Ketika wabah virus corona di Brazil tidak terkendali, negara itu menghadapi kekurangan dokter di ruang perawatan intensif (ICU) yang dapat mendorong kematian lebih tinggi.
Beberapa pekerja medis letih setelah berbulan-bulan melakukan pekerjaan yang melelahkan raga dan jiwa.
Pekerja medis lain tidak dapat mengikuti arus pasien COVID-19 kritis yang tak ada habisnya yang mendorong sistem perawatan kesehatan negara itu ke tepi jurang.
"Pasokan dokter yang bertugas di perawatan intensif mengalami kekurangan," ujar presiden Asosiasi Medis Brazil (AMB) Cesar Eduardo Fernandes, kepada Reuters, Rabu (17/3).
"Tidak ada cara untuk memenuhi permintaan yang brutal dan dahsyat ini."
Didorong oleh varian baru yang menular, kurangnya tindakan pembatasan, respons federal yang kacau dan peluncuran vaksin yang tidak merata, negara terbesar di Amerika Latin itu telah menjadi episentrum pandemi global.
Lebih dari 284.000 orang Brazil telah meninggal karena COVID-19 sejak dimulainya pandemi - jumlah kematian tertinggi di luar Amerika Serikat.
Brazil sekarang menyumbang satu dari setiap enam infeksi virus corona yang dilaporkan di seluruh dunia, menurut hitungan Reuters.
Hal tersebut telah membukukan rekor kematian harian dan beban kasus minggu ini, bahkan ketika banyak negara melawan virus corona dengan dorongan imunisasi.
Kondisi tersebut menciptakan krisis politik untuk Presiden Jair Bolsonaro dan mengisolasi Brazil secara internasional.
Sistem kesehatan negara sedang ambruk, menurut institut biomedis Fiocruz.
Karena ruang perawatan intensif (ICU) di 25 dari 26 negara bagian dan distrik federal terisi melebihi kapasitas 80 persen.
Sembilan belas ibu kota negara bagian telah melewati 90 persen kapasitas.
Pada hari Kamis (18/3), kota Sao Paulo, pusat bisnis kaya di Brazil, mencatat kematian pertama dari seorang pasien yang menunggu perawatan di ICU.
"Kami melihat pasien datang dengan kecepatan yang tidak dapat kami tangani," kata Fl¡via Machado, kepala perawatan intensif di Rumah Sakit Sao Paulo.
"Ini menyebabkan kami para tenaga kesehatan, yang sudah lelah, tambah stres, karena kami tahu bahwa kami tidak dapat melayani semua orang."
Dia menambahkan bahwa rekan-rekannya semua kelelahan dan emosional, yang mengancam kemampuan pengambilan keputusan mereka dan meningkatkan kemungkinan mereka melakukan kesalahan.
Di banyak negara bagian, gubernur dan wali kota berjuang untuk membuka rumah sakit lapangan karena kurangnya tenaga medis yang memenuhi syarat.
Pejabat kesehatan masyarakat membatalkan operasi elektif dan mengubah beberapa bagian ruangan di rumah sakit menjadi ICU darurat, tetapi masih menghadapi kekurangan sumber daya manusia.
"Sekarang kami memiliki 'rumah sakit lapangan' yang didirikan di dalam rumah sakit yang ada secara tepat sehingga kami bisa mendapatkan dukungan dari para tenaga medis di sana," kata Jean Gorinchteyn, sekretaris kesehatan negara bagian Sao Paulo.
Brazil memiliki lebih dari 540.000 dokter dan rasio dokter per kapita tidak jauh dari Amerika Serikat.
Namun, hanya sebagian kecil yang memenuhi syarat untuk perawatan ICU khusus.
Sumber : Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021
Beberapa pekerja medis letih setelah berbulan-bulan melakukan pekerjaan yang melelahkan raga dan jiwa.
Pekerja medis lain tidak dapat mengikuti arus pasien COVID-19 kritis yang tak ada habisnya yang mendorong sistem perawatan kesehatan negara itu ke tepi jurang.
"Pasokan dokter yang bertugas di perawatan intensif mengalami kekurangan," ujar presiden Asosiasi Medis Brazil (AMB) Cesar Eduardo Fernandes, kepada Reuters, Rabu (17/3).
"Tidak ada cara untuk memenuhi permintaan yang brutal dan dahsyat ini."
Didorong oleh varian baru yang menular, kurangnya tindakan pembatasan, respons federal yang kacau dan peluncuran vaksin yang tidak merata, negara terbesar di Amerika Latin itu telah menjadi episentrum pandemi global.
Lebih dari 284.000 orang Brazil telah meninggal karena COVID-19 sejak dimulainya pandemi - jumlah kematian tertinggi di luar Amerika Serikat.
Brazil sekarang menyumbang satu dari setiap enam infeksi virus corona yang dilaporkan di seluruh dunia, menurut hitungan Reuters.
Hal tersebut telah membukukan rekor kematian harian dan beban kasus minggu ini, bahkan ketika banyak negara melawan virus corona dengan dorongan imunisasi.
Kondisi tersebut menciptakan krisis politik untuk Presiden Jair Bolsonaro dan mengisolasi Brazil secara internasional.
Sistem kesehatan negara sedang ambruk, menurut institut biomedis Fiocruz.
Karena ruang perawatan intensif (ICU) di 25 dari 26 negara bagian dan distrik federal terisi melebihi kapasitas 80 persen.
Sembilan belas ibu kota negara bagian telah melewati 90 persen kapasitas.
Pada hari Kamis (18/3), kota Sao Paulo, pusat bisnis kaya di Brazil, mencatat kematian pertama dari seorang pasien yang menunggu perawatan di ICU.
"Kami melihat pasien datang dengan kecepatan yang tidak dapat kami tangani," kata Fl¡via Machado, kepala perawatan intensif di Rumah Sakit Sao Paulo.
"Ini menyebabkan kami para tenaga kesehatan, yang sudah lelah, tambah stres, karena kami tahu bahwa kami tidak dapat melayani semua orang."
Dia menambahkan bahwa rekan-rekannya semua kelelahan dan emosional, yang mengancam kemampuan pengambilan keputusan mereka dan meningkatkan kemungkinan mereka melakukan kesalahan.
Di banyak negara bagian, gubernur dan wali kota berjuang untuk membuka rumah sakit lapangan karena kurangnya tenaga medis yang memenuhi syarat.
Pejabat kesehatan masyarakat membatalkan operasi elektif dan mengubah beberapa bagian ruangan di rumah sakit menjadi ICU darurat, tetapi masih menghadapi kekurangan sumber daya manusia.
"Sekarang kami memiliki 'rumah sakit lapangan' yang didirikan di dalam rumah sakit yang ada secara tepat sehingga kami bisa mendapatkan dukungan dari para tenaga medis di sana," kata Jean Gorinchteyn, sekretaris kesehatan negara bagian Sao Paulo.
Brazil memiliki lebih dari 540.000 dokter dan rasio dokter per kapita tidak jauh dari Amerika Serikat.
Namun, hanya sebagian kecil yang memenuhi syarat untuk perawatan ICU khusus.
Sumber : Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021