Tanggal 8 Desember 1980 bisa jadi merupakan mimpi paling buruk bagi para penggemar band The Beatles. Pada empat dekade lalu itu, mantan personel band pop tersebut yaitu John Lennon secara tragis mesti terhuyung dan terkapar karena empat terjangan peluru pada bagian punggungnya.
Sempat dilarikan ke Rumah Sakit Roosevelt, Lennon lantas mengembuskan napas terakhir 10 menit berselang. Hari itu empat dekade lalu hingga milidetik ini akan selalu terkenang dalam ingatan penggemar musik dunia, utamanya pencinta The Beatles alias Beatlemania.
Sejak kasus penembakan tersebut, Beatlemania pun berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi dengan band tersebut seandainya John Lennon masih menghirup napas panjang.
Sebuah wawancara dengan John pada tahun 1975 yang ditemukan kembali dari arsip BBC, memberikan beberapa petunjuk mengenai hal tersebut.
Malam petaka
Fakta mencatat bahwa John Lennon sempat bertemu dengan sang algojo yang memuntahkan peluru dari pistol ke tubuhnya yaitu Mark Chapman sebanyak dua kali pada hari nahas 8 Desember 1980. Mereka kali pertama bertemu sekitar pukul 5 sore di luar tempat tinggal Lennon.
Saat itu, John bersama sang istri Yoko Ono pergi keluar apartemen Dakota New York usai menyelesaikan wawancara radio untuk mempromosikan album baru kelima mereka "Double Fantasy". Pada sore itu, Mark Chapman mendekati John untuk menanyakan apakah dia bisa menandatangani salinan album LP terbaru tersebut. Album "Double Fantasy" itu kemudian digunakan sebagai bukti dalam persidangan Chapman dan dilaporkan dijual dalam lelang pribadi seharga 1,5 juta dolar pada tahun 2020.
John sempat berfoto dengan Chapman, lantas melompat ke atas sebuah taksi bersama Ono menuju studio rekaman untuk mengerjakan lagu baru berjudul "Walking on Thin Ice".
Usai menyelesaikan proses rekaman, pasangan suami istri itu segera pulang menggunakan mobil sekitar pukul 22.30. Mereka sempat berencana untuk pergi ke restoran, namun --menurut wawancara BBC dengan Ono pada tahun 2007, John sangat ingin memberikan ucapan pengantar tidur kepada putra bungsunya yaitu Sean, sebelum anak laki-laki berusia lima tahun itu tertidur. Maka, pasangan John-Yoko keluar dari kendaraan mereka dan mulai berjalan menuju gedung Dakota, sembari John membawa kaset hasil sesi rekaman pada hari itu.
Ternyata, Mark Chapman sudah menunggunya di sana sambil memegang salinan novel "Catcher in the Rye" karya JD Salinger dan LP yang ditandatangani John beberapa jam sebelumnya. Saat musisi itu berjalan melewati dirinya, Chapman mengeluarkan pistol dan menembak beberapa kali ke arah punggung John.
Kepanikan segera menyelimuti kegelapan malam di sekitar Dakota.
Salah seorang mantan penjaga pintu apartemen Dakota bernama Jay Hastings menceritakan bahwa pada malam nahas itu, dia ingat salah satu rekan penjaga pintu lainnya bernama Jose sempat bertemu dengan pelantun lagu "Strawberry Fields Forever" itu beberapa saat setelah John ditembak.
"Saya bisa mendengar Jose di luar dan berkata, 'Oh, Tuan Lennon.' Kemudian blam, blam, pintu tertutup dan saya bisa mendengar derap langkah cepat menuju pintu masuk. Lalu saya berjalan ke konter tempat terdapat tombol keamanan tersembunyi untuk membuka kunci pintu, sehingga orang bisa masuk ke Dakota," kenang dia.
Hastings lantas berkata, "Saat saya berada di sana dengan jari saya di tombol, dia (John) berlari, segera setelah mendengar suara tembakan, dan dia berkata, 'Saya tertembak, saya tertembak'. Dia berlari melewati saya ke kantor belakang dan pingsan begitu saja."
"Saya tidak tahu seberapa parah dia tertembak. Saya pergi ke kantor belakang. Yoko (Ono, istri John) ada di sana, tepat di belakangnya dan berteriak, 'Panggil ambulans!'" ingat Hastings.
