Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo berjanji anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) menyentuh langsung kepentingan masyarakat.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua DPRD Gorontalo Utara, Hamzah Sidik di Gorontalo, Sabtu.
Pada kegiatan Konsultasi Publik Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2024, yang digelar Bappeda setempat, di Kota Gorontalo, Hamzah menjelaskan, bahwa pokok-pokok pikiran diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017, tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah.
"Pro dan kontra di ruang publik tentang pokir harus dicerahkan. Sekelompok mahasiswa pernah menuntut DPRD untuk menghapus pokir. Saya sampaikan, bahwa pokir tidak bisa dihapus sebab ada regulasi yang mengatur yaitu Permendagri tersebut," katanya.
Ada dua perspektif terkait pokir, yaitu perspektif hukum (regulasi) dan perspektif politis.
DPRD dipilih rakyat, kemudian disumpah akan memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah pemilihan. "Seandainya saya tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, artinya saya (anggota DPRD) melanggar sumpah. Maka cara berjuang yang tepat adalah melalui politik anggaran," sebut Hamzah.
Pokir memotret persoalan masyarakat, dan DPRD menyampaikan dalam bentuk aspirasi ke pemerintah daerah yang dituangkan dalam perencanaan untuk direalisasikan.
"Publik perlu mengetahui bahwa pokir yang disalurkan, dipastikan menyentuh langsung kepentingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Rakyat perlu rumah layak huni, mesin perahu, alat pemangkas rumput, alat untuk membuat kue, kita (DPRD) salurkan. Tentu melalui pokir," katanya.
DPRD dalam kewenangan anggaran, tidak pernah meminta ke pemerintah daerah (eksekutif).
Namun DPRD berdiskusi sesuai amanat Permendagri, sebab alokasi anggaran dibicarakan dua pihak yaitu antara legislatif (DPRD) dan eksekutif (pemerintah daerah).
Mengingat dalam sebuah perencanaan, ada yang melalui DPRD atau disebut aspirasi. Juga ada melalui pemerintah daerah, pun disebut aspirasi namun perencanaannya dalam tatanan teknokrat.
"Hasil diskusi tersebut, kemudian digabungkan dan diputuskan bersama. Dengan kondisi yang harus bahagia sebab muaranya untuk kepentingan masyarakat secara langsung," tambahnya.
Ia berharap publik di daerah itu, tidak mempersoalkan pokir sebab tidak satupun anggota DPRD ngambil-ngambil uang pokir untuk kantong pribadi. "Pokir adalah hak rakyat yang diperjuangkan DPRD," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023
Hal itu dikatakan Wakil Ketua DPRD Gorontalo Utara, Hamzah Sidik di Gorontalo, Sabtu.
Pada kegiatan Konsultasi Publik Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2024, yang digelar Bappeda setempat, di Kota Gorontalo, Hamzah menjelaskan, bahwa pokok-pokok pikiran diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017, tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah.
"Pro dan kontra di ruang publik tentang pokir harus dicerahkan. Sekelompok mahasiswa pernah menuntut DPRD untuk menghapus pokir. Saya sampaikan, bahwa pokir tidak bisa dihapus sebab ada regulasi yang mengatur yaitu Permendagri tersebut," katanya.
Ada dua perspektif terkait pokir, yaitu perspektif hukum (regulasi) dan perspektif politis.
DPRD dipilih rakyat, kemudian disumpah akan memperjuangkan aspirasi rakyat di daerah pemilihan. "Seandainya saya tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, artinya saya (anggota DPRD) melanggar sumpah. Maka cara berjuang yang tepat adalah melalui politik anggaran," sebut Hamzah.
Pokir memotret persoalan masyarakat, dan DPRD menyampaikan dalam bentuk aspirasi ke pemerintah daerah yang dituangkan dalam perencanaan untuk direalisasikan.
"Publik perlu mengetahui bahwa pokir yang disalurkan, dipastikan menyentuh langsung kepentingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Rakyat perlu rumah layak huni, mesin perahu, alat pemangkas rumput, alat untuk membuat kue, kita (DPRD) salurkan. Tentu melalui pokir," katanya.
DPRD dalam kewenangan anggaran, tidak pernah meminta ke pemerintah daerah (eksekutif).
Namun DPRD berdiskusi sesuai amanat Permendagri, sebab alokasi anggaran dibicarakan dua pihak yaitu antara legislatif (DPRD) dan eksekutif (pemerintah daerah).
Mengingat dalam sebuah perencanaan, ada yang melalui DPRD atau disebut aspirasi. Juga ada melalui pemerintah daerah, pun disebut aspirasi namun perencanaannya dalam tatanan teknokrat.
"Hasil diskusi tersebut, kemudian digabungkan dan diputuskan bersama. Dengan kondisi yang harus bahagia sebab muaranya untuk kepentingan masyarakat secara langsung," tambahnya.
Ia berharap publik di daerah itu, tidak mempersoalkan pokir sebab tidak satupun anggota DPRD ngambil-ngambil uang pokir untuk kantong pribadi. "Pokir adalah hak rakyat yang diperjuangkan DPRD," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023