Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Amnesty International mendukung investigasi
krisis kemanusiaan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar sesuai standar HAM
internasional, kata Deputi Direktur Amnesty Interational untuk Asia
Tenggara dan Pasifik, Josef Benedict.
Saat menyampaikan rekomendasi atas situasi Rohingya, di Jakarta, Jumat, Benedict mengatakan, Myanmar harus mengakhiri kampanye kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara bagian Rakhine utara.
"Myanmar harus bekerja sama sepenuhnya dengan Misi Pencarian Fakta PBB, termasuk dengan mengizinkan anggotanya akses penuh dan tidak terbatas ke seluruh penjuru negara," tuturnya.
Dia juga merekomendasikan agar Myanmar, Bangladesh dan komunitas internasioal dapat memastikan semua pengungsi dan orang-orang terlantar dapat kembali ke rumah mereka secara sukarela, aman dan bermartabat.
"Mereka juga harus memastikan wartawan independen dan pemantau hak asasi manusia memiliki akses ke bagian Rakhine tanpa hambatan ke seluruh wilayah itu," ujarnya.
Josef juga menyampaikan agar pihak berwenang Myanmar berusaha keras untuk mengatasi diskriminasi yang sudah berlangsung sekian lama dan sistematis di Negara Bagian Rakhine, yang telah membuat orang terjebak dalam lingkaran kekerasan dan kemiskinan.
"Mereka juga harus memastikan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya memiliki akses penuh dan tidak terbatas ke semua bagian negara myanmar, dan memastikan bahwa organisasi yang operasi kemanusiaannya saat ini ditangguhkan di Negara Bagian Rakhine dapat melanjutkan operasinya pada kesempatan paling awal," tuturnya.
Selain itu, dia mengharapkan agar wartawan independen dan pemantau hak asasi manusia dapat memiliki akses ke bagian Rakhine tanpa hambatan ke seluruh wilayah itu.
Sebelumnya, krisis kemanusiaan yang dipicu konflik antara kelompok militan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) dan militer di Rakhine State, Myanmar, akan dibahas dalam pertemuan antarmenteri luar negeri ASEAN.
Pertemuan itu akan dilakukan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, 23 September 2017, kata Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (11/9).
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Saat menyampaikan rekomendasi atas situasi Rohingya, di Jakarta, Jumat, Benedict mengatakan, Myanmar harus mengakhiri kampanye kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara bagian Rakhine utara.
"Myanmar harus bekerja sama sepenuhnya dengan Misi Pencarian Fakta PBB, termasuk dengan mengizinkan anggotanya akses penuh dan tidak terbatas ke seluruh penjuru negara," tuturnya.
Dia juga merekomendasikan agar Myanmar, Bangladesh dan komunitas internasioal dapat memastikan semua pengungsi dan orang-orang terlantar dapat kembali ke rumah mereka secara sukarela, aman dan bermartabat.
"Mereka juga harus memastikan wartawan independen dan pemantau hak asasi manusia memiliki akses ke bagian Rakhine tanpa hambatan ke seluruh wilayah itu," ujarnya.
Josef juga menyampaikan agar pihak berwenang Myanmar berusaha keras untuk mengatasi diskriminasi yang sudah berlangsung sekian lama dan sistematis di Negara Bagian Rakhine, yang telah membuat orang terjebak dalam lingkaran kekerasan dan kemiskinan.
"Mereka juga harus memastikan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya memiliki akses penuh dan tidak terbatas ke semua bagian negara myanmar, dan memastikan bahwa organisasi yang operasi kemanusiaannya saat ini ditangguhkan di Negara Bagian Rakhine dapat melanjutkan operasinya pada kesempatan paling awal," tuturnya.
Selain itu, dia mengharapkan agar wartawan independen dan pemantau hak asasi manusia dapat memiliki akses ke bagian Rakhine tanpa hambatan ke seluruh wilayah itu.
Sebelumnya, krisis kemanusiaan yang dipicu konflik antara kelompok militan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) dan militer di Rakhine State, Myanmar, akan dibahas dalam pertemuan antarmenteri luar negeri ASEAN.
Pertemuan itu akan dilakukan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, 23 September 2017, kata Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (11/9).
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017