Dia juga mengingat bahwa rekannya Jose telah menekan tombol panik yang ada di bilik penjaga pintu dengan pesan yang dikirimkan terus-menerus kepada pihak kepolisian. Dalam upaya untuk menghubungi polisi, Hastings menelepon 911 dari lobi Dakota.
Ketika Jose memberi tahu Hastings bahwa penyerang John masih berada di luar dan tidak bersenjata, dia lantas mengambil sebuah tongkat di atas brankas dan menuruni tangga.
"Saya terus mengawasi orang itu karena saya khawatir dia akan melarikan diri," ucap Hastings.
Saat mendekati Mark Chapman sang perampas nyawa John, Hastings mengatakan bahwa pemuda itu tengah menghadap ke dinding dan melakukan sesuatu, seperti sedang membaca sebuah buku. Beberapa saat kemudian, dia ingat polisi datang yang awalnya berpikir bahwa Hastings adalah pelakunya.
"Saya terlihat sedikit gila karena tangan saya sudah berlumuran darah. Saya baru saja mengenakan kemeja, kemeja putih tanpa dasi," jelas dia.
Tetapi rekan Hastings yaitu Jose dengan cepat mengarahkan para petugas kepolisian untuk menangkap Chapman yang akhirnya dijatuhi hukuman 20 tahun karena telah menembak John.
Reuni eks-The Beatles
Setelah peristiwa penembakan John Lennon, para penggemar yang berduka berbondong-bondong datang ke gedung Dakota untuk meninggalkan bunga dan kartu ucapan belasungkawa. Selama berhari-hari, stasiun radio hanya memutar lagu-lagu The Beatles dan John Lennon.
Di kampung halamannya di Liverpool, sebanyak 30.000 orang berkumpul untuk mengheningkan cipta selama 10 menit. Hal yang sama juga dilakukan oleh sebanyak 225.000 orang di Central Park, tak jauh dari lokasi kejadian perkara.
Pembunuhan yang tidak masuk akal itu segera menimbulkan gelombang ketidakpercayaan di seluruh dunia. Sulit untuk melebih-lebihkan pengaruh besar The Beatles sebagai sebuah fenomena budaya dan makna kehadiran mereka bagi peradaban. Mereka bukan sekadar bintang pop karena empat sekawan John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr terbukti sukses mengubah lanskap musik populer.
Eksperimen mereka dengan musik, film, fesyen, narkoba, dan agama, merupakan hal yang paling menonjol pada tahun 1960-an ketika dunia tampaknya sedang mengalami perubahan besar dalam segala hal. Musik The Beatles telah menjadi nada latar kehidupan seluruh generasi masyarakat dan membantu mereka terhubung dengan apa yang terjadi di sekitar mereka satu sama lain.
Musik John Lennon yang dianggap sangat berarti bagi orang-orang selama hidupnya, menjadi semakin penting setelah kematiannya. Seperti lagu "Imagine" (1971), lagu "(Just Like) Starting Over" dan "Woman" dari album "Double Fantasy" segera menduduki nomor satu pada peringkat tangga lagu Inggris. Rekaman terakhir John itu menjadi hit di seluruh dunia dan kemudian memenangkan Grammy untuk "Album Terbaik" tahun 1982.
Pada masa beberapa dekade setelahnya, salah satu pertanyaan besar yang kerap menggelayuti para penggemar The Beatles adalah jika John tidak terbunuh pada 8 Desember 1980, apakah band itu akhirnya bersatu kembali -- setelah dinyatakan bubar pada 29 Desember 1974, untuk membuat lebih banyak karya musik?
Sebelumnya, The Beatles telah mengalami perpecahan yang menyedihkan pada tahun 1970 menyusul sesi rekaman "Let It Be" yang penuh kekacauan. Rasa permusuhan antar-anggota band seputar keretakan hubungan mereka sudah lazim menjadi konsumsi publik.
Setahun usai The Beatles dinyatakan bubar jalan oleh pembetot bass Paul McCartney, John Lennon lantas berkolaborasi membuat sejumlah lagu dengan dua mantan anggota band tersebut yaitu gitaris George Harrison dan pemain drum Ringo Starr. Belakangan, dia pun menghidupkan kembali persahabatannya dengan Paul McCartney.
Lima tahun sebelum kematiannya, dalam sebuah episode acara musik BBC The Old Grey Whistle Test, presenter Bob Harris mengajukan pertanyaan kepada John Lennon: Apakah reuni merupakan ide yang bagus?
