Beirut, (ANTARA/Reuters) - Serangan udara yang dilancarkan pesawat tempur Rusia terhadap milisi Negara Islam (dulunya ISIS) di Kota Raqqa, Suriah, menewaskan 42 orang, termasuk 27 penduduk sipil awal pekan ini sebagaimana pemantauan kelompok pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia, Jumat (6/11).

Sebanyak 15 sisanya dari milisi Negara Islam tewas akibat serangan tersebut, kata pengamat yang berbasis di Inggris itu.

Serangan bom Rusia itu menambah jumlah korban tewas dari warga sipil, di mana menurut kelompok pemantau Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia,  tercatat 254 orang tewas hanya dalam jangka waktu lebih dari sebulan.

Hal itu juga merupakan kekuatan Rusia yang lebih besar dalam membombardir target Negara Islam daripada terhadap kelompok pemberontak lainnya.

Pasukan udara Rusia mengintervensi perang sipil Suriah selama empat tahun pada 30 September 2015 untuk memihak Presiden Bashar al-Assad yang melancarkan serangan terhadap Negara Islam.

AS menganggap serangan Rusia sebagian besar menyasar kelompok pemberontak Suriah lainnya, termasuk kelompok yang didukung pihak asing dan kelompok yang lebih moderat.

Intervensi Rusia menandakan adanya fase baru dalam peperangan, mengintensifkan serangan di barat dan barat laut antara pemberontak dan pasukan propemerintah juga didukung oleh tentara Iran dan pejuang Hezbollah Lebanon.

Serangan Rusia terhadap wilayah milisi Negara Islam meluas ke arah timut, namun justru lebih besar terkonsentrasi ke arah barat.

Pihak angkatan udara, Selasa mengatakan telah menerbangkan 1.631 orang dan menargetkan 2.084 milisi sejak serangan tersebut mulai dilancarkan.

Lebih dari 120.000 orang terusir dari rumah mereka sejak Moskow menyatakan memulai pemboman, kata PBB. Peperangan telah mengakibatkan 250.000 orang tewas dan 11 juta orang terusir dari rumah mereka.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia mengklaim Moskow berniat mendekati Tentara Pembebasan Suriah, kelompok pemberontak yang didukung banyak anggota NATO, untuk membahas cara melawan ISIS.

Namun, Menteri Pertahanan AS, Ash Carter, yang hadir pada pertemuan NATO, Selasa lalu, menegaskan koalisi perlawanan terhadap ISIS tidak akan bekerjasama dengan Rusia.

"Kami yakin Rusia punya rencana lain," ungkapnya. "Mereka terus menyerang target yang bukan ISIS."
    
Serangan udara Rusia ke Suriah dikhawatirkan menimbulkan kecelakaan-kecelakaan tidak terduga dan konflik dengan koalisi pimpinan AS yang telah setahun terakhir berusaha membasmi ISIS.

Pejabat Pentagon menyebutkan, baru-baru ini setidaknya satu pesawat tempur AS harus melakukan "manuver mendadak" untuk menghindari pesawat tempur Rusia yang terbang terlalu dekat.

Pewarta:

Editor : Hence Paat


COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2015