Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan bahwa pembudidaya perikanan yang terdampak banjir mendapatkan manfaat dari program Asuransi Perikanan Bagi Pembudidaya Ikan Kecil (APPIK) di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
"Asuransi bagi pembudidaya ikan merupakan program sangat penting untuk dapat memberikan perlindungan bagi pembudidaya terutama yang berskala kecil, karena adanya kesulitan untuk bangkit kembali apabila ada kegagalan dalam proses produksi, oleh karenanya pemerintah hadir untuk dapat memberikan jaminan keberlanjutan usaha mereka," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan, sudah ada total nilai klaim sebesar Rp62,5 juta telah diterima di tengah pandemi COVID-19 ini oleh 12 pembudidaya yang terkena dampak bencana banjir. Total kerugian perkiraan hasil panen yang diderita sebanyak 70,7 ton.
Sebanyak 12 pembudidaya asal Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Gorontalo Utara yang menerima dana klaim merupakan pemilik polis aktif yang menerima bantuan premi APPIK dari KKP pada 2019.
Selain itu, ada pula delapan pembudidaya asal Kabupaten Hulu Sungai Utara mendapat nilai klaim sebesar 45 juta dengan total kerugian perkiraan hasil panen sebesar 67,7 ton, serta empat pembudidaya asal Kabupaten Gorontalo Utara mendapat nilai klaim sebesar 17,5 juta dengan total kerugian perkiraan hasil panen sebesar 3 ton.
Program APPIK sendiri, yang diluncurkan oleh KKP pada 2017, hingga 2019 dilaporkan telah mencakup total lahan hingga seluas 20.836 hektare untuk 15.026 pembudidaya ikan skala kecil di berbagai wilayah di Tanah Air.
Slamet menegaskan, program APPIK ini sendiri merupakan implementasi langsung dari amanat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Resiko kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Dirjen Perikanan Budidaya juga menjelaskan bahwa selain keberlanjutan usaha budidaya, asuransi ini merupakan stimulan bagi pembudidaya ikan agar mereka terbiasa untuk mempunyai mitigasi risiko apabila terjadi kegagalan produksi akibat bencana maupun wabah penyakit.
"Untuk dapat meminimalisir kerugian akibat bencana, pelaku usaha budidaya juga dapat melakukan berbagai upaya seperti melakukan panen lebih awal di daerah yang sering terjadi bencana banjir," katanya.
Ia juga menekankan bahwa peran serta dinas perikanan setempat tidak kalah penting untuk dapat membantu pembudidaya mengurangi dampak ekonomi akibat bencana seperti melakukan sosialisasi atau mendorong pembuatan tanggul di daerah rawan bencana.
Dengan tingginya animo dari pembudidaya untuk mendapatkan program bantuan asuransi, KKP telah memperluas jangkauan objek dan jenis komoditas yang dipertanggungkan. Jika semula hanya diperuntukan bagi usaha budidaya udang, saat ini diperluas untuk usaha budidaya ikan lain seperti bandeng, patin dan budidaya ikan tawar lainnya.
Sebagai gambaran nilai maksimum pertanggungan untuk komoditas udang/polikultur sebesar Rp7,5 juta per hektare/tahun, ikan patin per tahunnya sebesar Rp3 juta per 250 meter persegi, nila tawar dan lele maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per 200 meter persegi per tahunnya.
Sedangkan untuk nila payau nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektare per tahunnya. Komoditas lainnya yaitu bandeng maksimum pertanggungan per tahunnya sebesar Rp 3 juta per hektare.
Sebagai informasi, KKP pada 2019 memberikan bantuan pembayaran premi asuransi perikanan untuk total lahan budidaya seluas 7316,8 ha yang tersebar di 25 Provinsi dan 132 Kabupaten/Kota, dengan jumlah pembudidaya yang terlindungi sebanyak 6.108 orang.
