Kumuh tuh cuman beberapa bagian saja, ada kok yang punya mobil juga
Jakarta (ANTARA) - Kampung Akuarium adalah wilayah di Jakarta Utara yang mulai menjadi perbincangan pada 2016, saat Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menggusur kampung seluas satu hektar itu.

Kampung Akuarium muncul begitu saja bahkan tak masuk dalam perencanaan tata kota Jakarta. Lokasinya persis berada di Pasar Ikan, bagian dari kawasan Luar Batang, Jakarta Utara.

Atas nama mengembalikan fungsi cagar budaya serta penertiban daerah kumuh, Ahok meratakan seluruh bangunan yang berdiri di kawasan tersebut.

Ahok saat itu beralasan bahwa warga telah mendirikan rumah di atas tanah milik PD Pasar Jaya, salah satu perusahaan daerah milik Pemprov DKI Jakarta. Pemprov menawarkan relokasi ke Rusun Marunda dan Rusun Cakung, namun karena alasan terlalu jauh dengan tempat tinggal, warga penggusuran menolaknya.

Pemerintahan berganti, secercah harapan kembali muncul setelah Anies Baswedan-Sandiaga Uno duduk memimpin pemerintahan DKI Jakarta. Anies kemudian membangun tempat evakuasi sementara (TES) atau biasa disebut shelter yang dibagi menjadi tiga bagian, sebagai upaya menempati janji kampanye mengembalikan hak dan status warga Kampung Akuarium.

Ada 90 TES yang dibagi dalam tiga blok, yakni Blok A sebanyak 32 TES, Blok B 28 TES dan Blok C 28 TES. Dua TES difungsikan untuk musala dan ruang pertemuan warga dan pada masing-masing blok terdapat 16 kamar mandi yang berjejer di kanan dan kiri.

“Saat Anies menjabat, kami seolah mendapat pengakuan lagi sebagai warga Jakarta. Kami telah dianggap manusia kembali,” ujar Yaya, salah satu warga yang telah menghuni Kampung Akuarium dari 1983 tersebut.

Yaya menceritakan lima rumahnya beserta 16 pintu kontrakan miliknya digusur. Sebelum digusur rumahnya itu sempat mengalami kebakaran dan direnovasi kembali pada 2011, namun pada 2016 Pemprov DKI mengusur kawasan ini.

Anak-anaknya memilih untuk menerima tawaran Pemprov DKI direlokasi ke Rumah Susun Marunda, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sementara dirinya memilih bertahan di Kampung Akuarium, tinggal di rumah deret karena sulit beradaptasi di rusun.

Ia menolak bahwa Kampung Akuarium adalah pemukiman kumuh karena jika dikatakan kumuh mana mungkin ia bisa membangun belasan kontrakan dan lantai beralaskan granit.

"Kumuh tuh cuman beberapa bagian saja, ada kok yang punya mobil juga," kata dia.

Senada dengan Yaya, seorang warga lainnya, Teguh (54), mengaku tidak mau apabila harus direlokasi ke Rusun Marunda. Ia yang setiap hari bekerja sebagai nelayan menganggap lokasi rusun begitu jauh dengan tempatnya bekerja.

Teguh pun lebih memilih tinggal di TES bersama istri dan keempat orang anaknya. Terlebih, info-info tentang perkembangan pembangunan pemukiman baru semakin menguat.

"Tinggal ini harapan kami. Kami tak lelah menunggu kepastian rumah kami," kata dia.

Menanti wajah baru
DKI Jakarta telah memasuki usia 492 tahun. Pada HUT itu, Jakarta mengusung tema ‘Wajah Baru Jakarta’. Anies menginginkan perubahan Jakarta dilakukan dengan kolaborasi baik perorangan dengan pemerintah maupun swasta dengan pemerintah.

Menurut Anies, wajah baru bukan hanya merubah penampilan tetapi juga pola pikir warganya. Ia juga ingin Jakarta sebagai tolok ukur bagi wilayah lain di Indonesia agar semakin banyak warganya yang mau berkontribusi untuk membangun Jakarta.

