Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Peneliti Indonesian Institute for Development
and Democracy (Inded) Arif Susanto menyatakan dia mencurigai proses
persidangan pada Majelis Kehormatan Dewan (MKD) yang tidak memutuskan
apa-apa, sebagai sebuah perlindungan politik terhadap mafia yang
menggerogoti sektor ESDM.
"Apa indikasinya? Proses di MKD dilokalisasi menjadi tidak lebih dari pelanggaran etika oleh Ketua DPR," ucap Arif di Jakarta, Kamis, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Anti-Mafia Parlemen tentang Putusan MKD atas Kasus Setya Novanto, "Sanksi Berat dan Mundur Yang Terlambat".
Menurut Arif, keputusan yang telah diambil MKD justru mengakomodasi keinginan-keinginan mereka yang berada di belakang permufakatan jahat.
Arif juga mengkritik ketidakmampuan MKD menghadirkan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
"Kalau semua proses ini berakhir hanya dengan pengunduran diri dari Setya Novanto, artinya substansi masalah penggerogotan terhadap negara oleh mafia di bidang ESDM tidak akan terselesaikan," kata Arif.
Setya Novanto menyatakan mundur dari Ketua DPR lewat sebuah surat, kemarin, kepada DPR.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015
"Apa indikasinya? Proses di MKD dilokalisasi menjadi tidak lebih dari pelanggaran etika oleh Ketua DPR," ucap Arif di Jakarta, Kamis, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Anti-Mafia Parlemen tentang Putusan MKD atas Kasus Setya Novanto, "Sanksi Berat dan Mundur Yang Terlambat".
Menurut Arif, keputusan yang telah diambil MKD justru mengakomodasi keinginan-keinginan mereka yang berada di belakang permufakatan jahat.
Arif juga mengkritik ketidakmampuan MKD menghadirkan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
"Kalau semua proses ini berakhir hanya dengan pengunduran diri dari Setya Novanto, artinya substansi masalah penggerogotan terhadap negara oleh mafia di bidang ESDM tidak akan terselesaikan," kata Arif.
Setya Novanto menyatakan mundur dari Ketua DPR lewat sebuah surat, kemarin, kepada DPR.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015