Jakarta, (ANTARA GORONTALO) - Pengamat hukum tata negara Refly Harun menilai DPRD DKI Jakarta tidak pantas mengajukan hak angket kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok perihal dugaan penggelembungan APBD DKI Jakarta 2015.

"Tudingan Ahok soal adanya 'mark-up' APBD, bukan hanya persoalan Pemprov DKI, tapi juga persoalan DPRD DKI. Persoalan ini saling terkait, sehingga DPRD harus rasional dan 'fair'," katanya saat diskusi "Dialog Kenegaraan: Ahok vs DPRD DKI" di Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta.

Menurut dia, hak angket adalah hak anggota legislatif untuk meminta penjelasan dari eksekutif secara detil.

Padahal, kata dia, persoalan "mark up" tersebut terkait antara Pemprov dan juga DPRD DKI Jakarta, sehingga anggota DPRD DKI tidak bisa meminta penjelasan dari eksekutif, tapi menafikan legislatif.

Ia menyarankan agar DPRD DKI Jakarta tidak melanjutkan usulan hak angket, tapi mencari solusi melalui musyawarah yang dimediasi Kementerian Dalam Negeri.

Refly juga menyoroti, kisruh antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta sesungguhnya adalah persoalan politik yang saling terkait antara eksekutif danlegislatif.

"Persoalan ini tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, tapi juga terjadi di sejumlah daerah lainnya," katanya.

Menurut dia, jika setelah dimediasi Kementerian Dalam Negeri masih terjadi "dead lock", maka sebaiknya Pemprov DKI menggunakan APBD 2014.

Saat ini, kata dia, sudah memasuki Maret 2015, jika APBD tidak segera cair, maka akan menghambat kinerja Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan.

Sebelumnya, Ahok menuding adanya "mark-up" usulan anggaran dalam APBD 2015 hingga Rp12,1 triliun.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015