Surabaya (Antaranews Gorontalo) - Ada fenomena alam yang sebaiknya jangan dilewatkan masyarakat Indonesia, karena menurut  Pakar Fisika Teori Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr rer nat Bintoro Anang Subagyo, gerhana bulan total yang terjadi di Indonesia pada Sabtu (28/7) dini hari merupakan fase totalitas terlama sepanjang abad terakhir.

Pria yang akrab disapa Bintoro ini, di Surabaya, Jawa Timur,  mengatakan, fase totalitas gerhana bulan kali ini akan berlangsung selama 103 menit.

Ia memperkirakan fase penumbra akan mulai terlihat pada 00.14 dini hari. Gerhana sebagian akan nampak sejak 01.24, sedangkan gerhana total mulai terlihat pada 02.30 dan akan berakhir setelah waktu salat subuh.

"Gerhana ini sebenarnya akan berakhir pada 06.28, tetapi sudah tidak dapat diamati karena posisi bulan sudah tenggelam," kata Bintoro.

Berdasarkan siklus, gerhana bulan dengan fase totalitas terlama akan kembali terjadi pada 9 Juni 2123 dengan durasi 106 menit. Hal ini serupa dengan Super Blue Blood Moon pada Januari lalu, yang akan kembali terulang 100 tahun kemudian.

"Ini merupakan kali kedua fenomena gerhana bulan langka yang mampu diamati di Indonesia," ujarnya.

Ia menjelaskan, durasi waktu yang cukup panjang ini dikarenakan lintasan bulan pada saat itu hampir mendekati garis tengah lingkaran bayangan gelap (umbra) bumi, sehingga bulan akan berada dalam bayangan tersebut dalam waktu yang relatif lebih lama.

Baca juga: LAPAN nyatakan 28 Juli gerhana bulan total terlama

Fenomena aphelion, yaitu bumi berada pada titik terjauh dari matahari yang terjadi bulan Juli ini juga diduga menjadi penyebabnya.

"Saat puncak gerhana itu berlangsung, jarak bumi-matahari lebih dekat sekitar 184 ribu km daripada saat aphelion, atau menjadi sejauh 151,8 juta km," tutur Bintoro.

Layaknya gerhana bulan pada umumnya, ia menjelaskan, gerhana dini hari nanti dapat disaksikan dengan mata telanjang. "Tidak perlu menggunakan kaca mata seperti saat gerhana matahari," ucapnya.

Dengan demikian, ia berharap, masyarakat di Indonesia, terutama di Surabaya tidak melewatkan fenomena alam langka ini.

Pewarta: Indra Setiawan

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2018