Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Direktur utama lembaga pendidikan Euro
Management, Bimo Sasongko, mengatakan, kuliah di luar negeri masih
dianggap sebagai hal mewah dan mahal oleh masyarakat padahal hal itu
tidak sepenuhnya benar.
"Kuliah di luar negeri tak mahal, karena ada beberapa negara di Eropa seperti Jerman dan Perancis yang memberikan pendidikan gratis asalkan kuliah dalam bahasa Perancis dan Jerman," ujar dia, di Jakarta, Minggu.
Sasongko menambahkan, banyak manfaat yang didapatkan jika kuliah di luar negeri seperti mental yang teruji, percaya diri, mandiri, serta berani. Sehingga lulusan luar negeri bisa bersaing di tingkat global.
"Jadi bukan hanya mendapat ilmu pengetahuan saja," tambah dia.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sambung dia, seharusnya bisa lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju.
Menurut dia, Indonesia masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk digunakan di Indonesia. Hal yang tidak didapatkan jika berkuliah di dalam negeri.
"Kondisi yang terjadi pada saat ini terbalik, ketika negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan pelajar kuliah ke luar negeri, pelajar dari Indonesia justru berkurang."
Di Amerika pada rentang 1990 hingga 2000 ada sekitar 15.000 mahasiswa Indonesia, sekarang justru turun menjadi 6.000.
Kemudian, pada 1980 hingga 1990 jumlah mahasiswa Indonesia di Jerman mencapai 7.000 orang namun sekarang hanya tersisa 2.500 orang.
"Hal ini tentu saja sangat menyedihkan, padahal saat ini persaingan semakin ketat dibanding 20 tahun yang lalu," cetus dia.
Sasongko menyebut terdapat perbedaan antara pemerintah rezim saat ini dan sebelumnya. Pada saat BJ Habibie menjadi menteri riset dan teknologo, ribuan pelajar dikirim ke luar negeri, sementara saat ini justru kuota untuk pengiriman belajar dikurangi.
"Presiden Soekarno melakukan hal itu dengan mengirimkan pelajar-pelajar Indonesia ke luar negeri. Jadi yang pertama kali harus dibangun itu dalam suatu bangsa adalah sumber daya manusianya," kata dia.
Sasongko juga menginisiasi Gerakan Mencetak Sejuta Habibie yang diperuntukkan bagi tamatan SMA/SMK/MA di Tanah Air dengan pertimbangan mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, serta kemampuan mempelajari bahasa asing lebih cepat.
Gerakan tersebut terdiri dari beasiswa bahasa asing, beasiswa persiapan studi sarjana ke luar negeri dan pemberian beasiswa sarjana ke luar negeri. Tahun ini pihaknya memberikan beasiswa kepada 1.000 lulusan terbaik.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
"Kuliah di luar negeri tak mahal, karena ada beberapa negara di Eropa seperti Jerman dan Perancis yang memberikan pendidikan gratis asalkan kuliah dalam bahasa Perancis dan Jerman," ujar dia, di Jakarta, Minggu.
Sasongko menambahkan, banyak manfaat yang didapatkan jika kuliah di luar negeri seperti mental yang teruji, percaya diri, mandiri, serta berani. Sehingga lulusan luar negeri bisa bersaing di tingkat global.
"Jadi bukan hanya mendapat ilmu pengetahuan saja," tambah dia.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sambung dia, seharusnya bisa lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju.
Menurut dia, Indonesia masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk digunakan di Indonesia. Hal yang tidak didapatkan jika berkuliah di dalam negeri.
"Kondisi yang terjadi pada saat ini terbalik, ketika negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan pelajar kuliah ke luar negeri, pelajar dari Indonesia justru berkurang."
Di Amerika pada rentang 1990 hingga 2000 ada sekitar 15.000 mahasiswa Indonesia, sekarang justru turun menjadi 6.000.
Kemudian, pada 1980 hingga 1990 jumlah mahasiswa Indonesia di Jerman mencapai 7.000 orang namun sekarang hanya tersisa 2.500 orang.
"Hal ini tentu saja sangat menyedihkan, padahal saat ini persaingan semakin ketat dibanding 20 tahun yang lalu," cetus dia.
Sasongko menyebut terdapat perbedaan antara pemerintah rezim saat ini dan sebelumnya. Pada saat BJ Habibie menjadi menteri riset dan teknologo, ribuan pelajar dikirim ke luar negeri, sementara saat ini justru kuota untuk pengiriman belajar dikurangi.
"Presiden Soekarno melakukan hal itu dengan mengirimkan pelajar-pelajar Indonesia ke luar negeri. Jadi yang pertama kali harus dibangun itu dalam suatu bangsa adalah sumber daya manusianya," kata dia.
Sasongko juga menginisiasi Gerakan Mencetak Sejuta Habibie yang diperuntukkan bagi tamatan SMA/SMK/MA di Tanah Air dengan pertimbangan mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, serta kemampuan mempelajari bahasa asing lebih cepat.
Gerakan tersebut terdiri dari beasiswa bahasa asing, beasiswa persiapan studi sarjana ke luar negeri dan pemberian beasiswa sarjana ke luar negeri. Tahun ini pihaknya memberikan beasiswa kepada 1.000 lulusan terbaik.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016