Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian
Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu mengatakan sejumlah perwakilan
perusahaan aplikasi populer (over the top/OTT) sepakat untuk melakukan
self censorship (sensor mandiri) terhadap konten-konten bermuatan
negatif seperti pornografi dan terorisme yang marak.
"Masing-masing penyelenggara OTT telah melakukan beberapa langkah untuk menangani konten internet bermuatan negatif, dan sepakat untuk melakukan self cencorship terhadap konten-konten yang beredar pada masing-masing aplikasi OTT. Selanjutnya akan diadakan rapat lanjutan guna mengevaluasi sejauh mana hasil kesepakatan hari ini dapat dijalankan," katanya di Jakarta, Rabu.
Kesepakatan tersebut merupakan salah satu hal yang dihasilkan dalam rapat yang digelar Kementerian Kominfo bersama perwakilan Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif khususnya Panel tentang Pornogrofi, Kekerasan pada Anak, dan Keamanan Internet serta Panel tentang Terorisme, SARA, dan Kebencian dengan para perwakilan penyelenggara OTT di Indonesia antara lain Twitter Indonesia, Blackberry Indonesia, dan Line Indonesia.
Ismail mengatakan, dari wakil panel menyampaikan bahwa konten-konten yang sudah jelas dilarang Undang-undang seperti pornografi, perjudian, dan terorisme/SARA agar bisa dilakukan filtering secara efektif dari sisi penyedia OTT.
"Yang dimaksud efektif disini adalah sebelum terjadi suatu kasus yang menimbulkan polemik di masyarakat sudah ter-eskalasi dulu di sisi penyelenggara OTT sehingga dapat meminimalisir keresahan yang terjadi di masyarakat. Pemenuhan terkait Undang-undang ini adalah tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, masyarakat, dan stakeholder terkait (penyelenggara OTT)," katanya.
Penyelenggara OTT diharapkan untuk lebih aktif dalam mencegah konten negatif beredar di Indonesia. Panel menyampaikan bahwa terkait penangan konten negatif ini harus disikapi secara serius, panel juga meminta agar permintaan dari perwakilan pemerintah bisa di proses secepatnya, dan harus segera ditangani tanpa diseleksi terlebih dahulu.
"Yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kominfo adalah pencegahan, belum masuk kepada ranah hukum, sebagaimana amanat dalam UU ITE No.11/2008 Pasal 27 dan Pasal 28," katanya.
Lebih lanjut diharapkan ada mekanisme teknis yang bisa diimplementasikan. Sebagai contoh untuk pasar Indonesia, seharusnya konten yang diedarkan sesuai dengan aturan, norma, dan budaya Indonesia, karena negara Indonesia dibangun diatas konstruksi yang sangat menjunjung tinggi agama.
"Manakala dibutuhkan maka bisa dibentuk tim khusus dalam mengecek konten-konten tersebut, dan akan lebih baik lagi kalau tim khusus tersebut berada di Indonesia, sehingga kerja sama antara pemerintah dan penyedia konten berjalan lebih efektif dan efisien," katanya.
Ismail mengatakan, perwakilan penyelenggara OTT menyambut baik inisiatif pemerintah dalam melakukan komunikasi dengan para penyelenggara OTT, lebih lanjut mereka menegaskan bahwa sebagai perusahaan global mereka tetap menjunjung tinggi kearifan lokal dan tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
"Masing-masing penyelenggara OTT telah melakukan beberapa langkah untuk menangani konten internet bermuatan negatif, dan sepakat untuk melakukan self cencorship terhadap konten-konten yang beredar pada masing-masing aplikasi OTT. Selanjutnya akan diadakan rapat lanjutan guna mengevaluasi sejauh mana hasil kesepakatan hari ini dapat dijalankan," katanya di Jakarta, Rabu.
Kesepakatan tersebut merupakan salah satu hal yang dihasilkan dalam rapat yang digelar Kementerian Kominfo bersama perwakilan Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif khususnya Panel tentang Pornogrofi, Kekerasan pada Anak, dan Keamanan Internet serta Panel tentang Terorisme, SARA, dan Kebencian dengan para perwakilan penyelenggara OTT di Indonesia antara lain Twitter Indonesia, Blackberry Indonesia, dan Line Indonesia.
Ismail mengatakan, dari wakil panel menyampaikan bahwa konten-konten yang sudah jelas dilarang Undang-undang seperti pornografi, perjudian, dan terorisme/SARA agar bisa dilakukan filtering secara efektif dari sisi penyedia OTT.
"Yang dimaksud efektif disini adalah sebelum terjadi suatu kasus yang menimbulkan polemik di masyarakat sudah ter-eskalasi dulu di sisi penyelenggara OTT sehingga dapat meminimalisir keresahan yang terjadi di masyarakat. Pemenuhan terkait Undang-undang ini adalah tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, masyarakat, dan stakeholder terkait (penyelenggara OTT)," katanya.
Penyelenggara OTT diharapkan untuk lebih aktif dalam mencegah konten negatif beredar di Indonesia. Panel menyampaikan bahwa terkait penangan konten negatif ini harus disikapi secara serius, panel juga meminta agar permintaan dari perwakilan pemerintah bisa di proses secepatnya, dan harus segera ditangani tanpa diseleksi terlebih dahulu.
"Yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kominfo adalah pencegahan, belum masuk kepada ranah hukum, sebagaimana amanat dalam UU ITE No.11/2008 Pasal 27 dan Pasal 28," katanya.
Lebih lanjut diharapkan ada mekanisme teknis yang bisa diimplementasikan. Sebagai contoh untuk pasar Indonesia, seharusnya konten yang diedarkan sesuai dengan aturan, norma, dan budaya Indonesia, karena negara Indonesia dibangun diatas konstruksi yang sangat menjunjung tinggi agama.
"Manakala dibutuhkan maka bisa dibentuk tim khusus dalam mengecek konten-konten tersebut, dan akan lebih baik lagi kalau tim khusus tersebut berada di Indonesia, sehingga kerja sama antara pemerintah dan penyedia konten berjalan lebih efektif dan efisien," katanya.
Ismail mengatakan, perwakilan penyelenggara OTT menyambut baik inisiatif pemerintah dalam melakukan komunikasi dengan para penyelenggara OTT, lebih lanjut mereka menegaskan bahwa sebagai perusahaan global mereka tetap menjunjung tinggi kearifan lokal dan tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016