Presiden Joko Widodo menyatakan skor kemampuan membaca para siswa di Indonesia lebih rendah dibanding kemampuan matematika dan sains berdasarkan penilaian dari "Programme for International Student Assessment" (PISA).
"Namun laporan yang saya terima skor rata-rata PISA tahun 2018 menurun di kompetensi, dengan penurunan terbesar di bidang membaca," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Strategi Peningkatan Peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA)" melalui "video conference" bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta para menteri Kabinet Indonesia Maju serta kepala lembaga terkait.
"Kemampuan membaca siswa Indonesia dengan skor 371 berada di posisi 74, kemampuan matematika skornya 379 di posisi 73 dan kemampuan sains di dengan skor 396 di posisi 71," ungkap Presiden.
Berdasarkan temuan survei PISA ada tiga permasalahan utama yang harus diatasi pertama adalah besarnya presentasi siswa berprestasi rendah.
"Meski kita tahu Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah, tapi masih diperlukan upaya lebih besar agar target anak berprestari rendah berada di kisaran 15-20 persen di 2030," ungkap Presiden.
Masalah kedua adalah tingginya presentasi siswa mengulang kelas yaitu 16 persen serta masalah ketiga adalah tingginya ketidakhadiran siswa di kelas.
"Dengan kita memutuskan untuk membatalkan Ujian Nasional 2020, saya lihat ini adalah momentum untuk merumuskan ulang sistem evaluasi, standar dasar pendidikan dasar dan menengah secara nasional, apakah dalam pengendalian mutu pendidikan secara nasional hanya menggunakan UN atau bisa menggunakan standar yang dipakai secara internasional seperti PISA," ungkap Presiden.
Indonesia sendiri telah ikut dalam survei PISA dalam tujuh putaran sejak tahun 2000 sampai 2018 dan survei PISA menunjukkan sistem pendidikan Indonesia sudah berubah menjadi inklusif, terbuka dan meluas aksesnya dalam 18 tahun terakhir.
"Perbaikan proses belajar terutama dalam menggunakan teknologi komunikasi dan informasi serta perbaikan lingkungan belajar siswa termasuk motivasi belajar dengan menekan tindakan perundungan di sekolah dapat dilakukan," ungkap Presiden.
Hasil survei PISA dan evaluasi UN juga menyebutkan ada relasi kuat antara kondisi ekonomi siswa dengan capaian hasil UN atau skor hasil PISA.
PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia.
Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains.
PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Namun laporan yang saya terima skor rata-rata PISA tahun 2018 menurun di kompetensi, dengan penurunan terbesar di bidang membaca," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam rapat terbatas dengan tema "Strategi Peningkatan Peringkat Indonesia dalam Programme for International Student Assessment (PISA)" melalui "video conference" bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin serta para menteri Kabinet Indonesia Maju serta kepala lembaga terkait.
"Kemampuan membaca siswa Indonesia dengan skor 371 berada di posisi 74, kemampuan matematika skornya 379 di posisi 73 dan kemampuan sains di dengan skor 396 di posisi 71," ungkap Presiden.
Berdasarkan temuan survei PISA ada tiga permasalahan utama yang harus diatasi pertama adalah besarnya presentasi siswa berprestasi rendah.
"Meski kita tahu Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah, tapi masih diperlukan upaya lebih besar agar target anak berprestari rendah berada di kisaran 15-20 persen di 2030," ungkap Presiden.
Masalah kedua adalah tingginya presentasi siswa mengulang kelas yaitu 16 persen serta masalah ketiga adalah tingginya ketidakhadiran siswa di kelas.
"Dengan kita memutuskan untuk membatalkan Ujian Nasional 2020, saya lihat ini adalah momentum untuk merumuskan ulang sistem evaluasi, standar dasar pendidikan dasar dan menengah secara nasional, apakah dalam pengendalian mutu pendidikan secara nasional hanya menggunakan UN atau bisa menggunakan standar yang dipakai secara internasional seperti PISA," ungkap Presiden.
Indonesia sendiri telah ikut dalam survei PISA dalam tujuh putaran sejak tahun 2000 sampai 2018 dan survei PISA menunjukkan sistem pendidikan Indonesia sudah berubah menjadi inklusif, terbuka dan meluas aksesnya dalam 18 tahun terakhir.
"Perbaikan proses belajar terutama dalam menggunakan teknologi komunikasi dan informasi serta perbaikan lingkungan belajar siswa termasuk motivasi belajar dengan menekan tindakan perundungan di sekolah dapat dilakukan," ungkap Presiden.
Hasil survei PISA dan evaluasi UN juga menyebutkan ada relasi kuat antara kondisi ekonomi siswa dengan capaian hasil UN atau skor hasil PISA.
PISA merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia.
Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains.
PISA mengukur apa yang diketahui siswa dan apa yang dapat dia lakukan (aplikasi) dengan pengetahuannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020