"Anda tahu, hal ini aneh karena pada suatu ketika orang-orang bertanya, saya akan mengatakan 'Tidak, tidak akan pernah. Reuni? Apa-apaan itu! Tidak, bukan gaya saya'. Tetapi, kemudian saya sampai pada suatu periode dan berpikir 'jika kami ingin membuat rekaman atau melakukan sesuatu, mengapa tidak?" kata John kepada Harris.
John kemudian melanjutkan, "Saya pikir selama periode berpisah, kami semua berpikir hal itu tidaklah terlalu buruk. Saya telah bekerja dengan Ringo dan George, namun belum dengan Paul karena kami memiliki masa lalu yang sulit. Tetapi sekarang kami sudah cukup dekat."
Pertanyaan lain yang diajukan ke John dan tak kalah penting adalah apakah reuni empat sekawan itu layak dilakukan?
"Hal itu bisa terjawab jika kami benar-benar ingin melakukannya. Jika kami berada di studio bersama dan saling menyemangati, maka itu akan menjadi hal yang sangat berharga," kata John pendapat.
Karya pamungkas
Kematian John Lennon yang terlalu dini dan tragis memang telah menguburkan kesempatan bersatunya kembali para mantan personel The Beatles secara langsung. Tetapi, itu bukanlah akhir dari kolaborasi musik mereka bersama.
Empat belas tahun setelah pembunuhan sang suami, janda Yoko Ono memberikan kaset demo lagu-lagu yang sempat ditulis mendiang suaminya pada tahun 1978. Pada bagian muka kaset tersebut tertulis "Untuk Paul" dan Ono lantas memberikan kaset demo tersebut kepada anggota The Beatles yang tersisa.
Tak ingin membuang kesempatan emas, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr segera membuat demo berbekal suara asli dan permainan piano John, menambahkan vokal dan instrumentasi mereka sendiri ke dalam lagu, sehingga menghasilkan single The Beatles teranyar sejak band itu bubar yaitu "Free as A Bird" pada tahun 1995 dan "Real Love" setahun kemudian.
Faktanya, pada saat proses rekaman kembali lagu-lagu demo John Lennon itu, trio Paul - George - Ringo juga mencoba untuk merekam lagu lain berjudul "Now And Then". Tetapi karena kualitas rekaman yang terlalu buruk untuk dikerjakan, trio sekawan itu merasa frustrasi, lantas meninggalkan sesi rekaman dan menunda karya tersebut.
Angin surga itu kemudian datang pada tahun 2021. The Beatles melakoni kerja sama dengan sutradara kawakan trilogi "Lord of The Rings" Peter Jackson untuk menggarap ulang arsip dokumenter sesi rekaman "Let It Be" (1969). Hasil penggarapan ulang itu kemudian menjadi tiga seri baru bertajuk "Get Back" yang menunjukkan -- terlepas dari ketegangan pribadi antara anggota The Beatles selama sesi tersebut, banyak contoh persahabatan erat, kolaborasi musik, dan harmoni kreatif, terutama ketika keempat musisi itu bercanda atau melakukan sesi jamming.
Perusahaan film Jackson kemudian mengembangkan perangkat lunak yang dapat memisahkan suara-suara yang campur aduk dan tumpang tindih yang ada di dalam dokumenter, sehingga memungkinkan munculnya gambaran sesi rekaman yang lebih memiliki nuansa dan kualitas suara yang nyaman.
Berbekal pengalaman kerja bersama Peter Jackson itulah, sisa personel The Beatles yaitu Paul dan Ringo -- George sudah meninggal karena kanker pada tahun 2001, memutuskan untuk meninjau kembali lagu "Now and Then" dan memaksimalkan upaya terakhir mereka. Pada tahun 2022, Paul dan Ringo kembali ke studio untuk menyelesaikan lagu tersebut.
Paul kemudian menambahkan sejumlah larik untuk menggenapi lirik yang telah dibuat oleh John. Selain menambahkan bagian instrumental dan vokal latar pada suara John, Paul dan Ringo juga memasukkan suara gitar yang direkam oleh George Harrison pada tahun 1995 sebagai upaya untuk menghadirkan seluruh sentuhan para personel The Beatles pada lagu tersebut.
