Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Ketua DPR RI, Setya Novanto menyatakan, putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan keluarga atau kerabat
petahana untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, harus dihormati
dan dihargai.
"Putusan MK itu final dan mengikat, maka semua pihak harus mengikuti dan menjalankan putusan MK tersebut," kata Novanto di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan, bila putusan MK itu diperdebatkan dan dipermasalahkan, tentu akan berdampak pada proses pendaftaran calon kepala daerah yang dijadwalkan tanggal 26-28 Juli.
"Jika putusan MK ini diperdebatkan, dikhawatirkan akan timbul permasalahan baru yang bisa mengganggu pilkada. Di daerah-daerah sudah mengerucut, sudah selesai. Tinggal beberapa hari lagi. Seharusnya tidak ada perubahan," katanya.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik.
Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.
Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, dimana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana.
Ada pun, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015
"Putusan MK itu final dan mengikat, maka semua pihak harus mengikuti dan menjalankan putusan MK tersebut," kata Novanto di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
Ia menambahkan, bila putusan MK itu diperdebatkan dan dipermasalahkan, tentu akan berdampak pada proses pendaftaran calon kepala daerah yang dijadwalkan tanggal 26-28 Juli.
"Jika putusan MK ini diperdebatkan, dikhawatirkan akan timbul permasalahan baru yang bisa mengganggu pilkada. Di daerah-daerah sudah mengerucut, sudah selesai. Tinggal beberapa hari lagi. Seharusnya tidak ada perubahan," katanya.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik.
Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.
Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, dimana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana.
Ada pun, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsa.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015