Banjarmasin (ANTARA GORONTALO) - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Bandarmasih, Kalimantan Selatan, terpaksa memeras air lumpur untuk
mencukupi bahan baku pembuatan air bersih di saat sungai mengalami
keasinan tinggi karena kemarau.
Direktur Utama PDAM Bandarmasin, Banjarmasin Muslih, Senin, menjelaskan saat ini air sungai Martapura yang menjadi jantung pengambilan air baku untuk diolah menjadi air bersih masih mengalami intrusi atau masuknya air laut hingga membuatnya sangat asin di atas ambang batas untuk bisa diolah.
Kondisi itu, ungkap dia, membuat PDAM harus melakukan segala cara untuk mencukupi kebutuhan air baku, salah satunya memanfaatkan air lumpur atau limbah pengolahan awal untuk diperas kembali.
"Jadi, air disedot dari sungai, diolah hingga terpisah limbah lumpurnya, kemudian lumpur yang masih mengandung air itu tidak langsung dibuang, tapi diperas lagi, dan bisa menghasilkan air baku sekitar 15 liter perdetik," terangnya.
Dia mengakui, pengolahan memanfaatkan limbah lumpur ini cukup membebani biaya oprasional, tapi ini harus dilakukan karena kadar air sungai Martapura di musim kemarau ini tinggi keasinannya hingga mencapai 5.000 miligram perliter.
Menurut Muslih, dengan tingginya kadar keasinan ini maka pengambilan air baku di intek Sungai Bilu dengan kapasitas 500 liter perdetik terpaksa dihentikan oprasionalnya, dan PDAM hanya bisa bertumpu pada pengambilan air baku di intek Sungai Tabuk di daerah Kabupaten Banjar.
Dengan hanya satu intek penyuplai air baku ini, Muslih mengakui bahwa produksi air bersih menjadi terganggu hingga ke pelanggan lebih 150 rumah tangga, sekitar 20 persen.
"Tapi kita pastikan, air tetap mengalir ke rumah pelanggan selama 24 jam, hanya dayanya saja yang kurang kenceng seperti biasa," paparnya.
Dia pun mengimbau, dengan adanya kejadian alam ini, masyarakat diminta untuk menyiapkan tandon air untuk persediaan jika terjadi gangguan penyuplaian air PDAM.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015
Direktur Utama PDAM Bandarmasin, Banjarmasin Muslih, Senin, menjelaskan saat ini air sungai Martapura yang menjadi jantung pengambilan air baku untuk diolah menjadi air bersih masih mengalami intrusi atau masuknya air laut hingga membuatnya sangat asin di atas ambang batas untuk bisa diolah.
Kondisi itu, ungkap dia, membuat PDAM harus melakukan segala cara untuk mencukupi kebutuhan air baku, salah satunya memanfaatkan air lumpur atau limbah pengolahan awal untuk diperas kembali.
"Jadi, air disedot dari sungai, diolah hingga terpisah limbah lumpurnya, kemudian lumpur yang masih mengandung air itu tidak langsung dibuang, tapi diperas lagi, dan bisa menghasilkan air baku sekitar 15 liter perdetik," terangnya.
Dia mengakui, pengolahan memanfaatkan limbah lumpur ini cukup membebani biaya oprasional, tapi ini harus dilakukan karena kadar air sungai Martapura di musim kemarau ini tinggi keasinannya hingga mencapai 5.000 miligram perliter.
Menurut Muslih, dengan tingginya kadar keasinan ini maka pengambilan air baku di intek Sungai Bilu dengan kapasitas 500 liter perdetik terpaksa dihentikan oprasionalnya, dan PDAM hanya bisa bertumpu pada pengambilan air baku di intek Sungai Tabuk di daerah Kabupaten Banjar.
Dengan hanya satu intek penyuplai air baku ini, Muslih mengakui bahwa produksi air bersih menjadi terganggu hingga ke pelanggan lebih 150 rumah tangga, sekitar 20 persen.
"Tapi kita pastikan, air tetap mengalir ke rumah pelanggan selama 24 jam, hanya dayanya saja yang kurang kenceng seperti biasa," paparnya.
Dia pun mengimbau, dengan adanya kejadian alam ini, masyarakat diminta untuk menyiapkan tandon air untuk persediaan jika terjadi gangguan penyuplaian air PDAM.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015