Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Terlepas dari asalnya dalam tradisi pagan dan
Nasrani, perayaan Halloween pada masa modern Amerika sering kali murni
perayaan sekuler yang diwarnai dengan kostum hantu dan permen, serta si
labu Jack O’Lantern.
Fakta
lainnya, banyak kostum Halloween inspirasinya berasal dari ritual yang
sama. Misalnya, sering kali pengunjung akan datang memegang lentera yang
dibuat dari lobak yang dilubangi dengan lilin di dalamnya, yang
merepresentasikan jiwa dalam api penyucian.
Orang Katolik Irlandia menghadapi prasangka dari kekuatan penduduk asli di tanah baru mereka, perayaan ini akhirnya terlepas dari ritual agama dan menjadi budaya populer.
Ketika para imigran mulai berasimilasi, temuan dokumen koran melaporkan kostum menjadi tren di kalangan siswa abad 19.
Dan
saat suburbanisasi tumbuh tahun 1950an, Trick or Treat berkembang
menjadi jamuan bagi anak-anak seperti yang dikenal saat ini, demikian
menurut artikel yang disiarkan laman Time.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Faktanya salah satu aspek liburan yang tampak remeh ini punya masa lalu yang religius.
Orang-orang
Kristen pada abad pertengahan punya tradisi melakukan perayaan itu pada
Hallowtide, malam All Saints’ Day. Pada saat itu orang-orang miskin
mengunjungi rumah orang-orang kaya dan menawarkan doa bagi anggota
keluarga yang baru meninggal dunia.
Dengan
lebih banyak doa, jiwa diyakini akan lebih selamat, jelas ahli sejarah
Nicholas Rogers, penulis Halloween: From Pagan Ritual to Party Night.
Sebagai bentuk penghargaan, orang-orang kaya memberi orang miskin makanan dan bir.
Mereka mengadakan misa agar jiwa-jiwa tersebut tidak merasa diabaikan sehingga menghantui orang-orang yang masih hidup.
Sejarawan
abad pertengahan Inggris bernama John Stow melaporkan bahwa kostum
samaran dan topeng, dan kadang grup kur berdandan dengan kostum calon
pengantin, menggambarkan pernikahan yang akan menghasilkan lebih banyak
kelahiran untuk menambah populasi orang Kristen.
Tetapi, setelah Reformasi Protestan gagasan menyelamatkan jiwa dengan cara ini mulai tidak populer.
Namun beberapa penganut Katolik masih melakukan kunjungan dari rumah ke rumah pada malam All Saints' Day.
Tahun 1840an, gelombang imigran Irlandia dan Skotlandia membawa tradisi itu ke Amerika Serikat.
Orang-orang
muda berdansa di luar rumah sewaan sebagai balasan atas hadiah yang
mereka terima, lalu berkembang menjadi acara pesta dan minum-minum di
jalan dan bar.
Kostum-kostum dibuat dari baju
lama, wajah diwarnai dengan penyumbat minuman yang dibakar, sementara
permainanannya meliputi saling memukul dengan kantung berisi tepung dan
memasukkan kubis ke cerobong asap.
Orang Katolik Irlandia menghadapi prasangka dari kekuatan penduduk asli di tanah baru mereka, perayaan ini akhirnya terlepas dari ritual agama dan menjadi budaya populer.
Ketika para imigran mulai berasimilasi, temuan dokumen koran melaporkan kostum menjadi tren di kalangan siswa abad 19.
Awal
1900an, sekolah dan klub populer mulai mengadakan pesta Halloween, dan
sejak itu muncul buku panduan untuk menyelenggarakan perayaan semacam
itu.
Tahun 1930an, Amerika Utara punya istilah baru untuk tradisi lama itu: trick-or-treating.
Editor : Hence Paat
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017