Produser Giles Martin yang tak lain adalah putra kandung produser The Beatles sejak era "Love Me Do" hingga "Abbey Road" yaitu George Martin, turut membantu menyelesaikan lagu dengan memberikan sentuhan aransemen orkestrasi pada beberapa bagian lagu.
Teknologi restorasi audio berbantuan mesin pembelajaran diterapkan untuk membedakan dan memisahkan suara Lennon dari suara-suara bising di dalam kaset demo yang diberikan Ono kepada The Beatles pada tiga dekade lalu.
Hasilnya? Dunia kemudian berterima kasih berkat perkembangan kecanggihan teknologi dan para pencinta The Beatles meneteskan air mata bahagia ketika karya pamungkas berjudul "Now and Then" versi terbaru meluncur pada November tahun ini.
Sutradara Peter Jackson juga dipercaya untuk menukangi pembuatan klip video lagu tersebut. Klip video berdurasi 4 menit 35 detik itu menggambarkan jelas seluruh proses "penciptaan kembali" lagu "Now and Then" dari upaya rekaman ulang Paul, George, dan Ringo di studio pada tahun 1995, hingga proses rekaman di Capitol Studio yang melibatkan produser Giles Martin.
Penuh nostalgia, klip tersebut juga menghadirkan kembali visualisasi keempat personel The Beatles muda yang jenaka dan penuh gairah. Potongan-potongan tersebut diambil dari beberapa video utamanya dari klip "Hello Goodbye". Menjelang pengujung video, muncul potongan-potongan video lain dari masa awal karier The Beatles dan animasi foto bergerak yang berujung ke masa kecil John, Paul, George, dan Ringo.
Lagu "Now and Then" yang bernada dasar A Minor itu kemudian mendapatkan pujian dari para kritikus yang menganggapnya sebagai opus magnum penutup yang layak bagi The Beatles. Sebuah balada piano yang penuh emosional, pedih, sekaligus kontemplatif dengan sentuhan setiap anggota Beatles, berhasil meninggalkan jejak rangkaian kata indah dan harmonis untuk menandai babak terakhir warisan musik luar biasa empat sahabat setia dari kota kecil Liverpool.
And, now and then
If we must start again
Well, we will know for sure
That I will love you
Now and then
I miss you
Oh, now and then
I want you to be there for me
Always to return to me
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Andai John Lennon tak terbunuh, akankah The Beatles kembali bersatu?
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023
Sempat dilarikan ke Rumah Sakit Roosevelt, Lennon lantas mengembuskan napas terakhir 10 menit berselang. Hari itu empat dekade lalu hingga milidetik ini akan selalu terkenang dalam ingatan penggemar musik dunia, utamanya pencinta The Beatles alias Beatlemania.
Sejak kasus penembakan tersebut, Beatlemania pun berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi dengan band tersebut seandainya John Lennon masih menghirup napas panjang.
Sebuah wawancara dengan John pada tahun 1975 yang ditemukan kembali dari arsip BBC, memberikan beberapa petunjuk mengenai hal tersebut.
Malam petaka
Fakta mencatat bahwa John Lennon sempat bertemu dengan sang algojo yang memuntahkan peluru dari pistol ke tubuhnya yaitu Mark Chapman sebanyak dua kali pada hari nahas 8 Desember 1980. Mereka kali pertama bertemu sekitar pukul 5 sore di luar tempat tinggal Lennon.
Saat itu, John bersama sang istri Yoko Ono pergi keluar apartemen Dakota New York usai menyelesaikan wawancara radio untuk mempromosikan album baru kelima mereka "Double Fantasy". Pada sore itu, Mark Chapman mendekati John untuk menanyakan apakah dia bisa menandatangani salinan album LP terbaru tersebut. Album "Double Fantasy" itu kemudian digunakan sebagai bukti dalam persidangan Chapman dan dilaporkan dijual dalam lelang pribadi seharga 1,5 juta dolar pada tahun 2020.
John sempat berfoto dengan Chapman, lantas melompat ke atas sebuah taksi bersama Ono menuju studio rekaman untuk mengerjakan lagu baru berjudul "Walking on Thin Ice".
Usai menyelesaikan proses rekaman, pasangan suami istri itu segera pulang menggunakan mobil sekitar pukul 22.30. Mereka sempat berencana untuk pergi ke restoran, namun --menurut wawancara BBC dengan Ono pada tahun 2007, John sangat ingin memberikan ucapan pengantar tidur kepada putra bungsunya yaitu Sean, sebelum anak laki-laki berusia lima tahun itu tertidur. Maka, pasangan John-Yoko keluar dari kendaraan mereka dan mulai berjalan menuju gedung Dakota, sembari John membawa kaset hasil sesi rekaman pada hari itu.
