Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani membantah DPR melakukan penyelundupan hukum dalam proses revisi UU KPK karena tidak ada proses yang ditutupi dalam perjalanannya hingga disahkan menjadi UU.
"Saya kira DPR tidak menyulitkan (dalam proses revisi UU KPK), kalau pada saat itu mereka datang ke saya, pasti dikasih (dokumen revisi UU KPK)," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia membantah terkait pemberitaan kalau tim KPK kesulitan dalam mengambil dokumen dalam proses revisi UU KPK karena pasti diberikan apabila diminta.
Menurut dia, tidak ada tim dari KPK yang datang untuk meminta dokumen revisi UU KPK karena permintaan itu bisa dilakukan secara formal maupun informal.
"Kenapa mesti tertutup (daftar hadir), untuk apa ditutupi. Silakan saja mengatakan DPR menyelundupkan hukum, silakan didalilkan dan dibuktikan dalam uji materi," ujarnya.
Arsul mengatakan seharusnya dalam proses uji materi di MK fokusnya pada isi pasal-pasal yang ada dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK apakah bertentangan dengan norma yang ada di dalam UUD atau tidak.
Menurut dia untuk apa para pemohon uji materi mempersoalkan absen kehadiran anggota DPR proses revisi UU KPK karena seharusnya yang dipersoalkan di MK adalah materi UU bukan proses revisinya.
"Dalam UUD pasal 24C menguji secara materi karena itu disebut uji materi, materinya (yang diuji) bukan prosesinya," katanya.
Sebelumnya, sebanyak tiga mantan pimpinan KPK dan sejumlah pegiat antikorupsi menyebut terjadi penyelundupan hukum dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang KPK oleh DPR RI dan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum pemohon, Muhammad Isnur dalam sidang perbaikan permohonan uji formil terhadap Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
"Pembentuk undang-undang melakukan penyelundupan hukum dalam proses perencanaan dan pembahasan perubahan kedua UU KPK," kata Muhammad Isnur.
Menurut kuasa hukum pemohon, revisi UU KPK awalnya tidak masuk ke dalam Prolegnas 2019, bahkan tidak pernah disinggung selama evaluasi pada 28 Mei, 4 Juli, 5 Juli dan 1 Agustus. Penyelundupan disebut terjadi saat evaluasi Prolegnas 2019 pada 9 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Saya kira DPR tidak menyulitkan (dalam proses revisi UU KPK), kalau pada saat itu mereka datang ke saya, pasti dikasih (dokumen revisi UU KPK)," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia membantah terkait pemberitaan kalau tim KPK kesulitan dalam mengambil dokumen dalam proses revisi UU KPK karena pasti diberikan apabila diminta.
Menurut dia, tidak ada tim dari KPK yang datang untuk meminta dokumen revisi UU KPK karena permintaan itu bisa dilakukan secara formal maupun informal.
"Kenapa mesti tertutup (daftar hadir), untuk apa ditutupi. Silakan saja mengatakan DPR menyelundupkan hukum, silakan didalilkan dan dibuktikan dalam uji materi," ujarnya.
Arsul mengatakan seharusnya dalam proses uji materi di MK fokusnya pada isi pasal-pasal yang ada dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK apakah bertentangan dengan norma yang ada di dalam UUD atau tidak.
Menurut dia untuk apa para pemohon uji materi mempersoalkan absen kehadiran anggota DPR proses revisi UU KPK karena seharusnya yang dipersoalkan di MK adalah materi UU bukan proses revisinya.
"Dalam UUD pasal 24C menguji secara materi karena itu disebut uji materi, materinya (yang diuji) bukan prosesinya," katanya.
Sebelumnya, sebanyak tiga mantan pimpinan KPK dan sejumlah pegiat antikorupsi menyebut terjadi penyelundupan hukum dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang KPK oleh DPR RI dan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum pemohon, Muhammad Isnur dalam sidang perbaikan permohonan uji formil terhadap Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu.
"Pembentuk undang-undang melakukan penyelundupan hukum dalam proses perencanaan dan pembahasan perubahan kedua UU KPK," kata Muhammad Isnur.
Menurut kuasa hukum pemohon, revisi UU KPK awalnya tidak masuk ke dalam Prolegnas 2019, bahkan tidak pernah disinggung selama evaluasi pada 28 Mei, 4 Juli, 5 Juli dan 1 Agustus. Penyelundupan disebut terjadi saat evaluasi Prolegnas 2019 pada 9 September 2019.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020