Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Penelitian terbaru menunjukkan suhu rata-rata musim panas di
Kutub Utara Kanada selama abad ini merupakan yang tertinggi dalam 44.000
tahun terakhir, bahkan mungkin 120.000 tahun.
"Intinya, betapa tak terkira pemanasan Kutub Utara Kanada," kata Gifford Miller, peneliti di University of Colorado, dalam pernyataan bersama dengan jurnal Geophysical Researcher Letters, yang mempublikasikan studi Miller dan koleganya pekan ini.
"Studi ini menunjukkan pemanasan yang kami lihat di luar variabel alami yang diketahui, dan mestinya ini akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer," katanya seperti dikutip laman LiveScience.
Studi ini merupakan studi pertama yang menunjukkan bahwa pemanasan Kutub Utara saat ini melebihi masa puncak panas saat masa Holosen yang bermula sekitar 11.700 tahun lalu.
Selama masa "puncak" pemanasan Kutub Utara, radiasi surya sekitar sembilan persen lebih besar dari saat ini, demikian menurut studi itu.
Miller dan koleganya menaksir suhu Kutub Utara dengan melihat gelembung-gelembung gas yang terjebak dalam inti es yang diambil dari daerah itu, yang memungkinkan para ilmuwan merekonstruksi suhu masa lalu dan tingkat curah hujan.
Mereka menyandingkannya dengan penanggalan radiokarbon pada rumpun lumut yang diambil dari tudung es yang mencair di Pulau Baffin, Kanada.
Analisis mereka menunjukkan bahwa tumbuhan itu terjebak dalam es selama setidaknya 44.000 tahun, atau mungkin selama 120.000 tahun.
Data-data yang diperoleh menunjukkan suhu di daerah itu tidak pernah sepanas itu selama, mungkin 120.000 tahun.
Kutub Utara mengalami pemanasan selama sekitar seabad. Tapi pemanasan signifikan belum mulai terjadi sampai tahun 1970an, kata Miller.
"Dan sungguh dalam 20 tahun terakhir sinyal pemanasan dari daerah itu sungguh menakjubkan," katanya.
"Seluruh Pulau Baffin meleleh, dan kami memperkirakan semua tudung es pada akjirnya akan menghilang, bahkan tanpa pemanasan tambahan sekalipun," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2013
"Intinya, betapa tak terkira pemanasan Kutub Utara Kanada," kata Gifford Miller, peneliti di University of Colorado, dalam pernyataan bersama dengan jurnal Geophysical Researcher Letters, yang mempublikasikan studi Miller dan koleganya pekan ini.
"Studi ini menunjukkan pemanasan yang kami lihat di luar variabel alami yang diketahui, dan mestinya ini akibat peningkatan gas rumah kaca di atmosfer," katanya seperti dikutip laman LiveScience.
Studi ini merupakan studi pertama yang menunjukkan bahwa pemanasan Kutub Utara saat ini melebihi masa puncak panas saat masa Holosen yang bermula sekitar 11.700 tahun lalu.
Selama masa "puncak" pemanasan Kutub Utara, radiasi surya sekitar sembilan persen lebih besar dari saat ini, demikian menurut studi itu.
Miller dan koleganya menaksir suhu Kutub Utara dengan melihat gelembung-gelembung gas yang terjebak dalam inti es yang diambil dari daerah itu, yang memungkinkan para ilmuwan merekonstruksi suhu masa lalu dan tingkat curah hujan.
Mereka menyandingkannya dengan penanggalan radiokarbon pada rumpun lumut yang diambil dari tudung es yang mencair di Pulau Baffin, Kanada.
Analisis mereka menunjukkan bahwa tumbuhan itu terjebak dalam es selama setidaknya 44.000 tahun, atau mungkin selama 120.000 tahun.
Data-data yang diperoleh menunjukkan suhu di daerah itu tidak pernah sepanas itu selama, mungkin 120.000 tahun.
Kutub Utara mengalami pemanasan selama sekitar seabad. Tapi pemanasan signifikan belum mulai terjadi sampai tahun 1970an, kata Miller.
"Dan sungguh dalam 20 tahun terakhir sinyal pemanasan dari daerah itu sungguh menakjubkan," katanya.
"Seluruh Pulau Baffin meleleh, dan kami memperkirakan semua tudung es pada akjirnya akan menghilang, bahkan tanpa pemanasan tambahan sekalipun," katanya.
Penerjemah: Natisha Andarningtyas
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2013