Ternyata, Mark Chapman sudah menunggunya di sana sambil memegang salinan novel "Catcher in the Rye" karya JD Salinger dan LP yang ditandatangani John beberapa jam sebelumnya. Saat musisi itu berjalan melewati dirinya, Chapman mengeluarkan pistol dan menembak beberapa kali ke arah punggung John.
Kepanikan segera menyelimuti kegelapan malam di sekitar Dakota.
Salah seorang mantan penjaga pintu apartemen Dakota bernama Jay Hastings menceritakan bahwa pada malam nahas itu, dia ingat salah satu rekan penjaga pintu lainnya bernama Jose sempat bertemu dengan pelantun lagu "Strawberry Fields Forever" itu beberapa saat setelah John ditembak.
"Saya bisa mendengar Jose di luar dan berkata, 'Oh, Tuan Lennon.' Kemudian blam, blam, pintu tertutup dan saya bisa mendengar derap langkah cepat menuju pintu masuk. Lalu saya berjalan ke konter tempat terdapat tombol keamanan tersembunyi untuk membuka kunci pintu, sehingga orang bisa masuk ke Dakota," kenang dia.
Hastings lantas berkata, "Saat saya berada di sana dengan jari saya di tombol, dia (John) berlari, segera setelah mendengar suara tembakan, dan dia berkata, 'Saya tertembak, saya tertembak'. Dia berlari melewati saya ke kantor belakang dan pingsan begitu saja."
"Saya tidak tahu seberapa parah dia tertembak. Saya pergi ke kantor belakang. Yoko (Ono, istri John) ada di sana, tepat di belakangnya dan berteriak, 'Panggil ambulans!'" ingat Hastings.
Dia juga mengingat bahwa rekannya Jose telah menekan tombol panik yang ada di bilik penjaga pintu dengan pesan yang dikirimkan terus-menerus kepada pihak kepolisian. Dalam upaya untuk menghubungi polisi, Hastings menelepon 911 dari lobi Dakota.
Ketika Jose memberi tahu Hastings bahwa penyerang John masih berada di luar dan tidak bersenjata, dia lantas mengambil sebuah tongkat di atas brankas dan menuruni tangga.
"Saya terus mengawasi orang itu karena saya khawatir dia akan melarikan diri," ucap Hastings.
Saat mendekati Mark Chapman sang perampas nyawa John, Hastings mengatakan bahwa pemuda itu tengah menghadap ke dinding dan melakukan sesuatu, seperti sedang membaca sebuah buku. Beberapa saat kemudian, dia ingat polisi datang yang awalnya berpikir bahwa Hastings adalah pelakunya.
"Saya terlihat sedikit gila karena tangan saya sudah berlumuran darah. Saya baru saja mengenakan kemeja, kemeja putih tanpa dasi," jelas dia.
Tetapi rekan Hastings yaitu Jose dengan cepat mengarahkan para petugas kepolisian untuk menangkap Chapman yang akhirnya dijatuhi hukuman 20 tahun karena telah menembak John.
Reuni eks-The Beatles
Setelah peristiwa penembakan John Lennon, para penggemar yang berduka berbondong-bondong datang ke gedung Dakota untuk meninggalkan bunga dan kartu ucapan belasungkawa. Selama berhari-hari, stasiun radio hanya memutar lagu-lagu The Beatles dan John Lennon.
Di kampung halamannya di Liverpool, sebanyak 30.000 orang berkumpul untuk mengheningkan cipta selama 10 menit. Hal yang sama juga dilakukan oleh sebanyak 225.000 orang di Central Park, tak jauh dari lokasi kejadian perkara.
Pembunuhan yang tidak masuk akal itu segera menimbulkan gelombang ketidakpercayaan di seluruh dunia. Sulit untuk melebih-lebihkan pengaruh besar The Beatles sebagai sebuah fenomena budaya dan makna kehadiran mereka bagi peradaban. Mereka bukan sekadar bintang pop karena empat sekawan John Lennon, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr terbukti sukses mengubah lanskap musik populer.
