Staf Ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Muhammad Suaib Tahir mengatakan moderasi beragama bukan merupakan isu baru ataupun upaya-upaya dari negara-negara Barat untuk menghancurkan Islam.
“Kalau ada yang mengatakan moderasi beragama adalah isu baru atau upaya-upaya kelompok ataupun negara-negara Barat untuk menghancurkan Islam, saya pikir tidak demikian,” kata Suaib Tahir saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Pengurus Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (Ikami) Sulawesi Selatan di Jakarta, Sabtu.
Sebaliknya, moderasi beragama mulai digaungkan di kalangan para nabi dan sahabat serta para pengikutnya sejak awal kemunculan Islam, bahkan dijelaskan pula dalam Al Qur'an, katanya dalam webinar bertajuk “Moderasi Beragama dan Kebangsaan bagi Kalangan Milenial” yang dipantau via zoom tersebut.
Suaib menyampaikan moderasi agama mulai terpinggirkan pada beberapa abad setelah kemunculan Islam karena terjadi pergulatan politik di dalam negara-negara Islam.
Walaupun begitu, lanjut dia, memasuki abad ke-20, moderasi agama yang mengajarkan manusia untuk mengamalkan agama secara tidak ekstrem kembali digaungkan oleh sejumlah tokoh agama atau ulama, seperti Mahmud Syaltut dan Muhammad Abu Zahrah.
“Di era sekarang, ada Yusuf Qhardawi. Sebelumnya, ada Wahbah Zuhaili. Mereka ini adalah tokoh-tokoh yang menyuarakan pentingnya moderasi beragama,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Suaib menegaskan konsep moderasi beragama yang kembali digaungkan saat ini merupakan lanjutan dari ajaran sebelumnya.
Bahkan pada beberapa waktu terakhir, kata dia, moderasi beragama semakin bernilai penting untuk menghadapi kemunculan pemikiran yang ekstrem atau radikal dari sejumlah pihak.
Ia juga mengemukakan beberapa penyebab moderasi beragama harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Pertama, kata dia, agama sesungguhnya bertujuan untuk melindungi dan mengamankan kehidupan manusia serta menciptakan perdamaian. Dengan demikian, agama bukan merupakan alat intimidasi, melainkan alat pemersatu manusia.
“Jadi, tujuan agama itu sejak awal adalah menciptakan perdamaian, mewujudkan keadilan, dan mencegah terjadi kemungkaran serta intimidasi antara manusia satu dan lain. Inilah pentingnya bagi kita memahami moderasi beragama,” lanjutnya.
Kemudian, Suaib mengatakan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama, dan budaya mutlak membutuhkan moderasi beragama untuk menghindari terjadinya benturan antargolongan di tengah masyarakat yang beragam tersebut.
“Di Indonesia dengan masyarakat yang terdiri atas beragam suku, agama, dan budaya itu mutlak membutuhkan moderasi beragama. Kalau tidak, benturan di tengah masyarakat akan terjadi. Ada Pancasila yang menjadi landasan kita bersama dalam beragama, berbangsa, dan bernegara. Itu harus menjadi patokan,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022
“Kalau ada yang mengatakan moderasi beragama adalah isu baru atau upaya-upaya kelompok ataupun negara-negara Barat untuk menghancurkan Islam, saya pikir tidak demikian,” kata Suaib Tahir saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Pengurus Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (Ikami) Sulawesi Selatan di Jakarta, Sabtu.
Sebaliknya, moderasi beragama mulai digaungkan di kalangan para nabi dan sahabat serta para pengikutnya sejak awal kemunculan Islam, bahkan dijelaskan pula dalam Al Qur'an, katanya dalam webinar bertajuk “Moderasi Beragama dan Kebangsaan bagi Kalangan Milenial” yang dipantau via zoom tersebut.
Suaib menyampaikan moderasi agama mulai terpinggirkan pada beberapa abad setelah kemunculan Islam karena terjadi pergulatan politik di dalam negara-negara Islam.
Walaupun begitu, lanjut dia, memasuki abad ke-20, moderasi agama yang mengajarkan manusia untuk mengamalkan agama secara tidak ekstrem kembali digaungkan oleh sejumlah tokoh agama atau ulama, seperti Mahmud Syaltut dan Muhammad Abu Zahrah.
“Di era sekarang, ada Yusuf Qhardawi. Sebelumnya, ada Wahbah Zuhaili. Mereka ini adalah tokoh-tokoh yang menyuarakan pentingnya moderasi beragama,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Suaib menegaskan konsep moderasi beragama yang kembali digaungkan saat ini merupakan lanjutan dari ajaran sebelumnya.
Bahkan pada beberapa waktu terakhir, kata dia, moderasi beragama semakin bernilai penting untuk menghadapi kemunculan pemikiran yang ekstrem atau radikal dari sejumlah pihak.
Ia juga mengemukakan beberapa penyebab moderasi beragama harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Pertama, kata dia, agama sesungguhnya bertujuan untuk melindungi dan mengamankan kehidupan manusia serta menciptakan perdamaian. Dengan demikian, agama bukan merupakan alat intimidasi, melainkan alat pemersatu manusia.
“Jadi, tujuan agama itu sejak awal adalah menciptakan perdamaian, mewujudkan keadilan, dan mencegah terjadi kemungkaran serta intimidasi antara manusia satu dan lain. Inilah pentingnya bagi kita memahami moderasi beragama,” lanjutnya.
Kemudian, Suaib mengatakan bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama, dan budaya mutlak membutuhkan moderasi beragama untuk menghindari terjadinya benturan antargolongan di tengah masyarakat yang beragam tersebut.
“Di Indonesia dengan masyarakat yang terdiri atas beragam suku, agama, dan budaya itu mutlak membutuhkan moderasi beragama. Kalau tidak, benturan di tengah masyarakat akan terjadi. Ada Pancasila yang menjadi landasan kita bersama dalam beragama, berbangsa, dan bernegara. Itu harus menjadi patokan,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2022