Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Iris Rengganis mengatakan vaksinasi untuk penyintas autoimun diperbolehkan jika kondisinya sudah stabil sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawat.

“Jika sudah terkontrol atau stabil diperbolehkan untuk mendapatkan vaksinasi. Akan tetapi jika belum terkontrol tidak boleh, tidak ada vaksin yang spesifik untuk autoimun,” ujar Iris dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Ahad.

Dia menambahkan penyintas autoimun biasanya lebih ringkih atau lebih mudah sakit dibandingkan dengan orang yang sehat. Jika penyintas autoimun tersebut terinfeksi COVID-19, maka kemungkinan besar akan mengalami infeksi yang lebih parah dibandingkan dengan orang sehat yang belum mendapatkan vaksinasi.

“Penyintas autoimun dapat dilakukan vaksinasi, jika dalam kondisi stabil atau penyakitnya sudah terkontrol secara klinis dan laboratoris. Untuk obat, sudah minimal atau sudah berhenti mengonsumsi obat sama sekali,” terang dia.

Pasien sebaiknya dinyatakan stabil oleh dokternya masing-masing. Penyintas autoimun perlu mendapatkan edukasi apakah diperbolehkan untuk mendapatkan vaksinasi atau tidak. Sebelum divaksinasi, penyintas autoimun juga perlu melakukan pengecekan kekentalan darah di dalam tubuh, karena biasanya pada penyintas autoimun kekentalan darahnya meningkat.

Rekomendasi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) juga menyebutkan bahwa individu dengan penyakit autoimun layak untuk autoimun jika penyakitnya sudah dinyatakan stabil. Biasanya, lanjut Iris, dokter tidak akan mengatakan tidak boleh divaksinasi tapi belum diperbolehkan vaksinasi.

“Perlu diingat bahwa tidak ada vaksin yang spesifik untuk autoimun. Reaksi dari vaksin itu individual. Vaksin mana saja bisa saja untuk autoimun,” terang Iris.

Iris menjelaskan bahwa vaksin Moderna maupun Pfizer diperbolehkan digunakan untuk autoimun dikarenakan tidak menggunakan adjuvant dan virus lainnya seperti Astrazeneca dan SInovac.

Meskipun demikian, Iris mengingatkan belum ada vaksin yang benar-benar spesifik untuk autoimun. Untuk efek simpang, lanjut dia, bisa saja terjadi karena. efek tersebut sangat individual.

Pewarta: Indriani

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021