Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Bahagia milik semua orang, tanpa syarat, termasuk bagi AT (34), lelaki yang divonis terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada tahun 2005 ini.

Mencandu heroin selama 11 tahun sempat merenggut masa bahagianya. Ia tertular HIV melalui jarum suntik yang sering digunakannya secara bergantian kala itu. Ia mengaku mengenal narkoba saat tinggal dan bekerja di Jakarta.

"Keluarga saya semua pecandu narkoba. Jika seorang ODHA hanya berjuang untuk satu alasan bertahan hidup , maka saya harus berjuang untuk dua hal. Yang pertama melawan kecanduan heroin, yang kedua melawan stigma buruk terhadap saya," ungkap AT kepada Antara.

AT jatuh bangun untuk meraih bahagianya, hingga ia bergabung dalam  Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Komunitas ini berisi sejumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA), yang saling mendukung dan percaya bahwa AIDS bukan akhir segalanya.

KDS dan dukungan keluarga memberinya harapan hidup baru. Bahkan, ia tidak takut bermimpi untuk menikah dan punya keturunan.

"Sekarang saya punya satu anak yang sehat. Istri pun sampai saat ini negatif HIV. Kebahagiaan saya semakin lengkap," imbuhnya.

     

Bisa Punya Anak

Melalui program Preventing Mother to Child Transmission (PMTCT) atau Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, seorang ODHA berpeluang besar untuk memiliki anak yang sehat.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Gorontalo Irwan mengatakan banyak ODHA yang sudah berhasil dengan cara ini.

Laki-laki yang positif HIV bisa melakukan hubungan intim tanpa kondom, dengan perempuan yang negatif HIV. Demikian pula sebaliknya. Syaratnya, ODHA harus menjalani tes Cluster Differentiation 4 (CD4) untuk mengetahui tingkat kekebalan tubuhnya saat itu.

"Bila CD4-nya tinggi, maka laki-laki bisa melepas kondom dan berhubungan saat masa subur dengan istrinya. Kemungkinan penularan ada, tapi kecil," kata Irwan.

ODHA perempuan  pun memiliki kesempatan untuk melahirkan anak yang sehat. Namun demikian, proses persalinan yang paling aman adalah tindakan bedah, untuk mencegah HIV menular ke bayi.

HIV menyerang sel darah putih yang berfungsi seperti "pasukan tentara" dalam melawan infeksi. Virus HIV membunuh sel tersebut, sehingga sistem kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan tubuh rentan terhadap segala serangan penyakit.

HIV tidak menular lewat ciuman, pelukan, sentuhan, alat makan hingga perantara nyamuk. Hubungan seks, Lelaki Suka Lelaki (LSL), dan penggunaan jarum suntik menjadi penyebab terbesar penularan virus itu.

Data KPA menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS di Gorontalo, dari dua kasus tahun 2001 menjadi 185 kasus pada 2015.  Jumlah ODHA laki-laki di Gorontalo 132 orang dan perempuan 53 orang.

"Itu baru yang terdeteksi oleh KPA. Kami memperkirakan di luar sana masih banyak ODHA yang takut memeriksakan diri," kata Irwan.

            
                            

Berbagi Rasa
   

Lelaki ODHA bahagia lainnya adalah WA (33), yang pernah merasa terasing akibat perlakuan tidak adil yang diterimanya dari lingkungan dan keluarga.

Sedih, stres, dan depresi yang dialaminya tak mampu mengantarnya pada kata putus asa.

Sejak tahu tubuhnya terinfeksi HIV pada tahun 2012, ia berinisiatif menjalani pengobatan dengan didampingi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA).

WA wajib minum Obat Anti Retroviral (ARV) tiga kali sehari, seumur hidupnya. Kepatuhan minum obat itu, membuat virus dalam tubuhnya tak bisa memperbanyak diri. ARV sesungguhnya adalah obat mahal yang diberikan gratis kepada ODHA.

"Saya berhasil bangkit dari semua rasa tidak enak itu. Saat ini saya justru fokus pada pendampingan para ODHA baru, yang jiwanya masih sangat rentan. Kami berbagi rasa, agar ODHA bisa terus menjalani hidup dengan normal," ungkapnya.

Ia menuturkan tak jarang ada ODHA yang dulu ingin bunuh diri, tetapi sekarang justru menjadi motivator bagi ODHA lainnya.

Melalui KDS, AT dan WA kini mendedikasikan dirinya membantu ODHA melawan virus, stigma, dan diskriminasi sekaligus.

WA mengakui tidak mudah bagi pendamping seperti dirinya untuk merangkul seluruh ODHA. Yang biasanya sulit diajak bergabung adalah ODHA berstatus sosial tinggi.

Di Provinsi Gorontalo terdapat tiga KDS yang anggotanya bervariasi. Setiap KDS memiliki kegiatan mulai dari pendidikan ODHA, pertemuan rutin bulanan hingga "feeling sharing".

"Sesi curhat ini dilakukan tertutup, semua masalah diungkapkan dan dicari solusinya. Biasanya setelah itu, ODHA kembali lega dan bersemangat," katanya.

Menurutnya, yang terpenting dalam komunitas tersebut adalah membangun kesadaran untuk menjalani terapi, serta tidak menularkan virus dengan sengaja kepada orang lain.

Bagi ODHA, terapi ARV bukan satu-satunya alasan mereka mau bertahan hidup. Rasa kebersamaan yang terjalin mampu melahirkan harapan baru, yang tak bisa dicerai-beraikan oleh virus sekalipun.

"Keinginan kami satu, life must go on. Banyak yang dulu menjauhi kami para ODHA, pelan-pelan mulai mendekat. Mereka bertanya kok kami menderita AIDS, tapi tampak baik-baik saja," kenangnya.

AIDS memang tak ada obatnya, tapi cinta bisa mengobati derita para pengidapnya.

Pewarta: Debby Hariyanti Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015