Penyedia sertifikat vaksinasi COVID-19 ilegal di Jawa Barat berkomplot dengan bekas relawan vaksinasi untuk memasukkan data pemesan melalui sistem P-Care Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, ungkap pejabat Kementerian Kesehatan RI.
"Hal ini tentunya akan membahayakan diri sendiri dan masyarakat. Kita ketahui bahwa jika tidak divaksin akan memiliki risiko yang besar terpapar COVID-19, dan jika terpapar akan memiliki risiko dengan gejala berat," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI Anas Maruf melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu pagi.
P-Care merupakan bagian dari sistem informasi berbasis laman atau situs yang sudah disediakan BPJS Kesehatan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti Puskesmas, Klinik Pratama dan Dokter Praktik Mandiri dalam melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Data yang sudah di-input pada aplikasi P-Care Vaksinasi tersebut kemudian dikirim ke aplikasi PeduliLindungi sebagai platform tunggal informasi data peserta vaksin.
Menurut Anas modus tersebut diungkap oleh jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat berdasarkan laporan kejadian yang masuk di kepolisian pada Senin (6/9).
Kejadian itu melibatkan dua orang tersangka masing-masing berinisial MY dan HH yang berperan sebagai agen pemasaran yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin melalui media sosial.
Tersangka menawarkan jasa pembuatan sekaligus menerbitkan sertifikat vaksin yang melibatkan oleh seorang bekas relawan vaksinasi berinisial IF yang masih memiliki password untuk mengakses url laman https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id/vaksin/login.
Berdasarkan laporan kepolisian, kata Anas, para tersangka telah menerbitkan 26 sertifikat vaksinasi ilegal dengan harga Rp300.000 per sertifikat.
Polda Jawa Barat juga mengungkap komplotan kasus serupa lainnya berdasarkan laporan kejadian yang diterima pada Jumat (27/9) dengan tersangka berinisial JR.
JR beraksi dengan menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksinasi serta mendagangkan vaksin COVID-19 melalui akun media sosial Facebook bernama "Jojo".
"Pemesan mengirimkan identitas Nomor Induk Kependudukan yang tercantum di KTP pemesan dan mengakses dari website P-care, kemudian pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin COVID-19," paparnya.
Pengakuan tersangka kepada polisi, kata Anas, JR sudah menerbitkan sembilan sertifikat vaksinasi dengan biaya sekitar Rp100.000-Rp200.000 per pemesan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Arif Rahman dalam gelar kasus di Aula Gedung Satlantas Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (14/9) malam, mengemukakan para tersangka dijerat dengan pasal berlapis KUHP dengan ancaman minimal empat hingga 12 tahun penjara.
"Tersangka telah dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik," ujarnya.
Pengungkapan kasus tersebut, merupakan hasil kerja Tim Cyber Patrol pihak kepolisian di media sosial, ucap Arif menambahkan.
Arif menegaskan bahwa kasus ini merupakan bagian dari ilegal authorization di mana terjadi penyalahgunaan akses menuju data di pemerintahan.
"Kami juga mengimbau agar semua data pribadi yang sudah dimiliki melalui PeduliLindungi untuk dijaga dan tidak disebarluaskan sehingga tidak digunakan orang lain untuk disalah gunakan," ucap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021
"Hal ini tentunya akan membahayakan diri sendiri dan masyarakat. Kita ketahui bahwa jika tidak divaksin akan memiliki risiko yang besar terpapar COVID-19, dan jika terpapar akan memiliki risiko dengan gejala berat," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI Anas Maruf melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu pagi.
P-Care merupakan bagian dari sistem informasi berbasis laman atau situs yang sudah disediakan BPJS Kesehatan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti Puskesmas, Klinik Pratama dan Dokter Praktik Mandiri dalam melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Data yang sudah di-input pada aplikasi P-Care Vaksinasi tersebut kemudian dikirim ke aplikasi PeduliLindungi sebagai platform tunggal informasi data peserta vaksin.
Menurut Anas modus tersebut diungkap oleh jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat berdasarkan laporan kejadian yang masuk di kepolisian pada Senin (6/9).
Kejadian itu melibatkan dua orang tersangka masing-masing berinisial MY dan HH yang berperan sebagai agen pemasaran yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin melalui media sosial.
Tersangka menawarkan jasa pembuatan sekaligus menerbitkan sertifikat vaksin yang melibatkan oleh seorang bekas relawan vaksinasi berinisial IF yang masih memiliki password untuk mengakses url laman https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id/vaksin/login.
Berdasarkan laporan kepolisian, kata Anas, para tersangka telah menerbitkan 26 sertifikat vaksinasi ilegal dengan harga Rp300.000 per sertifikat.
Polda Jawa Barat juga mengungkap komplotan kasus serupa lainnya berdasarkan laporan kejadian yang diterima pada Jumat (27/9) dengan tersangka berinisial JR.
JR beraksi dengan menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksinasi serta mendagangkan vaksin COVID-19 melalui akun media sosial Facebook bernama "Jojo".
"Pemesan mengirimkan identitas Nomor Induk Kependudukan yang tercantum di KTP pemesan dan mengakses dari website P-care, kemudian pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin COVID-19," paparnya.
Pengakuan tersangka kepada polisi, kata Anas, JR sudah menerbitkan sembilan sertifikat vaksinasi dengan biaya sekitar Rp100.000-Rp200.000 per pemesan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Arif Rahman dalam gelar kasus di Aula Gedung Satlantas Jawa Barat, Kota Bandung, Selasa (14/9) malam, mengemukakan para tersangka dijerat dengan pasal berlapis KUHP dengan ancaman minimal empat hingga 12 tahun penjara.
"Tersangka telah dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik," ujarnya.
Pengungkapan kasus tersebut, merupakan hasil kerja Tim Cyber Patrol pihak kepolisian di media sosial, ucap Arif menambahkan.
Arif menegaskan bahwa kasus ini merupakan bagian dari ilegal authorization di mana terjadi penyalahgunaan akses menuju data di pemerintahan.
"Kami juga mengimbau agar semua data pribadi yang sudah dimiliki melalui PeduliLindungi untuk dijaga dan tidak disebarluaskan sehingga tidak digunakan orang lain untuk disalah gunakan," ucap dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2021