Eksperimen mereka dengan musik, film, fesyen, narkoba, dan agama, merupakan hal yang paling menonjol pada tahun 1960-an ketika dunia tampaknya sedang mengalami perubahan besar dalam segala hal. Musik The Beatles telah menjadi nada latar kehidupan seluruh generasi masyarakat dan membantu mereka terhubung dengan apa yang terjadi di sekitar mereka satu sama lain.
Musik John Lennon yang dianggap sangat berarti bagi orang-orang selama hidupnya, menjadi semakin penting setelah kematiannya. Seperti lagu "Imagine" (1971), lagu "(Just Like) Starting Over" dan "Woman" dari album "Double Fantasy" segera menduduki nomor satu pada peringkat tangga lagu Inggris. Rekaman terakhir John itu menjadi hit di seluruh dunia dan kemudian memenangkan Grammy untuk "Album Terbaik" tahun 1982.
Pada masa beberapa dekade setelahnya, salah satu pertanyaan besar yang kerap menggelayuti para penggemar The Beatles adalah jika John tidak terbunuh pada 8 Desember 1980, apakah band itu akhirnya bersatu kembali -- setelah dinyatakan bubar pada 29 Desember 1974, untuk membuat lebih banyak karya musik?
Sebelumnya, The Beatles telah mengalami perpecahan yang menyedihkan pada tahun 1970 menyusul sesi rekaman "Let It Be" yang penuh kekacauan. Rasa permusuhan antar-anggota band seputar keretakan hubungan mereka sudah lazim menjadi konsumsi publik.
Setahun usai The Beatles dinyatakan bubar jalan oleh pembetot bass Paul McCartney, John Lennon lantas berkolaborasi membuat sejumlah lagu dengan dua mantan anggota band tersebut yaitu gitaris George Harrison dan pemain drum Ringo Starr. Belakangan, dia pun menghidupkan kembali persahabatannya dengan Paul McCartney.
Lima tahun sebelum kematiannya, dalam sebuah episode acara musik BBC The Old Grey Whistle Test, presenter Bob Harris mengajukan pertanyaan kepada John Lennon: Apakah reuni merupakan ide yang bagus?
"Anda tahu, hal ini aneh karena pada suatu ketika orang-orang bertanya, saya akan mengatakan 'Tidak, tidak akan pernah. Reuni? Apa-apaan itu! Tidak, bukan gaya saya'. Tetapi, kemudian saya sampai pada suatu periode dan berpikir 'jika kami ingin membuat rekaman atau melakukan sesuatu, mengapa tidak?" kata John kepada Harris.
John kemudian melanjutkan, "Saya pikir selama periode berpisah, kami semua berpikir hal itu tidaklah terlalu buruk. Saya telah bekerja dengan Ringo dan George, namun belum dengan Paul karena kami memiliki masa lalu yang sulit. Tetapi sekarang kami sudah cukup dekat."
Pertanyaan lain yang diajukan ke John dan tak kalah penting adalah apakah reuni empat sekawan itu layak dilakukan?
"Hal itu bisa terjawab jika kami benar-benar ingin melakukannya. Jika kami berada di studio bersama dan saling menyemangati, maka itu akan menjadi hal yang sangat berharga," kata John pendapat.
Karya pamungkas
Kematian John Lennon yang terlalu dini dan tragis memang telah menguburkan kesempatan bersatunya kembali para mantan personel The Beatles secara langsung. Tetapi, itu bukanlah akhir dari kolaborasi musik mereka bersama.
Empat belas tahun setelah pembunuhan sang suami, janda Yoko Ono memberikan kaset demo lagu-lagu yang sempat ditulis mendiang suaminya pada tahun 1978. Pada bagian muka kaset tersebut tertulis "Untuk Paul" dan Ono lantas memberikan kaset demo tersebut kepada anggota The Beatles yang tersisa.
Tak ingin membuang kesempatan emas, Paul McCartney, George Harrison, dan Ringo Starr segera membuat demo berbekal suara asli dan permainan piano John, menambahkan vokal dan instrumentasi mereka sendiri ke dalam lagu, sehingga menghasilkan single The Beatles teranyar sejak band itu bubar yaitu "Free as A Bird" pada tahun 1995 dan "Real Love" setahun kemudian.
Faktanya, pada saat proses rekaman kembali lagu-lagu demo John Lennon itu, trio Paul - George - Ringo juga mencoba untuk merekam lagu lain berjudul "Now And Then". Tetapi karena kualitas rekaman yang terlalu buruk untuk dikerjakan, trio sekawan itu merasa frustrasi, lantas meninggalkan sesi rekaman dan menunda karya tersebut.
