Beijing (ANTARA GORONTALO) - Delapan pengusaha kopi Indonesia telah bertemu dengan para pengusaha dari China dalam upaya merumuskan strategi untuk meningkatkan ekspor ke negara berpenduduk terbesar di dunia itu.
Asosiasi Pengusaha Indonesia di China Selatan (SCIBA) dan Asosiasi Pakar Kopi Indonesia (SCAI) terlibat dalam diskusi kelompok terfokus mengenai masalah itu dengan para pengusaha dari Guangzhou, Shanghai, dan Hong Kong pekan lalu.
"Kami berinisiatif mengumpulkan mereka agar dapat mencapai rumusan meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok," kata Konsul Jenderal RI di Guangzhou Ratu Silvy Gayatri kepada Antara di Beijing, Senin.
Silvy menyebutkan pada Januari-September 2017, ekspor kopi Indonesia ke China mencapai 34,1 juta dolar AS. Indonesia berada di peringkat dua dalam daftar negara pengekspor kopi ke China di bawah Vietnam yang selama periode tersebut nilai ekspor kopinya telah mencapai 368,8 juta dolar AS.
Ia yakin Indonesia mampu mengejar Vietnam, antara lain karena produk kopi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. "Bersama Brasil, Vietnam, dan Kolombia, Indonesia merupakan satu dari empat negara penghasil kopi terbesar di dunia," ujarnya.
Pasar kopi China pun masih berkembang dengan pertumbuhan konsumsi kopi per kapita di China terus meningkat antara 15 hingga 30 persen per tahun, jauh di atas peningkatan konsumsi kopi rata-rata di dunia yang hanya 2,3 persen per tahun.
Menurut catatan KJRI Guangzhou, tahun 2020 nilai industri kopi di daratan Tiongkok diproyeksikan mencapai 300 miliar RMB atau sekitar Rp600 triliun.
"Hal ini dipicu oleh perubahan gaya hidup masyarakat Tiongkok. Generasi muda Tiongkok semakin menggemari kopi sebagai gaya hidup baru yang dinilai modern," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Silvy, produksi kopi China yang berpusat di Yunnan dan Hainan tidak mampu memenuhi tingginya permintaan kopi domestik sehingga impor kopi menjadi keharusan.
"Kami yakin bahwa peluang tersebut hanya dapat diperoleh manfaatnya secara maksimal jika pemerintah sebagai fasilitator dan pelaku usaha kopi dapat saling bersinergi dan bekerja sama," kata Konjen.
Ketua SCIBA Tjin Pek Yan mengatakan untuk memaksimalkan ekspor kopi ke China, Indonesia harus fokus pada kopi jenis arabica berkualitas mengingat kepemilikan lahan petani di Indonesia relatif kecil, sekitar satu hingga dua hektare.
Padahal, menurut pengusaha asal Bandung yang sudah 17 tahun membuka usaha di China itu, petani kopi di negara-negara seperti Vietnam, Brasil, dan Kolombia memiliki perkebunan yang jauh lebih luas dan dikelola dalam skala industri besar.
"Kita perlu lebih fokus menjual produk kopi berkualitas dengan harga premium. Kopi asal Panama, misalnya, dengan fokus penjualan kopi kelas premium, harga per pound di sini bisa mencapai 20 dolar AS, sementara kopi dari Indonesia sekitar dua dolar AS," jelas Pek Yan.
Ketua Pembina SCAI Delima Hasri Darmawan mendorong para pedagang dan petani di Indonesia bekerja sama untuk menghasilkan kopi yang berkualitas.
"Pedagang harus turun ke bawah untuk membina dan membimbing para petani agar kualitas kopi terjaga," ujarnya.
Sementara Jason, importir kopi Indonesia asal China, menyarankan Indonesia mengekspor kopi jenis robusta dalam bentuk kemasan.
"Kalau Indonesia menjual kopi robusta dalam bentuk bijian ke China sangat sulit bersaing dengan Vietnam yang mampu menjual kopi jenis serupa dengan harga yang jauh lebih murah," ujarnya.
