Gubernur Jawa Barat, M Ridwan Kamil, memberikan penjelasan tentang tuduhan ada "simbol illuminati" pada salah satu masjid rancangannya, yakni Masjid Al-Safar di rest area Jalan Tol Purbaleunyi di km 88. Sebelum menjebloskan diri ke dunia politik, dia seorang arsitek.

Ia memberi penjelasan itu pada diskusi yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, di Bale Asri Pusdai, Jawa Barat, Bandung, Senin, dengan menghadirkan Ustadz Rahmat Baequni.

"Demi Allah tidak ada niat apa pun dalam benak saya dalam mendesain masjid, khususnya Masjid Al-Safar, kecuali ingin mendatangkan lebih banyak jemaah yang sholat di situ," kata dia.

Polemik tuduhan Masjid Al-Safar terkait "simbol illuminati" ini muncul saat satu video di media sosial menayangkan seorang pendakwah yang membahas mengenai desain berbentuk segitiga di masjid ini.

Video itu menjadi viral di ranah media sosial karena masjid yang didesain oleh Ridwan Kamil terdapat simbol segitiga dan simbol ini identik dengan "simbol illuminati".

Dalam pemaparannya, dia mengatakan, terkait bentuk-bentuk geometri yang terdapat dalam dunia arsitektur dan ia memastikan bentuk segitiga yang ada di Masjid Al-Safar bukan "simbol illuminati."

Simbol yang ada dalam mihrab masjid itu bukan bentuk segitiga melainkan bentuk trapesium. "Jadi sekarang disampaikan bahwa bentuknya segitiga. Ini bukan segitiga, ini adalah trapesium. Segitiga mah A plus B plus C," kata dia.

"Apabila trapesium itu A plus B plus C plus D karena atasnya dipancung. Maka rumus matematikanya beda dengan segitiga," lanjut dia.

Ia menjelaskan lingkaran yang berada di mihrab Masjid Al-Safar bukan menjadi desainnya dan hal itu adalah tambahan dari pihak kontraktor dan tanpa sepengetahuan dia.

"Saya ingin mengklarifikasi sekarang bahwa desain saya tidak pakai lingkaran. Karena proyeknya mangkrak oleh Jasa Marga, saat saya datang sudah seperti itu. Saya tanya kenapa ada lingkaran, katanya kreasi dari kontraktor," katanya.

Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat, Rahmat Syafei, mengatakan, saat ini dalam kajian MUI Pusat tidak ada simbolik atau tekstual khusus dengan kaidah penafsiran ilmu fiqih dan ilmu tafsir.

Ia mengatakan, perbedaan dalam berbagai hal termasuk desain rumah ibadah seperti masjid merupakan hal wajar dan yang paling penting adalah bagaimana menghargai perbedaan pendapat yang mampu menjaga persatuan sesama umat Islam.

"Acara ini sengaja diadakan untuk memperkuat itu. Tidak ada yang merasa paling benar dalam hal ini," kata dia.

Terkait polemik simbol segitiga pada masjid tersebut yang disebut mengagungkan Yahudi, dia akan berkomunikasi kembali dengan MUI pusat guna memperjelas hal-hal yang sekarang ramai diperbincangkan masyarakat.

Pewarta: Ajat Sudrajat

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2019