Tepukan tangan ratusan penonton pecah saat sebaris laki-laki dan perempuan mulai menari dan memamerkan suara merdunya.

Ratusan mata tertuju pada gempita di Mal Gorontalo yang menjadi tempat terpilihnya acara.

"Sore ini kami melakukan `prelaunching` Sail Tomini dan Festival Boalemo untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa pada tanggal 10 dan 19 September mendatang kita akan menggelar kegiatan internasional," kata Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim.

Pesta itu memang untuk menyambut Sail Tomini 2015, yang akan diluncurkan Presiden Jokowi pada tanggal 5 Mei 2015 di Jakarta.

Nan jauh di sebuah pulau, seorang perempuan tertunduk lesu. Dia baru saja melihat sekelompok nelayan berlalu menggunakan kapal bermesin tempel.

"Mereka pasti akan mengebom ikan lagi di sekitar sini. Saya ingat kapal mereka, dari gerak geriknya saja sebenarnya sudah bisa tahu apa tujuan mereka ke sini," ungkap Rika Katili (55).

Perairan di sekitar Pulau Dudepo Kabupaten Pohuwato itu menjadi sasaran empuk nelayan mencari ikan dengan bermacam cara, ada yang berbaik hati memancing. Namun, lebih banyak di antara mereka yang menggunakan pukat, kompresor, racun sianida, hingga bom berbahan dasar pupuk.

Pulau berpasir putih itu bisa ditempuh 40 menit dengan perahu motor. Dudepo tak berpenghuni. Di sana hanya ada satu bangunan permanen dengan panjang sekitar 4 meter dan lebar 5 meter.

Di depan pos tersebut, terdapat banyak coretan tangan, di antaranya bertuliskan "Kenapa harus kompresor yang dilarang". Sepertinya nelayan sedang curhat di dinding itu.

"Pos ini baru dibangun dan harusnya jadi tempat pengawasan `illegal fishing` di perairan Lemito. Akan tetapi, sekarang hanya dipakai untuk transaksi aparat dan nelayan bila tertangkap. Oleh karena itu, saya tidak heran lagi kalau tidak ada satu pun pengebom ikan yang dihukum," kata Rika.

Sebagai Ketua Pos Masyarakat Pengawas (Posmakwas) Kecamatan Lemito, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk menangkap nelayan pelaku. Jika dia lakukan, terancam dilempari bom seperti halnya ikan dan terumbu karang di laut itu.

Kerusakan jelas terlihat di bibir Pantai Pulau Dudepo. Bila melakukan snorkeling di perairan tersebut, terumbu karang yang mati dapat dengan mudah dijumpai berserakan di dasar laut.

Kabar baiknya, beberapa jenis terumbu, baik "hard coral" maupun "soft coral" masih bertahan hidup? Tak terbayang secantik apa bawah laut ini dahulu.

Rika dan anggota Posmakwas lainnya berulang kali melaporkan kasus pengeboman ikan kepada petugas dan dinas terkait. "Hasilnya nihil. Saya sampai bersuara di sebuah forum, tolong berikan saya nomor telponnya Menteri Susi agar bisa melaporkan langsung kejadian ini," ucapnya.

Ia menyadari bahwa Lemito merupakan bagian dari Teluk Tomini, yang kaya biota laut tetapi miskin proses hukum bagi yang merusaknya.



Teluk Kaya Nan Rusak

Tomini adalah teluk terbesar di Indonesia yang dikenal dengan sebutan "Hheart of Coral Triangle". Peneliti dan naturalis Ingris Alfred Russel Wallace menyebut Teluk Tomini sebagai pusat kekayaan biota laut tertinggi daripada daerah lainnya pada segitiga terumbu karang dunia.

Berdasarkan survei tahun 2007, kata perwakilan Destructive Fishing Watch (DFW) Nilmawati, ada sekitar 819 spesies ikan karang hidup di teluk ini.

Kekayaan tersebut, lanjut dia, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tumpuan bagi ketahanan pangan hampir lebih dari 142.066 jiwa di Kabupaten Pohuwato.

Tidak mengherankan jika Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo berambisi ingin menggaungkan Sail Tomini.

Kendati demikian, Tomini tetap memiliki sisi suram. Data Hasil analisis data citra satelit menunjukkan terjadinya pengurangan areal tutupan karang sekitar 134 hektare di Lemito dan sekitarnya sejak 1990.

"Ini baru satu kecamatan, bagaimana dengan perairan wilayah lain? Mungkin tidak banyak yang sadar bahwa terumbu karang itu hanya tumbuh 1 sentimeter per tahun," kata Nilma.

Menurut dia, nelayan pengguna alat tangkap yang merusak seperti pengeboman (blast fishing) mampu menghasilkan rata-rata 700 kilogram ikan sekali melaut; nelayan yang menggunakan pukat dan kompresor sebagai alat bantu dapat menghasilkan rata-rata 200 kilogram per tripnya; pengguna alat ramah lingkungan seperti pancing dan panah hanya mampu menghasilkan masing-masing 5 dan 7 persennya.

Ia menjelaskan bahwa penggunaan kompresor untuk menyelam juga sangat berbahaya apalagi dalam waktu lama. Hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi pernapasan dan saraf pusat hingga berujung pada kematian.



Apa Solusinya?

Kendati meresahkan, fakta di lapangan menunjukkan belum ada pelaku di Pohuwato yang menjalani proses hukum hingga tuntas.

"Satuan kami masih baru, jadi jumlah kasusnya sementara masih nol. Mungkin di Polair Polda ada karena mereka juga turut beroperasi di perairan Pohuwato," kata Kepala Satuan Polair Polres Pohuwato Iptu Danial Herman.

Meski demikian, Herman mengaku bahwa pihaknya sudah mengidentifikasi satu nama yang melakukan aktivitas pengeboman di laut Lemito dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Pohuwato Alfred Anwar membenarkan bahwa penegakan hukum dalam kasus tersebut masih lemah.

Menurut Alfred Anwar, setiap operasi gabungan di perairan Pohuwato yang dilakukan oleh pihaknya bersama Polair dan TNI Angkatan Laut selalu bocor.

"Setiap kami turun patroli, laut selalu sepi. Oleh karena itu, untuk operasi selanjutnya, kami akan minta seluruh telepon genggam petugas disita beberapa jam sebelum turun," katanya.

Destructive Fishing Watch menilai isu penangkapan ikan yang tidak sehat seharusnya menjadi fokus para pengambil kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.

"Pendekatan pasar dapat menjadi salah satu pilihan dalam usaha penyelamatan terumbu karang di kawasan ini. Misalnya, masyarakat didorong untuk bisa membedakan ikan hasil bom atau bius dengan ikan hasil pancingan sehingga tidak membelinya," katanya.

Komitmen dan ketegasan pemerintah dalam bentuk kebijakan pemotongan rantai perdagangan, menurut dia, akan memberi hasil maksimal dalam meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.

Jika tidak, menurut dia ratusan miliar rupiah untuk Sail Tomini akan menguap dengan sia-sia.


Pewarta: Debby Hariyanti Mano

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015