Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendukung pemeriksaan yang akan dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pengelolaan keuangan negara yang digunakan untuk penanganan COVID-19.
"Sikap ini merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah, baik jajaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lain, Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), badan usaha milik negara, badan layanan umum dan badan usaha milik daerah, serta TNI dan Polri, lembaga atau badan lain," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara Jakarta, Selasa.
Presiden Jokowi menyampaikan hal itu dalam acara "Kick Off Meeting Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam Penanganan Pandemi COVID-19" yang dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin, jajaran Kabinet Indonesia Maju, dan juga Ketua BPK Agung Firman Sampurna beserta pejabat terkait lainnya.
"Saya menyambut gembira acara ini 'kick off meeting' pada hari ini. Kami mendukung pemeriksaaan ini dilakukan segera, agar pemeriksaan ini mendukung kegiatan untuk menemukan solusi bagi cara-cara baru yang lebih baik dalam menangani krisis," kata Presiden.
Menurut Presiden Jokowi, langkah BPK itu pun mendukung agar pengelolaan keuangan negara atas penanganan COVID-19 menjadi transparan, akuntabel dan efektif.
"Sebagaimana kita tahu, pandemi COVID-19 telah memaksa pemerintah dari pusat sampai daerah termasuk TNI/Polri, BUMN untuk melakukan langkah-langkah 'extraordinary' dalam menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian," ungkap Presiden.
Sejumlah contoh yang harus dikerjakan pemerintah misalnya mengevakuasi WNI dari wilayah pandemi; mempersiapkan rumah sakit, rumah isolasi, alat-alat kesehatan, obat-obatan dalam waktu yang sangat singkat; hingga menggerakkan seluruh aparat untuk mendisiplinkan masyarakat dalam menaati dan mengikuti protokol kesehatan.
"Semua itu harus dilakukan dengan 'extraordinary', cara yang tidak seperti biasanya, cara yang tidak standar. Semua harus dilakukan dengan cara yang cepat, dengan prosedur yang sederhana, yang 'short cut'," ujar Presiden.
Tujuan pelaksanaan semua tindakan itu adalah demi keselamatan masyarakat.
"Keselamatan masyarakat lebih penting dibanding prosedur yang berbelit-belit yang kita buat sendiri yang memang sudah waktunya harus kita rombak," kata Presiden.
Upaya luar biasa pemerintah juga dilakukan di bidang perekonomian, bantuan sosial berupa penyaluran barang-barang kebutuhan pokok hingga bantuan sosial berupa uang tunai.
"Hal ini harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat yang tiba-tiba menganggur, yang tiba-tiba tidak punya penghasilan. Bantuan untuk UMKM, subsidi gaji dan restrukturisasi kredit juga harus dilakukan secara cepat," ujar Presiden pula.
Lagi-lagi hal itu dilakukan agar perekonomian tidak semakin terpuruk dan kegiatan perekonomian masyarakat masih bisa berjalan.
"Semua itu saya tegaskan kembali berulang-ulang untuk menyamakan frekuensi bahwa kita memang dalam kondisi krisis. Pemerintah harus mengganti 'channel' kerja dari 'channel' yang biasa-biasa menjadi 'channel' yang luar biasa," kata Presiden.
Mengingat pandemi pun masih berlangsung, Pemerintah, menurut Presiden Jokowi juga masih butuh fleksibilitas dalam bekerja.
"Seperti juga kondisi dunia pada umumnya, kita masih butuh waktu untuk keluar dari kondisi ini, Pemerintah masih butuh fleksibilitas kerja dan kesederhanaan prosedur agar semua permasalahan bisa ditangani dengan cepat, tepat sasaran dan efisien," ungkap Presiden.
Menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna, sejumlah masalah yang sudah teridenfitikasi dalam penanganan COVID-19 adalah ketidakandalan data, kurang transparannya aparatur negara serta ragam bantuan sosial dari berbagai kementerian yang berbeda dengan tujuan yang sama, sehingga berisiko tumpang tindih.
