Jakarta, (ANTARAGORONTALO) - Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menyatakan menolak revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami dari departemen hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DPP Partai Demokrat meberikan dukungan penuh pada KPK untuk menolak revisi UU KPK," kata Ketua Departemen urusan KPK DPP Demokrat Jemmy Setiawan di gedung KPK Jakarta.

Jemmy datang bersama puluhan kader Demokrat lain. Ia pun mengaku sudah berdiskusi dengan pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan aliansi masyarakat sipil untuk menyampaikan dukungan terhadap KPK.

"Meskipun pahit getirnya pemberantasan korupsi itu dialamai Partai Demokrat tapi kita dorong fraksi di DPR untuk tetap dalam keputusannya menolak RUU KPK," ungkap Jemmy.

Revisi UU KPK berisi 73 pasal yang diajukan oleh 35 anggota DPR dari 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 6 Oktober 2015 lalu.

"Di fraksi DPR, sebagai corong juga sudah kita serukan penolakan ini," tambah Jemmy.

Namun menurut Jemmy, sikap resmi Partai Demokrat akan disampaikan oleh Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan.

"Sikap resmi akan disampaikan oleh Sekjen partai, tapi ini adalah dorongan kita bersama para pengurus harian. DPD (Dewan Pimpinan Daerah) dan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) pasti ikut kita semua di DPP lah," tambah Jemmy.

KPK sendiri sudah menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK tersebut dengan enam alasan.

Terdapat sejumlah kejanggalan dalam RUU KPK tersebut, misalnya pertama KPK diamanatkan untuk hanya fokus untuk melakukan upaya pencegahan dan menghilangkan frase pemberantasan korupsi (pasal 4); kedua KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan (pasal 5); ketiga penghilangan wewenang penuntutan oleh KPK maupun monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana pasal 7 butir d yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau penanganannya di Kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau legislatif.

Keempat, penghilangan butir menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan pada pasal 8; kelima batasan kerugian negara paling sedikit Rp50 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut maka KPK wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas erkara kepada kepolisian dan kejaksaan (pasal 13); keenam penyadapan hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri (pasal 14); ketujuh penghilangan butir KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi (pasal 20).

Kedelapan, pembentukkan Dewan Eksekutif sebagai pengganti Tim Penasihat (pasal 22 huruf b); Kesembilan, Pengangkatan Dewan Esekutif yang disebut bekerja membantu KPK dalam melaksanakan tugas sehari-hari (pasal 23-24); Kesepuluh, anggota Dewan Eksekutif terdiri atas Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dan Kementrian yang membidangi komunikasi dan informasi (pasal 25); Kesebelas, pertambahan usia minimal pimpinan KPK menjadi 50 tahun (pasal 30).

Kedua belas, penambahan syarat berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan (pasal 33); Ketiga belas, penambahan fungsi Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran kewenangan yang dilakukan komisioner KPK dan pegawai KPK (pasal 39); Keempat belas, KPK berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) suatu perkara korupsi (pasal 42); Kelima belas KPK hanya dapat mengangkat penyelidik atas usulan dari kepolisian atau kejaksaan (pasal 45).

Keenam belas, penyitaan harus berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri (pasal 49); Ketujuh belas, masih adanya pengaturan wewenang penuntutan dalam pasal 53; dan Ketujuh belas pembatasan UU hanya berlaku selama 12 tahun setelah UU diundangkan yang artinya juga masa berdiri KPK pun hanya 12 tahun (pasal 73).

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015