Pekanbaru (ANTARA) - Bank Indonesia menilai Pemerintah Provinsi Riau seharusnya mulai memikirkan membuat dokumen acuan atau peta jalan hilirisasi produk kelapa sawit di daerah itu sebagai strategi jangka panjang untuk pengembangan komoditi andalan Riau tersebut.

“Perlunya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit,” kata Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Riau, Decymus, dalam pernyataan pers kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Pernyataan Decymus tersebut menanggapi tren pelemahan harga sawit yang terus terjadi di Provinsi Riau. Harga sawit berdasarkan penetapan di Dinas Perkebunan Riau untuk periode 17-23 Juli 2019 mengalami penurunan terendah yakni mencapai Rp11,61 kilogram dibandingkan harga pekan sebelumnya.

Pemprov Riau diminta benar-benar serius membuat perencanaan yang akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun jangka panjang, karena sawit banyak menyangkut hajat hidup warga Riau. Dengan luas kebun sawit di Riau yang sudah lebih dari dua juta hektare, sudah saatnya pemerintah daerah juga fokus agar seluruh hasil panen bisa diserap ke industri.

Dengan penyerapan hasil panen sawit ke dalam negeri, lewat hilirisasi yang menghasilkan produk setengah jadi maupun barang jadi, maka harga sawit akan relatif stabil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi pasar internasional.

Penyusunan peta jalan (roadmap) hilirisasi produk sawit itu juga bisa mengatur apakah ada insentif yang bisa diberikan kepada calon investor agar mau menanamkan modalnya di industri tersebut.

“Jika dimungkinkan, roadmap tersebut dapat menjadi pelengkap RPJMD ataupun RPJPD Riau,” ujarnya.

Sebelumnya, BI telah memprediksi ekonomi Provinsi Riau pada tahun 2019 tidak hanya bisa bergantung pada komoditas minyak bumi dan kelapa sawit karena cukup banyak risiko yang mendorong pertumbuhan ekonomi Riau lebih rendah dari perkiraan.

Kondisi perekonomian Riau dibayangi beberapa risiko yang berupa kepastian pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia yang masih menunjukkan tren bias ke bawah dari perkiraan semula.

Komoditas kelapa sawit juga tidak bisa terlalu diandalkan setelah harganya terus turun sejak 2017. Kondisi harga yang rendah diprediksi terus berlangsung selama tiga tahun ke depan. Kondisi tersebut karena parlemen Eropa masih tetap akan melakukan pemberhentian penggunaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam biodiesel secara bertahap mulai 2020, karena perkebunan sawit dinilai tidak ramah lingkungan.

“Belum pastinya negosiasi dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat, salah satunya mengenai impor kedelai Tiongkok dari Amerika Serikat juga turut menjadi risiko bagi pergerakan harga CPO dunia,” ujarnya.

Baca juga: KEIN nilai hilirisasi sawit penting tingkatkan nilai tambah ekspor
Baca juga: Hilirisasi karet dan sawit terganjal tumpang tindih kebijakan
Baca juga: Hadapi tekanan global, Bappenas dorong industri sawit lakukan hilirisasi


Pewarta: FB Anggoro
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019