Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) penanggulangan
terorisme bersama National Coordinator for Security and Counterterrorism
(NCTV) atau Badan Anti Teror Kerajaan Belanda.
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius bersama Kepala NCTV HWM Schoof disaksikan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol di kantor perwakilan BNPT di Jakarta, Rabu petang (19/7).
Kepala BNPT, sebagaimana dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa penanggulangan terorisme yang selama ini dilakukan oleh BNPT dinilai menarik bagi Belanda. Hal ini terkait dengan Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar serta pendekatan yang digunakan oleh BNPT dalam melawan terorisme.
"Terlebih isu Foreign Terrorists Fighters (FTF) returnees merupakan isu baru bagi Belanda. Selain demi pembelajaran, kedua belah pihak mengharapkan pertukaran informasi seiring dengan adanya penandatanganan MoU," ujar Suhardi.
Mantan Kabareskrim Polri ini menjelaskan, ketertarikan NCTV untuk melakukan kerja sama dengan BNPT karena Kerajaan Belanda telah melihat bagaimana BNPT dapat memproses teroris menjadi mantan teroris melalui program deradikalisasi.
"Pendekatan yang dilakukan dalam program ini jarang ditemui di negara lain, yang melibatkan ulama, aparat, psikolog, dan sosiolog. Mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan narapidana teroris dalam tahanan," kata Suhardi.
Sementara itu Schoof dalam sambutannya mengatakan bahwa MoU ini akan memperkuat kerja sama antara kedua belah pihak. Ia juga menekankan pentingnya penandatanganan MoU antara dua organisasi dari dua negara ini.
"Meskipun kita baru hari ini menandatangani MoU, namun Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Mark Rutte kerap menyebut adanya MoU ini selama G20 Summit lalu di Hamburg, Jerman. Maka ini penting untuk direalisasikan," kata dia.
Bagi NCTV, isu-isu yang menjadi fokus saat ini ialah FTF returnees, aktifnya Al Qaeda dan ISIS, violent extremism, serta cyber crime. Berkaca dari terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Brussel, Paris, dan Jerman, ancaman aksi terorisme dapat terjadi di negaranya.
"Bahkan anak dari teroris cukup menjadi perhatian bagi kami, di mana anak-anak minimal berusia sembilan tahun yang biasa tinggal di lingkungan teroris umumnya memiliki pemahaman radikal serta mahir menggunakan senjata api," katanya.
Menurut Schoof, media sosial juga menjadi perhatian NCTV karena teroris dan ektremis menggunakan media sosial sebagai bentuk marketing dan perekrutan anggota.
"Dalam menangani isu media sosial, kami juga mengadakan kerja sama dengan media sosial ternama yang kerap digunakan teroris, seperti Facebook dan Twitter," kata dia.
Turut hadir dalam penandatanganan MoU tersebut Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT Irjen Pol Hamidin dan para pejabat esolon II dan III di lingkungan Kedeputian III BNPT.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius bersama Kepala NCTV HWM Schoof disaksikan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol di kantor perwakilan BNPT di Jakarta, Rabu petang (19/7).
Kepala BNPT, sebagaimana dikutip dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa penanggulangan terorisme yang selama ini dilakukan oleh BNPT dinilai menarik bagi Belanda. Hal ini terkait dengan Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar serta pendekatan yang digunakan oleh BNPT dalam melawan terorisme.
"Terlebih isu Foreign Terrorists Fighters (FTF) returnees merupakan isu baru bagi Belanda. Selain demi pembelajaran, kedua belah pihak mengharapkan pertukaran informasi seiring dengan adanya penandatanganan MoU," ujar Suhardi.
Mantan Kabareskrim Polri ini menjelaskan, ketertarikan NCTV untuk melakukan kerja sama dengan BNPT karena Kerajaan Belanda telah melihat bagaimana BNPT dapat memproses teroris menjadi mantan teroris melalui program deradikalisasi.
"Pendekatan yang dilakukan dalam program ini jarang ditemui di negara lain, yang melibatkan ulama, aparat, psikolog, dan sosiolog. Mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan narapidana teroris dalam tahanan," kata Suhardi.
Sementara itu Schoof dalam sambutannya mengatakan bahwa MoU ini akan memperkuat kerja sama antara kedua belah pihak. Ia juga menekankan pentingnya penandatanganan MoU antara dua organisasi dari dua negara ini.
"Meskipun kita baru hari ini menandatangani MoU, namun Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Mark Rutte kerap menyebut adanya MoU ini selama G20 Summit lalu di Hamburg, Jerman. Maka ini penting untuk direalisasikan," kata dia.
Bagi NCTV, isu-isu yang menjadi fokus saat ini ialah FTF returnees, aktifnya Al Qaeda dan ISIS, violent extremism, serta cyber crime. Berkaca dari terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia seperti di Brussel, Paris, dan Jerman, ancaman aksi terorisme dapat terjadi di negaranya.
"Bahkan anak dari teroris cukup menjadi perhatian bagi kami, di mana anak-anak minimal berusia sembilan tahun yang biasa tinggal di lingkungan teroris umumnya memiliki pemahaman radikal serta mahir menggunakan senjata api," katanya.
Menurut Schoof, media sosial juga menjadi perhatian NCTV karena teroris dan ektremis menggunakan media sosial sebagai bentuk marketing dan perekrutan anggota.
"Dalam menangani isu media sosial, kami juga mengadakan kerja sama dengan media sosial ternama yang kerap digunakan teroris, seperti Facebook dan Twitter," kata dia.
Turut hadir dalam penandatanganan MoU tersebut Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT Irjen Pol Hamidin dan para pejabat esolon II dan III di lingkungan Kedeputian III BNPT.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017