Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Anwar Makarim menyatakan pelaku yang terbukti melakukan kekerasan atau pelecehan seksual di dunia pendidikan seharusnya langsung ditindak atau dikeluarkan.
"Itu opini saya sebagai Nadiem Makarim, secara personal, bukan sebagai pembuat kebijakan. Bagi saya pribadi kalau ada terbukti, hal itu tidak ada abu-abunya," kata dia di Jakarta, Rabu:
Hal tersebut disampaikannya dalam menanggapi protes atas kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus dengan banyaknya mahasiswi yang sudah menjadi korban.
Namun, ia mengakui implementasi dari opininya tersebut tentu memerlukan campur tangan sejumlah pihak, termasuk haknya harus ada di pemerintahan daerah.
Apalagi, hal yang dilaporkan belum merupakan keseluruhan kasus, melainkan baru sebagian kecil saja dan kenyataan di lapangan bisa saja jauh lebih besar.
"Ini membuat saya luar biasa sedih dan ini sangat memprihatinkan bahwa bisa terjadi dalam skala yang besar," ujarnya.
Sementara itu terkait bagaimana pemerintah pusat bisa melakukan sesuatu, melindungi para korban di lingkungan dunia pendidikan serta memberikan animo atau suatu payung hukum, Nadiem mengatakan hal tersebut masih sedang dikaji.
Sebenarnya, kata dia, sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan tentang kekerasan ataupun pelecehan. Namun, cara untuk mengoperasionalkan aturan tersebut masih dikaji oleh kementerian terkait.
Sebab, topik-topik semacam radikalisme atau ideologi yang melawan dan bertentangan dengan Pancasila itu secara keseluruhannya harus ada kriteria kartu merah.
Di sisi lain, Kemendikbud secara umum belum menemukan atau menentukan instrumen yang akan digunakan dalam melihat kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, ia mengatakan yang paling penting adalah hasil akhirnya.
"Kita harus temukan instrumen yang hasil akhirnya bisa melindungi, bisa untuk mencegah hal itu terjadi dan juga memastikan ada hukuman serta keadilan bagi yang melakukan," kata pendiri Gojek tersebut.
Menurutnya, dengan mempertimbangkan hasil akhir terlebih dahulu, maka dapat dirumuskan keputusan-keputusan sesuai kebutuhan, baik itu berupa regulasi, sanksi atau upaya bekerja sama dengan kementerian lain.
"Jadi itu masih belum, masih dikaji," ujar dia.*
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Itu opini saya sebagai Nadiem Makarim, secara personal, bukan sebagai pembuat kebijakan. Bagi saya pribadi kalau ada terbukti, hal itu tidak ada abu-abunya," kata dia di Jakarta, Rabu:
Hal tersebut disampaikannya dalam menanggapi protes atas kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus dengan banyaknya mahasiswi yang sudah menjadi korban.
Namun, ia mengakui implementasi dari opininya tersebut tentu memerlukan campur tangan sejumlah pihak, termasuk haknya harus ada di pemerintahan daerah.
Apalagi, hal yang dilaporkan belum merupakan keseluruhan kasus, melainkan baru sebagian kecil saja dan kenyataan di lapangan bisa saja jauh lebih besar.
"Ini membuat saya luar biasa sedih dan ini sangat memprihatinkan bahwa bisa terjadi dalam skala yang besar," ujarnya.
Sementara itu terkait bagaimana pemerintah pusat bisa melakukan sesuatu, melindungi para korban di lingkungan dunia pendidikan serta memberikan animo atau suatu payung hukum, Nadiem mengatakan hal tersebut masih sedang dikaji.
Sebenarnya, kata dia, sudah ada beberapa peraturan perundang-undangan tentang kekerasan ataupun pelecehan. Namun, cara untuk mengoperasionalkan aturan tersebut masih dikaji oleh kementerian terkait.
Sebab, topik-topik semacam radikalisme atau ideologi yang melawan dan bertentangan dengan Pancasila itu secara keseluruhannya harus ada kriteria kartu merah.
Di sisi lain, Kemendikbud secara umum belum menemukan atau menentukan instrumen yang akan digunakan dalam melihat kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, ia mengatakan yang paling penting adalah hasil akhirnya.
"Kita harus temukan instrumen yang hasil akhirnya bisa melindungi, bisa untuk mencegah hal itu terjadi dan juga memastikan ada hukuman serta keadilan bagi yang melakukan," kata pendiri Gojek tersebut.
Menurutnya, dengan mempertimbangkan hasil akhir terlebih dahulu, maka dapat dirumuskan keputusan-keputusan sesuai kebutuhan, baik itu berupa regulasi, sanksi atau upaya bekerja sama dengan kementerian lain.
"Jadi itu masih belum, masih dikaji," ujar dia.*
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020