduk kota dan desa hampir berimbang," katanya.

Penduduk kota telah mencapai 49,8 persen sementara persentase penduduk desa justru mengalami penurunan menjadi hanya 50,2 persen dibandingkan pada tiga puluh lima tahun yang lalu.

"Jika tren urbanisasi ini dibiarkan maka diperkirakan tahun 2025 nanti sekitar 65 persen penduduk Indonesia akan berada di kota," kata dia.

Ketimpangan antara penduduk di desa dan kota, lanjut dia, bisa dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan di desa dan kota. Pada 2014 persentase penduduk desa yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 13,8 persen, sedangkan penduduk kota berjumlah lebih kecil yaitu 8,2 persen.

"Jika ditelisik lebih jauh diketahui bahwa tingkat kemiskinan di desa jauh lebih dalam dan lebih parah dibandingkan di kota. Hal itu dibuktikan dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan di kota 1,25 sementara di desa jauh lebih besar yaitu mencapai 2,24," katanya.

Semakin tinggi nilai indeks ini artinya semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Selain itu, Indeks Keparahan Kemiskinan di kota 0,31 sementara di desa 0,56. Semakin tinggi nilai indeks artinya semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Dengan diluncurkan IDM sebagai referensi desa membangun, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga telah menetapkan tiga Program Unggulan yaitu Jaring Komunitas Wiradesa (JKWD), Lumbung Ekonomi Desa (LED) dan Lingkar Budaya Desa (LBD).

"Program unggulan akan selalu dijadikan acuan utama dalam merumuskan kegiatan-kegiatan prioritas setiap tahun. Program unggulan itulah yang akan menghasilkan dampak terukur bagi peningkatan kemajuan dan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa," terang dia.

Program unggulan tersebut dikembangkan dengan kerangka kerja yang didasarkan pada penegasan atas lokus dimana upaya pencapaian sasaran pembangunan desa itu ditujukan.

"Penegasan lokus dimaksudkan adalah pada 15.000 desa yang ditetapkan berdasarkan Indeks Desa Membangun. Di dalam lokus 15.000 Desa itu terdapat 1.138 Desa perbatasan, dan semuanya ditujukan untuk mencapai target sesuai sasaran dalam RPJMN 2015-2019," katanya.

Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015