Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo melakukan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mengenai penyakit rabies di wilayah setempat.
Plt Kepala Balai Karantina Kelas II Gorontalo, Donni Muksydayan Saragih, Senin, mengatakan, kegiatan itu merupakan rangkaian peringatan Hari Rabies Sedunia yang merupakan sebuah kampanye global yang diselenggarakan pada tanggal 28 September setiap tahunnya.
"Persoalan rabies merupakan pekerjaan yang panjang, dan bukan lagi hanya menjadi tanggung jawab dokter hewan saja, tentunya membutuhkan keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menggugah kesadaran dan kewaspadaan masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, sudah menjadi tugas bersama dari Balai Karantina dan seluruh stakeholder untuk membebaskan Gorontalo dari penyakit rabies.
"Besar harapan Kita bersama agar Gorontalo bisa bebas dari rabies, dimana Peringatan Hari Rabies Sedunia dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pencegahan dan pengendalian penyakit rabies," kata dia.
Ia menjelaskan jika menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), setiap sembilan menit satu orang meninggal dunia karena rabies. Sementara setiap tahun, rabies membunuh hampir 59.000 orang di seluruh dunia. Dan lebih dari 95 persen kasus rabies pada manusia akibat gigitan anjing yang terifeksi rabies.
Walaupun mematikan, rabies pada manusia 100 persen dapat dicegah. Vaksinasi anjing terhadap rabies merupakan cara yang terbaik dalam mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia, yaitu dengan melakukan vaksinasi setidaknya 70 persen dari populasi anjing.
Sementara itu, dokter hewan karantina Kristina Dwi Wulandari mengatakan, jumlah lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) ke Gorontalo masih marak meski terjadi sedikit penurunan akibat PSBB lalu.
"Dilihat dari pemasukan HPR pada tahun 1999 sebanyak 213 ekor dengan frekuensi 78 kali, sedangkan di 2020 menjadi 78 ekor dengan frekuensi 35 kali. Sedangkan dari angka pengeluaran di tahun 1999 sebanyak 41 ekor dengan 32 kali pengiriman, dan di 2020 menjadi 44 ekor dengan 16 kali pengiriman," bebernya.
Hal itu menurutnya menggambarkan minat masyarakat Gorontalo terhadap hewan kesayangan masih cukup tinggi, sehingga tindakan karantina terhadap HPR, serta kelengkapan persyaratan seperti Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal, riwayat vaksinasi, hingga hasil uji laboratorium sangat penting bagi HPR yang akan lalulintas.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020
Plt Kepala Balai Karantina Kelas II Gorontalo, Donni Muksydayan Saragih, Senin, mengatakan, kegiatan itu merupakan rangkaian peringatan Hari Rabies Sedunia yang merupakan sebuah kampanye global yang diselenggarakan pada tanggal 28 September setiap tahunnya.
"Persoalan rabies merupakan pekerjaan yang panjang, dan bukan lagi hanya menjadi tanggung jawab dokter hewan saja, tentunya membutuhkan keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menggugah kesadaran dan kewaspadaan masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, sudah menjadi tugas bersama dari Balai Karantina dan seluruh stakeholder untuk membebaskan Gorontalo dari penyakit rabies.
"Besar harapan Kita bersama agar Gorontalo bisa bebas dari rabies, dimana Peringatan Hari Rabies Sedunia dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pencegahan dan pengendalian penyakit rabies," kata dia.
Ia menjelaskan jika menurut Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), setiap sembilan menit satu orang meninggal dunia karena rabies. Sementara setiap tahun, rabies membunuh hampir 59.000 orang di seluruh dunia. Dan lebih dari 95 persen kasus rabies pada manusia akibat gigitan anjing yang terifeksi rabies.
Walaupun mematikan, rabies pada manusia 100 persen dapat dicegah. Vaksinasi anjing terhadap rabies merupakan cara yang terbaik dalam mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia, yaitu dengan melakukan vaksinasi setidaknya 70 persen dari populasi anjing.
Sementara itu, dokter hewan karantina Kristina Dwi Wulandari mengatakan, jumlah lalu lintas Hewan Pembawa Rabies (HPR) ke Gorontalo masih marak meski terjadi sedikit penurunan akibat PSBB lalu.
"Dilihat dari pemasukan HPR pada tahun 1999 sebanyak 213 ekor dengan frekuensi 78 kali, sedangkan di 2020 menjadi 78 ekor dengan frekuensi 35 kali. Sedangkan dari angka pengeluaran di tahun 1999 sebanyak 41 ekor dengan 32 kali pengiriman, dan di 2020 menjadi 44 ekor dengan 16 kali pengiriman," bebernya.
Hal itu menurutnya menggambarkan minat masyarakat Gorontalo terhadap hewan kesayangan masih cukup tinggi, sehingga tindakan karantina terhadap HPR, serta kelengkapan persyaratan seperti Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal, riwayat vaksinasi, hingga hasil uji laboratorium sangat penting bagi HPR yang akan lalulintas.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2020