New York (Antaranews Gorontalo) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena dukungan dari kemungkinan gangguan pasokan dan pasar ekuitas yang kuat mengimbangi dampak aksi ambil untung menyusul reli pekan lalu di atas tertinggi tiga tahun.
Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni bertambah 0,16 dolar AS menjadi ditutup pada 71,58 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik 0,30 dolar AS menjadi menetap di 66,52 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
"Itu tampak seolah-olah volatilitas, untuk sebagian besar, dihamburkan dan sebagian dari itu dapat dikaitkan dengan berkurangnya eskalasi dalam peristiwa-peristiwa selama akhir pekan, dan kami memiliki S&P yang sedikit lebih kuat hari ini," kata Brian LaRose, analis teknikal di United-ICAP seperti dilansir Reuters.
S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average naik sekitar satu persen pada Selasa (17/4).
Selama akhir pekan, Amerika Serikat dan sekutunya (Inggris dan Prancis) meluncurkan serangan udara di Suriah, meningkatkan kekhawatiran tentang keberlanjutan akses ke pasokan minyak mentah regional.
Kekhawatiran tersebut menambah kekhawatiran pasokan yang ada terkait dengan kemungkinan sanksi AS yang diperbarui terhadap Iran, dan penurunan produksi di Venezuela yang bermasalah.
Brent telah meningkat 1,8 persen sejauh bulan ini. Brent mencapai puncaknya minggu lalu 73,09 dolar AS, tertinggi sejak akhir 2014.
"Kenaikan ini murni karena risiko geopolitik dan jika sekarang kami belum memiliki stimulus lebih lanjut, kami melihat harga sedikit turun," kata ahli strategi komoditas Natixis, Joel Hancock.
Namun, para analis memperkirakan ketidakpastian atas kesepakatan nuklir Iran akan terus mendukung harga hingga 12 Mei, batas waktu yang diberikan Presiden AS Donald Trump kepada Kongres dan sekutu Eropa untuk "memperbaiki" kesepakatan.
Jika Washington tidak memperbarui pengurangan sanksi, Iran mungkin mengalami kesulitan mengekspor minyak mentah.
Namun demikian, antusiasme "bullish" atas prospek harga minyak, mungkin terganjal oleh peningkatan pasokan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk minyak mentah AS.
"Kami telah melihat bahwa `spread` kontrak Mei-Juni di WTI berayun kembali ke contango (harga berjangka berada di atas harga spot) yang diharapkan hari ini. Dan itu agak bearish ... itu menyiratkan berlanjutnya tren kenaikan dalam pasokan minyak mentah Cushing," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.
"Tidak banyak volatilitas hari ini, karena kami menunggu data API dan EIA," kata Ritterbusch.
American Petroleum Institute akan menerbitkan data persediaan mingguan AS pada Selasa sore waktu setempat, sementara data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) akan dirilis Rabu waktu setempat.
"Jika kita bisa ... bergerak lebih tinggi besok ,itu akan menjadi tanda yang konstruktif," kata LaRose.
"Kami ingin melihat tindak lanjut untuk memastikan bahwa ini adalah jeda dan bukan pengelabuan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018
Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni bertambah 0,16 dolar AS menjadi ditutup pada 71,58 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei naik 0,30 dolar AS menjadi menetap di 66,52 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
"Itu tampak seolah-olah volatilitas, untuk sebagian besar, dihamburkan dan sebagian dari itu dapat dikaitkan dengan berkurangnya eskalasi dalam peristiwa-peristiwa selama akhir pekan, dan kami memiliki S&P yang sedikit lebih kuat hari ini," kata Brian LaRose, analis teknikal di United-ICAP seperti dilansir Reuters.
S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average naik sekitar satu persen pada Selasa (17/4).
Selama akhir pekan, Amerika Serikat dan sekutunya (Inggris dan Prancis) meluncurkan serangan udara di Suriah, meningkatkan kekhawatiran tentang keberlanjutan akses ke pasokan minyak mentah regional.
Kekhawatiran tersebut menambah kekhawatiran pasokan yang ada terkait dengan kemungkinan sanksi AS yang diperbarui terhadap Iran, dan penurunan produksi di Venezuela yang bermasalah.
Brent telah meningkat 1,8 persen sejauh bulan ini. Brent mencapai puncaknya minggu lalu 73,09 dolar AS, tertinggi sejak akhir 2014.
"Kenaikan ini murni karena risiko geopolitik dan jika sekarang kami belum memiliki stimulus lebih lanjut, kami melihat harga sedikit turun," kata ahli strategi komoditas Natixis, Joel Hancock.
Namun, para analis memperkirakan ketidakpastian atas kesepakatan nuklir Iran akan terus mendukung harga hingga 12 Mei, batas waktu yang diberikan Presiden AS Donald Trump kepada Kongres dan sekutu Eropa untuk "memperbaiki" kesepakatan.
Jika Washington tidak memperbarui pengurangan sanksi, Iran mungkin mengalami kesulitan mengekspor minyak mentah.
Namun demikian, antusiasme "bullish" atas prospek harga minyak, mungkin terganjal oleh peningkatan pasokan di Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk minyak mentah AS.
"Kami telah melihat bahwa `spread` kontrak Mei-Juni di WTI berayun kembali ke contango (harga berjangka berada di atas harga spot) yang diharapkan hari ini. Dan itu agak bearish ... itu menyiratkan berlanjutnya tren kenaikan dalam pasokan minyak mentah Cushing," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.
"Tidak banyak volatilitas hari ini, karena kami menunggu data API dan EIA," kata Ritterbusch.
American Petroleum Institute akan menerbitkan data persediaan mingguan AS pada Selasa sore waktu setempat, sementara data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) akan dirilis Rabu waktu setempat.
"Jika kita bisa ... bergerak lebih tinggi besok ,itu akan menjadi tanda yang konstruktif," kata LaRose.
"Kami ingin melihat tindak lanjut untuk memastikan bahwa ini adalah jeda dan bukan pengelabuan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018