"Pemeriksaan ini disebut pemeriksaan semesta atau 'audit universe'. Kami menyebut 'risk based comprehensive audit', dan Presiden pun dapat memperoleh hasil audit secara rutin setiap bulannya agar masalah tata kelola dan segala kedaruratannya bisa segera diawasi," kata Agung dalam sambutannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Sikap ini merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah, baik jajaran pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lain, Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), badan usaha milik negara, badan layanan umum dan badan usaha milik daerah, serta TNI dan Polri, lembaga atau badan lain," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara Jakarta, Selasa.
Presiden Jokowi menyampaikan hal itu dalam acara "Kick Off Meeting Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam Penanganan Pandemi COVID-19" yang dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin, jajaran Kabinet Indonesia Maju, dan juga Ketua BPK Agung Firman Sampurna beserta pejabat terkait lainnya.
"Saya menyambut gembira acara ini 'kick off meeting' pada hari ini. Kami mendukung pemeriksaaan ini dilakukan segera, agar pemeriksaan ini mendukung kegiatan untuk menemukan solusi bagi cara-cara baru yang lebih baik dalam menangani krisis," kata Presiden.
Menurut Presiden Jokowi, langkah BPK itu pun mendukung agar pengelolaan keuangan negara atas penanganan COVID-19 menjadi transparan, akuntabel dan efektif.
"Sebagaimana kita tahu, pandemi COVID-19 telah memaksa pemerintah dari pusat sampai daerah termasuk TNI/Polri, BUMN untuk melakukan langkah-langkah 'extraordinary' dalam menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian," ungkap Presiden.
Sejumlah contoh yang harus dikerjakan pemerintah misalnya mengevakuasi WNI dari wilayah pandemi; mempersiapkan rumah sakit, rumah isolasi, alat-alat kesehatan, obat-obatan dalam waktu yang sangat singkat; hingga menggerakkan seluruh aparat untuk mendisiplinkan masyarakat dalam menaati dan mengikuti protokol kesehatan.
"Semua itu harus dilakukan dengan 'extraordinary', cara yang tidak seperti biasanya, cara yang tidak standar. Semua harus dilakukan dengan cara yang cepat, dengan prosedur yang sederhana, yang 'short cut'," ujar Presiden.
Tujuan pelaksanaan semua tindakan itu adalah demi keselamatan masyarakat.
"Keselamatan masyarakat lebih penting dibanding prosedur yang berbelit-belit yang kita buat sendiri yang memang sudah waktunya harus kita rombak," kata Presiden.
Upaya luar biasa pemerintah juga dilakukan di bidang perekonomian, bantuan sosial berupa penyaluran barang-barang kebutuhan pokok hingga bantuan sosial berupa uang tunai.
"Hal ini harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat yang tiba-tiba menganggur, yang tiba-tiba tidak punya penghasilan. Bantuan untuk UMKM, subsidi gaji dan restrukturisasi kredit juga harus dilakukan secara cepat," ujar Presiden pula.
Lagi-lagi hal itu dilakukan agar perekonomian tidak semakin terpuruk dan kegiatan perekonomian masyarakat masih bisa berjalan.
"Semua itu saya tegaskan kembali berulang-ulang untuk menyamakan frekuensi bahwa kita memang dalam kondisi krisis. Pemerintah harus mengganti 'channel' kerja dari 'channel' yang biasa-biasa menjadi 'channel' yang luar biasa," kata Presiden.
Mengingat pandemi pun masih berlangsung, Pemerintah, menurut Presiden Jokowi juga masih butuh fleksibilitas dalam bekerja.
"Seperti juga kondisi dunia pada umumnya, kita masih butuh waktu untuk keluar dari kondisi ini, Pemerintah masih butuh fleksibilitas kerja dan kesederhanaan prosedur agar semua permasalahan bisa ditangani dengan cepat, tepat sasaran dan efisien," ungkap Presiden.
Menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna, sejumlah masalah yang sudah teridenfitikasi dalam penanganan COVID-19 adalah ketidakandalan data, kurang transparannya aparatur negara serta ragam bantuan sosial dari berbagai kementerian yang berbeda dengan tujuan yang sama, sehingga berisiko tumpang tindih.
"Pemeriksaan ini disebut pemeriksaan semesta atau 'audit universe'. Kami menyebut 'risk based comprehensive audit', dan Presiden pun dapat memperoleh hasil audit secara rutin setiap bulannya agar masalah tata kelola dan segala kedaruratannya bisa segera diawasi," kata Agung dalam sambutannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020