Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Ambo Tag Daeng Matteru meminta penegakan hukum petani tambak di daerah itu jangan hanya sepihak.
"Kami setuju bila alih fungsi mangrove menjadi tambak ini digali lagi dari akarnya, maka yang ditindak nanti jangan hanya pemilik tambak tapi semua yang terlibat," ujarnya di Gorontalo, Rabu.
Menurutnya, dalam alih fungsi yang terlibat tidak hanya warga Sulawesi Selatan yang membeli tambak melainkan juga para kepala desa di Pohuwato yang menfasilitasi jual beli lahan.
Ambo Tang mengungkapkan dari 13.500 warga Sulsel yang berdomisili di Gorontalo, 60 persen diantaranya menjalani bisnis tambak di kawasan mangrove Pohuwato.
Warga Sulsel, kata dia, mulai membeli lahan di Gorontalo sejak tahun 1990-an namun baru beberapa tahun terakhir membuat tambak.
Ia mengakui ada perusakan lingkungan dalam alih fungsi tersebut, namun menurutnya pemilik tambak hanya mengolah lahan yang telah mereka beli dari warga Pohuwato.
"Masa kami membeli lalu kami disalahkan? siapa yang menjual dan melegitimasi surat-surat jual beli? mereka yang menjual tanah negara sebenarnya," tukasnya.
Meski demikian, KKSS menyatakan mendukung proses hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran dan tidak akan membela anggotanya yang bersalah.
Sebelumnya Bupati Pohuwato Syarif Mbuinga mengatakan dari data dinas kehutanan terdapat 8.233 hektare hutan mangrove di daerah tersebut berubah fungsi menjadi tambak.
Jumlah itu tesebar di Kecamatan Paguat 158 hektare, Kecamatan Marisa 198 hektare, Duhiadaa 978 hektare , Patilanggio 336 hektare, Randangan 2.403 hektare, Wonggarasi 2.473 hektare, Lemito 500 hektare, Popayato Timu 0,32 hektare, Popayato 673 hektare, dan Popayato Barat 507 hektare.
Kondisi tersebut mengakibatkan kawasan hutan mangrove di Pohuwato telah mengalami degradasi yang cukup parah.
"Data menunjukan bahwa kurang lebih 52,76 persen mangrove di wilayah ini telah mengalami degradasi akibat tekanan pertambahan penduduk terutama di daerah pantai yang mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan termasuk tambak," tukasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
"Kami setuju bila alih fungsi mangrove menjadi tambak ini digali lagi dari akarnya, maka yang ditindak nanti jangan hanya pemilik tambak tapi semua yang terlibat," ujarnya di Gorontalo, Rabu.
Menurutnya, dalam alih fungsi yang terlibat tidak hanya warga Sulawesi Selatan yang membeli tambak melainkan juga para kepala desa di Pohuwato yang menfasilitasi jual beli lahan.
Ambo Tang mengungkapkan dari 13.500 warga Sulsel yang berdomisili di Gorontalo, 60 persen diantaranya menjalani bisnis tambak di kawasan mangrove Pohuwato.
Warga Sulsel, kata dia, mulai membeli lahan di Gorontalo sejak tahun 1990-an namun baru beberapa tahun terakhir membuat tambak.
Ia mengakui ada perusakan lingkungan dalam alih fungsi tersebut, namun menurutnya pemilik tambak hanya mengolah lahan yang telah mereka beli dari warga Pohuwato.
"Masa kami membeli lalu kami disalahkan? siapa yang menjual dan melegitimasi surat-surat jual beli? mereka yang menjual tanah negara sebenarnya," tukasnya.
Meski demikian, KKSS menyatakan mendukung proses hukum terhadap pihak yang melakukan pelanggaran dan tidak akan membela anggotanya yang bersalah.
Sebelumnya Bupati Pohuwato Syarif Mbuinga mengatakan dari data dinas kehutanan terdapat 8.233 hektare hutan mangrove di daerah tersebut berubah fungsi menjadi tambak.
Jumlah itu tesebar di Kecamatan Paguat 158 hektare, Kecamatan Marisa 198 hektare, Duhiadaa 978 hektare , Patilanggio 336 hektare, Randangan 2.403 hektare, Wonggarasi 2.473 hektare, Lemito 500 hektare, Popayato Timu 0,32 hektare, Popayato 673 hektare, dan Popayato Barat 507 hektare.
Kondisi tersebut mengakibatkan kawasan hutan mangrove di Pohuwato telah mengalami degradasi yang cukup parah.
"Data menunjukan bahwa kurang lebih 52,76 persen mangrove di wilayah ini telah mengalami degradasi akibat tekanan pertambahan penduduk terutama di daerah pantai yang mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan termasuk tambak," tukasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016