Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Ignasius Jonan mengatakan proyek mobil listrik membutuhkan insentif
besar dalam pengembangan serta produksinya.
"Mobil listrik 30 tahun lagi tidak akan masif kalau tidak ada insentifnya kepada industri," kata Jonan ketika membuka pameran "Hari Pertambangan" di Jakarta, Selasa.
Bahkan, ia mengusulkan, jika pada tahun 2040 mobil berbahan bakar fosil sudah tidak boleh, maka tentu usul tersebut memiliki tantangan yang sangat besar.
Jika usul tersebut dilaksanakan secara serius, menurut dia, maka pada 2039 tentunya mobil fossil masih bisa jalan, kemudian tahun 2040 sudah dilarang.
Namun, ia menilai, implementasinya kemungkinan juga baru berjalan sekitar 10 tahun atau 20 tahun kemudian yaitu 2050-an. Dengan catatan industri mobil diberikan insentif yang besar untuk mendukung program tersebut.
Kementerian Perindustrian sebelumnya bersama pemangku kepentingan telah melakukan uji coba terhadap 10 prototipe mobil listrik yang bisa dikategorikan laik jalan.
Prototipe tersebut akan dibagikan, antara lain ke Kementerian Perhubungan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar bisa di test sambil regulasinya kami siapkan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Dalam pengembangan mobil listrik ini, dinilainya, diperlukan infrastruktur dan teknologi yang memadai karena jumlah pemasok atau industri penunjangnya masih cukup sedikit dibandingkan produsen kendaraan yang ada saat ini.
"Jadi, butuh persiapan-persiapan yang matang, seperti teknologi baterai dan tempat pengisiannya. Kalau perlu bisa sampai tahan 200 hingga 300 kilometer," kata Airlangga.
Ia menyampaikan, guna mempercepat komersialisasi dan pengembangan produksi kendaraan hibrida dan listrik di dalam negeri, yang juga menjadi faktor terpenting adalah pemberian insentif kepada produsen baik itu insentif fiskal maupun nonfiskal.
Hal itu diyakininya mampu memacu daya saing produksi lokal di kancah internasional. Kemenperin dikatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan serta kementerian dan lembaga terkait dalam melakukan pembahasan fasilitas insentif tersebut.
Insentif ini dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri.
"Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal," demikian Airlangga Hartarto.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
"Mobil listrik 30 tahun lagi tidak akan masif kalau tidak ada insentifnya kepada industri," kata Jonan ketika membuka pameran "Hari Pertambangan" di Jakarta, Selasa.
Bahkan, ia mengusulkan, jika pada tahun 2040 mobil berbahan bakar fosil sudah tidak boleh, maka tentu usul tersebut memiliki tantangan yang sangat besar.
Jika usul tersebut dilaksanakan secara serius, menurut dia, maka pada 2039 tentunya mobil fossil masih bisa jalan, kemudian tahun 2040 sudah dilarang.
Namun, ia menilai, implementasinya kemungkinan juga baru berjalan sekitar 10 tahun atau 20 tahun kemudian yaitu 2050-an. Dengan catatan industri mobil diberikan insentif yang besar untuk mendukung program tersebut.
Kementerian Perindustrian sebelumnya bersama pemangku kepentingan telah melakukan uji coba terhadap 10 prototipe mobil listrik yang bisa dikategorikan laik jalan.
Prototipe tersebut akan dibagikan, antara lain ke Kementerian Perhubungan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar bisa di test sambil regulasinya kami siapkan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Dalam pengembangan mobil listrik ini, dinilainya, diperlukan infrastruktur dan teknologi yang memadai karena jumlah pemasok atau industri penunjangnya masih cukup sedikit dibandingkan produsen kendaraan yang ada saat ini.
"Jadi, butuh persiapan-persiapan yang matang, seperti teknologi baterai dan tempat pengisiannya. Kalau perlu bisa sampai tahan 200 hingga 300 kilometer," kata Airlangga.
Ia menyampaikan, guna mempercepat komersialisasi dan pengembangan produksi kendaraan hibrida dan listrik di dalam negeri, yang juga menjadi faktor terpenting adalah pemberian insentif kepada produsen baik itu insentif fiskal maupun nonfiskal.
Hal itu diyakininya mampu memacu daya saing produksi lokal di kancah internasional. Kemenperin dikatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan serta kementerian dan lembaga terkait dalam melakukan pembahasan fasilitas insentif tersebut.
Insentif ini dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri.
"Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal," demikian Airlangga Hartarto.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017