Malang (ANTARA GORONTALO) - Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti menyatakan terorisme, radikalisme dan narkoba merupakan ancaman besar, bahkan sebagai penyakit bangsa yang tidak ada habisnya.

"Masalah terorisme, radikalisme dan peredaran narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun semakin menjadi-jadi. Teroris tidak akan pernah berhenti, demikian pula dengan peredaran narkoba yang sampai sekarang juga tidak ada habisnya, sehingga kedua masalah tersebut merupakan penyakit bangsa yang harus diperangi bersama," kata Kapolri di Malang, Sabtu.

Kapolri mengemukakan penegasan itu ketika menjadi pembicara dalam acara Kajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah (UMM) dengan tema Umatan Washatan untuk Indonesia Berkemajuan".

Menurut dia, untuk menyelesaikan masalah tersebut, tidak cukup hanya diserahkan pada pemerintah, namun harus bersama-sama, berbagai komponen bangsa.

Terorisme dan radikalisme merupakan paham, namun jangan sekali-kali mengidentifikasi radikalisme dengan hanya melihat cara berpakaian karena bukan itu yang membedakannya.

Kapolri mengemukakan yang membedakan antara radikalisme dengan yang bukan radikalisme di antaranya adalah ideologinya, baik terorisme maupun radikalisme sama-sama tidak mengakui keberadaan Pancasila, tetapi syariat Islam.

Radikalisme, lanjutnya, terus berkembang, dan salah satunya adalah keberadaan Negara Islam Suriah-Irak (ISIS). Pada tahun 2013, sejumlah warga Suriah berkolaborasi dengan tentara eks Saddam Husein.

"Dampak dari keberadaan ISIS ini sangat luar biasa, di antaranya mengguncang stabilitas dunia, ancaman bagi Hak Asasi Manusia (HAM) hingga konflik Islam dengan Islam, bahkan karena umat Islam ini terus diadu, sampai-sampai tidak bisa membangun negaranya," tegasnya.

Padahal, kata Kapolri, ISIS tersebut tidak murni ideologi Islam, tetapi sudah bermuatan politik yang tujuannya memang untuk memecah belah umat Islam di dunia.

Bahkan, ujarnya, tidak sedikit WNI yang "kepincut" dengan ISIS ini dan rela menjadi relawan. WNI yang sudah berangkat ke Suriah yang terdata sebanyak 185 orang (by name by address).

Dari 185 orang itu, 33 orang diantaranya meninggal, 11 orang kembali ke Indonesia, dan 39 orang ditangkap, sedangkan selebihnya masih di Suriah.

Sementara WNI yang tidak terdeteksi atau tidak terdata antara 600-700 orang.

"Harapan kami Muhammadiyah juga ikut andil dalam memerangi terorisme dan radikalisme ini, bahkan jika memungkinkan menerbitkan buku yang mampu menangkal terorisme dan radikalisme dengan dalil-dalil dalam Alquran," katanya.

Menyinggung soal narkoba, Kapolri mengatakan Indonesia darurat narkoba. Sebab, hingga sekarang ada sekitar 4,2 juta jiwa kena narkoba, bahkan di Madura bagian pelosok masyarakatnya sudah akrab dengan narkoba.

"Narkoba ini, selain bisnisnya menjanjikan, pintu masuk ke Indonesia cukup mudah, tidak bisa lewat bandara, mereka beralih lewat darat, bahkan melalui pintu-pintu pantai," ucapnya.

Karena itu, program rehabilitasi pengguna narkoba perlu dukungan semua elemen, termasuk warga Muhammadiyah, supaya pemuda Indonesia tidak terjerumus barang haram ini. "Berapapun pelaku dan pengedar narkoba dihukum mati, narkoba tidak akan ada hentinya, sehingga perlu pencerahan," katanya.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015