Jakarta (ANTARA GORONTALO) -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
memastikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Baturaden tidak berdampak terhadap lingkungan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak di Jakarta, Jumat (13/10).
Yunus meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi adanya isu dampak lingkungan seperti lumpur Lapindo. "Saya sudah melihat PLTP di berbagai belahan dunia tidak ada yang menimbulkan bencana. Seperti di Islandia, Italia, Amerika Serikat, Filiphina dan Kenya, semuanya berjalan baik," ujarnya.
Menurut Yunus, karakteristik panas bumi berbeda jauh dengan minyak bumi dan gas (migas). Migas biasanya terdapat di lapisan sedimen yang lemah dan memiliki tekanan tinggi. Sedangkan panas bumi, berada di lapisan batuan beku dan bertekanan kecil. "Kalau migas tekanannya bisa mencapai 120 bar, sedangkan panas bumi hanya sekitar 20 bar," imbuh Yunus.
Soal penolakan masyarakat, kata Yunus, hal tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya, masyarakat belum memahami sepenuhnya manfaat yang didapat dari pembangunan PLTP tersebut.
Panas Bumi hanya menghasilkan sekitar 1,5 persen emisi CO2 dibandingkan dengan batu bara dan hanya sekitar 2,7 persen emisi CO2 dibandingkan dengan gas.
Selain menghasilkan emisi yang sangat kecil, panas bumi juga membutuhkan ruang eksplorasi yang sedikit. Dalam mengembangkan pembangkit berkapasitas 110 mega watt (MW), hanya membutuhkan lahan sekitar 40 hektare dan mensyaratkan lingkungan di atasnya dijaga baik untuk menjaga kelestarian dan ketersediaan panas bumi tersebut.
Yunus mengatakan, pihaknya saat ini terus mengawal penanganan dampak proyek PLTP yang dilakukan PT SAE. Sebelumnya, PT SAE berkomitmen untuk melakukan perbaikan dari sisi hulu proyek PLTP, pembersihan jaringan pipa akibat tersumbat lumpur, serta perbaikan sistem jaringan perpipaan yang tedampak dan mengganti meteran yang rusak.
Untuk penanganan secara permanen, PT SAE akan membangun bak penampungan air besar untuk konsumsi air buat warga terdampak dan pengeboran sumur air tanah.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Hal ini disampaikan oleh Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak di Jakarta, Jumat (13/10).
Yunus meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi adanya isu dampak lingkungan seperti lumpur Lapindo. "Saya sudah melihat PLTP di berbagai belahan dunia tidak ada yang menimbulkan bencana. Seperti di Islandia, Italia, Amerika Serikat, Filiphina dan Kenya, semuanya berjalan baik," ujarnya.
Menurut Yunus, karakteristik panas bumi berbeda jauh dengan minyak bumi dan gas (migas). Migas biasanya terdapat di lapisan sedimen yang lemah dan memiliki tekanan tinggi. Sedangkan panas bumi, berada di lapisan batuan beku dan bertekanan kecil. "Kalau migas tekanannya bisa mencapai 120 bar, sedangkan panas bumi hanya sekitar 20 bar," imbuh Yunus.
Soal penolakan masyarakat, kata Yunus, hal tersebut merupakan hal yang wajar. Pasalnya, masyarakat belum memahami sepenuhnya manfaat yang didapat dari pembangunan PLTP tersebut.
Panas Bumi hanya menghasilkan sekitar 1,5 persen emisi CO2 dibandingkan dengan batu bara dan hanya sekitar 2,7 persen emisi CO2 dibandingkan dengan gas.
Selain menghasilkan emisi yang sangat kecil, panas bumi juga membutuhkan ruang eksplorasi yang sedikit. Dalam mengembangkan pembangkit berkapasitas 110 mega watt (MW), hanya membutuhkan lahan sekitar 40 hektare dan mensyaratkan lingkungan di atasnya dijaga baik untuk menjaga kelestarian dan ketersediaan panas bumi tersebut.
Yunus mengatakan, pihaknya saat ini terus mengawal penanganan dampak proyek PLTP yang dilakukan PT SAE. Sebelumnya, PT SAE berkomitmen untuk melakukan perbaikan dari sisi hulu proyek PLTP, pembersihan jaringan pipa akibat tersumbat lumpur, serta perbaikan sistem jaringan perpipaan yang tedampak dan mengganti meteran yang rusak.
Untuk penanganan secara permanen, PT SAE akan membangun bak penampungan air besar untuk konsumsi air buat warga terdampak dan pengeboran sumur air tanah.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017