Sedangkan pada 2020, KKP mencanangkan target untuk dapat mengcakup 5.000 ha lahan usaha pembudidayaan baru.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
"Asuransi bagi pembudidaya ikan merupakan program sangat penting untuk dapat memberikan perlindungan bagi pembudidaya terutama yang berskala kecil, karena adanya kesulitan untuk bangkit kembali apabila ada kegagalan dalam proses produksi, oleh karenanya pemerintah hadir untuk dapat memberikan jaminan keberlanjutan usaha mereka," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan, sudah ada total nilai klaim sebesar Rp62,5 juta telah diterima di tengah pandemi COVID-19 ini oleh 12 pembudidaya yang terkena dampak bencana banjir. Total kerugian perkiraan hasil panen yang diderita sebanyak 70,7 ton.
Sebanyak 12 pembudidaya asal Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Gorontalo Utara yang menerima dana klaim merupakan pemilik polis aktif yang menerima bantuan premi APPIK dari KKP pada 2019.
Selain itu, ada pula delapan pembudidaya asal Kabupaten Hulu Sungai Utara mendapat nilai klaim sebesar 45 juta dengan total kerugian perkiraan hasil panen sebesar 67,7 ton, serta empat pembudidaya asal Kabupaten Gorontalo Utara mendapat nilai klaim sebesar 17,5 juta dengan total kerugian perkiraan hasil panen sebesar 3 ton.
Program APPIK sendiri, yang diluncurkan oleh KKP pada 2017, hingga 2019 dilaporkan telah mencakup total lahan hingga seluas 20.836 hektare untuk 15.026 pembudidaya ikan skala kecil di berbagai wilayah di Tanah Air.
Slamet menegaskan, program APPIK ini sendiri merupakan implementasi langsung dari amanat Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.18/2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Resiko kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Dirjen Perikanan Budidaya juga menjelaskan bahwa selain keberlanjutan usaha budidaya, asuransi ini merupakan stimulan bagi pembudidaya ikan agar mereka terbiasa untuk mempunyai mitigasi risiko apabila terjadi kegagalan produksi akibat bencana maupun wabah penyakit.
"Untuk dapat meminimalisir kerugian akibat bencana, pelaku usaha budidaya juga dapat melakukan berbagai upaya seperti melakukan panen lebih awal di daerah yang sering terjadi bencana banjir," katanya.
Ia juga menekankan bahwa peran serta dinas perikanan setempat tidak kalah penting untuk dapat membantu pembudidaya mengurangi dampak ekonomi akibat bencana seperti melakukan sosialisasi atau mendorong pembuatan tanggul di daerah rawan bencana.
Dengan tingginya animo dari pembudidaya untuk mendapatkan program bantuan asuransi, KKP telah memperluas jangkauan objek dan jenis komoditas yang dipertanggungkan. Jika semula hanya diperuntukan bagi usaha budidaya udang, saat ini diperluas untuk usaha budidaya ikan lain seperti bandeng, patin dan budidaya ikan tawar lainnya.
Sebagai gambaran nilai maksimum pertanggungan untuk komoditas udang/polikultur sebesar Rp7,5 juta per hektare/tahun, ikan patin per tahunnya sebesar Rp3 juta per 250 meter persegi, nila tawar dan lele maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per 200 meter persegi per tahunnya.
Sedangkan untuk nila payau nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektare per tahunnya. Komoditas lainnya yaitu bandeng maksimum pertanggungan per tahunnya sebesar Rp 3 juta per hektare.
Sebagai informasi, KKP pada 2019 memberikan bantuan pembayaran premi asuransi perikanan untuk total lahan budidaya seluas 7316,8 ha yang tersebar di 25 Provinsi dan 132 Kabupaten/Kota, dengan jumlah pembudidaya yang terlindungi sebanyak 6.108 orang.
Sedangkan pada 2020, KKP mencanangkan target untuk dapat mengcakup 5.000 ha lahan usaha pembudidayaan baru.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020