Angin surga itu kemudian datang pada tahun 2021. The Beatles melakoni kerja sama dengan sutradara kawakan trilogi "Lord of The Rings" Peter Jackson untuk menggarap ulang arsip dokumenter sesi rekaman "Let It Be" (1969). Hasil penggarapan ulang itu kemudian menjadi tiga seri baru bertajuk "Get Back" yang menunjukkan -- terlepas dari ketegangan pribadi antara anggota The Beatles selama sesi tersebut, banyak contoh persahabatan erat, kolaborasi musik, dan harmoni kreatif, terutama ketika keempat musisi itu bercanda atau melakukan sesi jamming.
Perusahaan film Jackson kemudian mengembangkan perangkat lunak yang dapat memisahkan suara-suara yang campur aduk dan tumpang tindih yang ada di dalam dokumenter, sehingga memungkinkan munculnya gambaran sesi rekaman yang lebih memiliki nuansa dan kualitas suara yang nyaman.
Berbekal pengalaman kerja bersama Peter Jackson itulah, sisa personel The Beatles yaitu Paul dan Ringo -- George sudah meninggal karena kanker pada tahun 2001, memutuskan untuk meninjau kembali lagu "Now and Then" dan memaksimalkan upaya terakhir mereka. Pada tahun 2022, Paul dan Ringo kembali ke studio untuk menyelesaikan lagu tersebut.
Paul kemudian menambahkan sejumlah larik untuk menggenapi lirik yang telah dibuat oleh John. Selain menambahkan bagian instrumental dan vokal latar pada suara John, Paul dan Ringo juga memasukkan suara gitar yang direkam oleh George Harrison pada tahun 1995 sebagai upaya untuk menghadirkan seluruh sentuhan para personel The Beatles pada lagu tersebut.
Produser Giles Martin yang tak lain adalah putra kandung produser The Beatles sejak era "Love Me Do" hingga "Abbey Road" yaitu George Martin, turut membantu menyelesaikan lagu dengan memberikan sentuhan aransemen orkestrasi pada beberapa bagian lagu.
Teknologi restorasi audio berbantuan mesin pembelajaran diterapkan untuk membedakan dan memisahkan suara Lennon dari suara-suara bising di dalam kaset demo yang diberikan Ono kepada The Beatles pada tiga dekade lalu.
Hasilnya? Dunia kemudian berterima kasih berkat perkembangan kecanggihan teknologi dan para pencinta The Beatles meneteskan air mata bahagia ketika karya pamungkas berjudul "Now and Then" versi terbaru meluncur pada November tahun ini.
Sutradara Peter Jackson juga dipercaya untuk menukangi pembuatan klip video lagu tersebut. Klip video berdurasi 4 menit 35 detik itu menggambarkan jelas seluruh proses "penciptaan kembali" lagu "Now and Then" dari upaya rekaman ulang Paul, George, dan Ringo di studio pada tahun 1995, hingga proses rekaman di Capitol Studio yang melibatkan produser Giles Martin.
Penuh nostalgia, klip tersebut juga menghadirkan kembali visualisasi keempat personel The Beatles muda yang jenaka dan penuh gairah. Potongan-potongan tersebut diambil dari beberapa video utamanya dari klip "Hello Goodbye". Menjelang pengujung video, muncul potongan-potongan video lain dari masa awal karier The Beatles dan animasi foto bergerak yang berujung ke masa kecil John, Paul, George, dan Ringo.
Lagu "Now and Then" yang bernada dasar A Minor itu kemudian mendapatkan pujian dari para kritikus yang menganggapnya sebagai opus magnum penutup yang layak bagi The Beatles. Sebuah balada piano yang penuh emosional, pedih, sekaligus kontemplatif dengan sentuhan setiap anggota Beatles, berhasil meninggalkan jejak rangkaian kata indah dan harmonis untuk menandai babak terakhir warisan musik luar biasa empat sahabat setia dari kota kecil Liverpool.
And, now and then
If we must start again
Well, we will know for sure
That I will love you
Now and then
I miss you
Oh, now and then
I want you to be there for me
Always to return to me
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Andai John Lennon tak terbunuh, akankah The Beatles kembali bersatu?
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2023