Selain itu, para peserta diskusi juga mendorong pelaku usaha kopi Indonesia lebih giat lagi melakukan promosi di China
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017
Asosiasi Pengusaha Indonesia di China Selatan (SCIBA) dan Asosiasi Pakar Kopi Indonesia (SCAI) terlibat dalam diskusi kelompok terfokus mengenai masalah itu dengan para pengusaha dari Guangzhou, Shanghai, dan Hong Kong pekan lalu.
"Kami berinisiatif mengumpulkan mereka agar dapat mencapai rumusan meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok," kata Konsul Jenderal RI di Guangzhou Ratu Silvy Gayatri kepada Antara di Beijing, Senin.
Silvy menyebutkan pada Januari-September 2017, ekspor kopi Indonesia ke China mencapai 34,1 juta dolar AS. Indonesia berada di peringkat dua dalam daftar negara pengekspor kopi ke China di bawah Vietnam yang selama periode tersebut nilai ekspor kopinya telah mencapai 368,8 juta dolar AS.
Ia yakin Indonesia mampu mengejar Vietnam, antara lain karena produk kopi Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. "Bersama Brasil, Vietnam, dan Kolombia, Indonesia merupakan satu dari empat negara penghasil kopi terbesar di dunia," ujarnya.
Pasar kopi China pun masih berkembang dengan pertumbuhan konsumsi kopi per kapita di China terus meningkat antara 15 hingga 30 persen per tahun, jauh di atas peningkatan konsumsi kopi rata-rata di dunia yang hanya 2,3 persen per tahun.
Menurut catatan KJRI Guangzhou, tahun 2020 nilai industri kopi di daratan Tiongkok diproyeksikan mencapai 300 miliar RMB atau sekitar Rp600 triliun.
"Hal ini dipicu oleh perubahan gaya hidup masyarakat Tiongkok. Generasi muda Tiongkok semakin menggemari kopi sebagai gaya hidup baru yang dinilai modern," ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Silvy, produksi kopi China yang berpusat di Yunnan dan Hainan tidak mampu memenuhi tingginya permintaan kopi domestik sehingga impor kopi menjadi keharusan.
"Kami yakin bahwa peluang tersebut hanya dapat diperoleh manfaatnya secara maksimal jika pemerintah sebagai fasilitator dan pelaku usaha kopi dapat saling bersinergi dan bekerja sama," kata Konjen.
Ketua SCIBA Tjin Pek Yan mengatakan untuk memaksimalkan ekspor kopi ke China, Indonesia harus fokus pada kopi jenis arabica berkualitas mengingat kepemilikan lahan petani di Indonesia relatif kecil, sekitar satu hingga dua hektare.
Padahal, menurut pengusaha asal Bandung yang sudah 17 tahun membuka usaha di China itu, petani kopi di negara-negara seperti Vietnam, Brasil, dan Kolombia memiliki perkebunan yang jauh lebih luas dan dikelola dalam skala industri besar.
"Kita perlu lebih fokus menjual produk kopi berkualitas dengan harga premium. Kopi asal Panama, misalnya, dengan fokus penjualan kopi kelas premium, harga per pound di sini bisa mencapai 20 dolar AS, sementara kopi dari Indonesia sekitar dua dolar AS," jelas Pek Yan.
Ketua Pembina SCAI Delima Hasri Darmawan mendorong para pedagang dan petani di Indonesia bekerja sama untuk menghasilkan kopi yang berkualitas.
"Pedagang harus turun ke bawah untuk membina dan membimbing para petani agar kualitas kopi terjaga," ujarnya.
Sementara Jason, importir kopi Indonesia asal China, menyarankan Indonesia mengekspor kopi jenis robusta dalam bentuk kemasan.
"Kalau Indonesia menjual kopi robusta dalam bentuk bijian ke China sangat sulit bersaing dengan Vietnam yang mampu menjual kopi jenis serupa dengan harga yang jauh lebih murah," ujarnya.
Selain itu, para peserta diskusi juga mendorong pelaku usaha kopi Indonesia lebih giat lagi melakukan promosi di China
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2017