Wajah baru yang digembor-gemborkan Pemprov DKI Jakarta semakin menguatkan nafas harapan warga Kampung Akuarium. Mereka berharap, Kampung Akuarium menjadi titik awal wajah baru Jakarta.

Sejak tahun 2018, beragam perencanaan muncul untuk membangun kembali Kampung Akuarium. Adapun peta konsep pembangunan melibatkan organisasi pemerintah dan non pemerintah yang tergabung dalam Community Action Plan (CAP).

Koordinator warga Kampung Akuarium Dharma Diani mengatakan ada beberapa desain yang telah disiapkan untuk membangun kembali perkampungan di RT12 RW4 Kelurahan/Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara itu.

Dharma mengatakan desain pertama yakni konsep kampung susun dengan kontainer. Selain itu, ada rancangan dari Rujak Center for Urban Studies yang memadukan unsur perkampungan secara vertikal dengan konsep bahari, terakhir rancangan dari pemerintah DKI.

"Kami belum tahu nanti desain yang diterapkan seperti apa. Yang jelas kami ingin agar bisa segera di bangun," kata Dharma.

Sementara itu, Camat Penjaringan Mohammad Andri mengatakan rencana induk pembangunan pemukiman masih dalam tahap pembahasan. Apalagi daerah tersebut masuk ke dalam wilayah cagar budaya sehingga pembangunan harus melibatkan tim ahli.

"Terakhir masih pembahasan dengan tim ahli cagar budaya. Karena lokasinya masih berdekatan dengan lokasi cagar budaya Kota Tua," kata dia.

Selain membangun pemukiman permanen, salah satu janji Anies kepada warga Kampung Akuarium yang lainnya yakni mengembangkan potensi wisata dan mengembangkan roda ekonomi di sana.

Ketua RT12 RW4 Kampung Akuarium Topaz Djuanda mengatakan bahwa wilayahnya merupakan daerah strategis di utara Jakarta. Letaknya yang dekat dengan Museum Bahari, Wisata Kota Tua, hingga Pelabuhan Sunda Kelapa.

"Jadi Kampung Akuarium itu tempat singgah atau lalu lalang sebenarnya. Bahkan bisa ke Kepulauan Seribu naik sampan. Ini juga bisa menaikkan potensi wisata di Jakarta," kata dia.

Selain itu, kata dia, apabila rencana pemukiman berbentuk kampung kontainer terealisasi bisa menjadi simbol atau ikon untuk menarik wisatawan datang ke Kampung Akuarium.

Sesuai peruntukan
Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga menilai rencana Pemprov DKI Jakarta membangun pemukiman permanen justru bertolak belakang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Jakarta 2030.

Dalam RTRW dan RDTR tersebut, kawasan Kampung Akuarium diperuntukkan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta pemerintahan.

Lanjut dia, dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, ada beberapa pola penanganan kampung kumuh yakni pemugaran bangunan dan peremajaan kawasan jika sesuai peruntukan tata ruangnya.

Kemudian, apabila jika tidak sesuai tata ruang dan rawan bencana dilakukan permukiman kembali atau relokasi.

"Siapa pun harus taat terhadap Perda RTRW dan RDTR, sesuai aturan yang harus dikembalikan menjadi RTH yang dibangun menjadi taman kota bagi warga sekitar," kata dia.

Apabila pembangunan pemukiman permanen tetap dilanjutkan, maka Pemprov DKI justru memberi contoh pada masyarakat untuk tidak taat aturan dengan memfasilitasi pelanggaran.

Maka dari itu, kata dia, Kawasan Kampung Akuarium harus dikembalikan lagi sesuai fungsi dan peruntukan sesuai dengan RTRW dan RDTR DKI.

"Kalau model seperti ini juga dilakukan di seluruh wilayah DKI bisa dipastikan tata kotanya semakin semrawut," kata dia.

Agaknya Pemprov DKI perlu berhati-hati sebelum mengambil keputusan strategis atas nasib Kampung Akuarium ini.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019