Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Ketua Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) Mat Bahsoan, mengatakan, pembukaan perkebunan sawit di Provinsi Gorontalo akan menambah jumlah lahan kritis.

"Sawit justru menyebabkan adanya lahan kritis. Apalagi jika lahan yang digunakan adalah kawasan hutan yang dibabat, kemudian ditanami sawit. Beberapa waktu kemudian lahan itu bisa dipastikan tidak akan potensial lagi," katanya.

Ia mencontohkan, adanya pembukaan lahan sawit (land clearing) yang dilakukan beberapa perusahaan di Kabupaten Pohuwato lebih dari 53 ribu hektare, telah mematikan sub Daerah Aliran Sungai Popayato Cabang Kanan, karena dengan sengaja ditutup pihak perusahan.

Kondisi itu mengakibatkan ancaman banjir akan senantiasa menghantui masyarakat Popayato.

"Hilangnya sejumlah sumber air akan memicu kekeringan. karena air tanaman monokultur seperti sawit, di mana dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter per hari," jelasnya.

Selain itu, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis dikawasan konsesi perkebunan sawit.

Hal ini, lanjutnya akan memicu kerentanan kondisi alam berupa menurunnya kualitas lahan yang disertai� erosi.

"Kami menolak keras adanya ekspansi sawit ini. Di Gorontalo ada empat kabupaten yang membuka lahan sawit yakni Pohuwato, Boalemo dan Gorontalo Utara," tambahnya.

Empat perusahaan yang telah mengantongi izin di Kabupaten Pohuwato adalah PT. Sawindo Cemerlang, PT. Sawit Tiara Nusa, PT.Inti Global Laksana dan PT.Banyan Tumbuh Lestari.

Sementara itu dari data Dinas Kehutanan Provinsi Gorontalo, terdapat 257.816 hektare lahan yang masuk kategori kritis.

Berdasarkan analisis BP DAS Bone Bolango, lahan di Provinsi Gorontalo dikategorikan 20.361 ha (1,6 persen) dalam kondisi tidak kritis, 370.475 hektare (30 persen) potensi kritis, 586.594 ha (47,5 persen) agak kritis, 185.152 ha (15 persen ) kritis, dan 72.545 ha (5,9 persen) sangat kritis. 

Pewarta: Debby Hariyanti Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2014