Pemerintah Indonesia mencalonkan diri sebagai anggota Postal Operations Council (POC) pada Universal Postal Congress ke-27, menyusul kinerja positif sektor pos yakni bertumbuh 10,34 persen year-on-year pada 2019.
"Indonesia saat ini sedang mencalonkan diri sebagai anggota untuk siklus Abidjan periode 2021-2024, dan untuk selanjutnya, saya mohon dukungan dari peserta kongres," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, dalam keterangan pers, dikutip Kamis.
"Sangat penting bahwa satu-satunya jalan ke depan bagi semua negara untuk mengatasi pandemi ini adalah dengan merangkul transformasi digital dan inovasi di sektor posnya, untuk memberi dampak menguntungkan pada e-commerce dan pertumbuhan ekonomi," kata Ismail.
Sektor pos secara nasional mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto year-on-year 10,34 persen pada 2019. Sementara itu, pendapatan operator pos nasional pada semester I 2019 naik 30 persen year-on-year dibandingkan 2018.
Sejak awal pandemi, menurut Ismail, pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi digital untuk menggerakkan layanan pos.
Pertumbuhan ini disebabkan keberadaan e-commerce dan transaksi uang elektronik.
Bank Indonesia memprediksi transaksi e-commerce di Indonesia naik 33,2 persen dari Rp253 triliun pada 2020, menjadi Rp337 triliun tahun ini.
Sementara transaksi uang elektronik diperkirakan meningkat 32,3 persen dari Rp201 triliun pada 2020 menjadi Rp266 triliun pada 2021 karena aktivitas masyarakat terbatas selama pandemi.
"Salah satu solusi lintas sektoral yang penting, juga sebagai penggerak rantai pasokan pos global, adalah transformasi digital dan adopsi teknologi digital. Saya pikir kita setuju bahwa transformasi digital telah mempercepat rantai pasokan pos global, dan meningkatkan kepuasan, pengalaman, dan kepercayaan pelanggan pada layanan pos global," kata Ismail.
Sektor pos, meski pun begitu, mengalami tantangan selama pandemi ini seperti pembatasan pergerakan, penangguhan opsi transportasi dan pembatalan penerbangan, yang menyebabkan lonjakan gangugan pada rantai pasokan pos global.
Ismail mengidentifikasi potensi gangguan lain di sektor pos, yaitu penangguhan koridor layanan pos lintas batas, perpanjangan waktu penanganan dan pengiriman, peningkatan tidak terkirim atau pengembalian surat kepada pengirim, dan penutupan sebagian kantor atau fasilitas pos karena penyebaran infeksi COVID-19.
"Semua faktor ini tidak dapat disangkal memberikan tekanan tinggi pada rantai pasokan pos global dan jaringan pos, serta menyebabkan penurunan volume kiriman pos dan kualitas layanan pos," kata Ismail.
Oleh karena itu, sektor pos perlu menerapkan manejemen perubahan secara holistik dan rekayasa ulang proses bisnis melalui transformasi digital, demi meningkatkan kualitas layanan pos dan volume pos agar bisa menanggapi perubahan kebutuhan pelanggan, dan memprioritaskan hak, kepuasan, dan pengalaman pelanggan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021
"Indonesia saat ini sedang mencalonkan diri sebagai anggota untuk siklus Abidjan periode 2021-2024, dan untuk selanjutnya, saya mohon dukungan dari peserta kongres," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, dalam keterangan pers, dikutip Kamis.
"Sangat penting bahwa satu-satunya jalan ke depan bagi semua negara untuk mengatasi pandemi ini adalah dengan merangkul transformasi digital dan inovasi di sektor posnya, untuk memberi dampak menguntungkan pada e-commerce dan pertumbuhan ekonomi," kata Ismail.
Sektor pos secara nasional mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto year-on-year 10,34 persen pada 2019. Sementara itu, pendapatan operator pos nasional pada semester I 2019 naik 30 persen year-on-year dibandingkan 2018.
Sejak awal pandemi, menurut Ismail, pemerintah mendorong pemanfaatan teknologi digital untuk menggerakkan layanan pos.
Pertumbuhan ini disebabkan keberadaan e-commerce dan transaksi uang elektronik.
Bank Indonesia memprediksi transaksi e-commerce di Indonesia naik 33,2 persen dari Rp253 triliun pada 2020, menjadi Rp337 triliun tahun ini.
Sementara transaksi uang elektronik diperkirakan meningkat 32,3 persen dari Rp201 triliun pada 2020 menjadi Rp266 triliun pada 2021 karena aktivitas masyarakat terbatas selama pandemi.
"Salah satu solusi lintas sektoral yang penting, juga sebagai penggerak rantai pasokan pos global, adalah transformasi digital dan adopsi teknologi digital. Saya pikir kita setuju bahwa transformasi digital telah mempercepat rantai pasokan pos global, dan meningkatkan kepuasan, pengalaman, dan kepercayaan pelanggan pada layanan pos global," kata Ismail.
Sektor pos, meski pun begitu, mengalami tantangan selama pandemi ini seperti pembatasan pergerakan, penangguhan opsi transportasi dan pembatalan penerbangan, yang menyebabkan lonjakan gangugan pada rantai pasokan pos global.
Ismail mengidentifikasi potensi gangguan lain di sektor pos, yaitu penangguhan koridor layanan pos lintas batas, perpanjangan waktu penanganan dan pengiriman, peningkatan tidak terkirim atau pengembalian surat kepada pengirim, dan penutupan sebagian kantor atau fasilitas pos karena penyebaran infeksi COVID-19.
"Semua faktor ini tidak dapat disangkal memberikan tekanan tinggi pada rantai pasokan pos global dan jaringan pos, serta menyebabkan penurunan volume kiriman pos dan kualitas layanan pos," kata Ismail.
Oleh karena itu, sektor pos perlu menerapkan manejemen perubahan secara holistik dan rekayasa ulang proses bisnis melalui transformasi digital, demi meningkatkan kualitas layanan pos dan volume pos agar bisa menanggapi perubahan kebutuhan pelanggan, dan memprioritaskan hak, kepuasan, dan pengalaman pelanggan.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021