Gorontalo, (ANTARAGORONTALO) - Bupati Pohuwato Syarif Mbuinga mengajak warga untuk menjaga hutan mangrove di wilayah itu, karena manfaatnya lebih besar ketimbang melakukan perambahan secara liar.
Apalagi pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) Nomor 13 tahun 2013 tentang pengelolaan ekosistem mangrove, agar bisa ditaati oleh warganya.
"Saya juga minta dukungan dari polisi untuk menegakan hukum bagi mereka yang merusak lingkungan terebut," jelas Syarif, usai melakukan penanaman mangrove yang dicanangkan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) di Marisa, Jumat (19/8).
Hal itu guna mencegah kerusakan hutan mangrove di Pohuwato yang terus meluas, agar ke depannya bisa menurun. Karena perda tersebut dengan jelas menyatakan pembukaan lahan baru di hutan mangrove, tidak bisa lagi dilakukan.
Tidak ada pilihan selain menindak tegas para perusakan hutan, meski mereka harus dipenjarakan karena perilaku tersebut. Semua itu, kata Syarif mesti ada efek jera bagi pelaku, agar warga lain tidak mengikutinya.
Namun pemerintahan itu menginginkan ada pendekatan secara emosional. Misalnya dengan mengedepankan kesadaran bagi masyarakat sejak dini, agar mereka bisa paham akan fungsi dari adanya hutan mangrove bagi kehidupan berkelanjutan.
Karena selama ini masyarakat yang belum mengerti tentang hukum dan fungsi hutan mangrove, dijadikan alat para pemilik modal untuk membuka lahan mangrove, berubah fungsi dari tambak.
"Modusnya adalah pemilik modal menitipkan uang ke masyarakat sekitar untuk mengelolah tambak dan bekerjasama dengan aparat desa," jelasnya.
Dengan begitu Syarif mengingatkan kepada mereka yang jadi korban untuk segera melaporkan tindakan pemilik modal pada kepolisian setempat.
"Jika ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melindungi mereka, maka saya akan melakukan tindakan tegas dengan melakukan pemecatan," ungkapnya.
Hal itu dimungkinkan, jika mereka sudah terlibat dengan hukum, maka tidak ada pilihan untuk memecat para ASN tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016
Apalagi pemerintah kabupaten (Pemkab) setempat telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) Nomor 13 tahun 2013 tentang pengelolaan ekosistem mangrove, agar bisa ditaati oleh warganya.
"Saya juga minta dukungan dari polisi untuk menegakan hukum bagi mereka yang merusak lingkungan terebut," jelas Syarif, usai melakukan penanaman mangrove yang dicanangkan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) di Marisa, Jumat (19/8).
Hal itu guna mencegah kerusakan hutan mangrove di Pohuwato yang terus meluas, agar ke depannya bisa menurun. Karena perda tersebut dengan jelas menyatakan pembukaan lahan baru di hutan mangrove, tidak bisa lagi dilakukan.
Tidak ada pilihan selain menindak tegas para perusakan hutan, meski mereka harus dipenjarakan karena perilaku tersebut. Semua itu, kata Syarif mesti ada efek jera bagi pelaku, agar warga lain tidak mengikutinya.
Namun pemerintahan itu menginginkan ada pendekatan secara emosional. Misalnya dengan mengedepankan kesadaran bagi masyarakat sejak dini, agar mereka bisa paham akan fungsi dari adanya hutan mangrove bagi kehidupan berkelanjutan.
Karena selama ini masyarakat yang belum mengerti tentang hukum dan fungsi hutan mangrove, dijadikan alat para pemilik modal untuk membuka lahan mangrove, berubah fungsi dari tambak.
"Modusnya adalah pemilik modal menitipkan uang ke masyarakat sekitar untuk mengelolah tambak dan bekerjasama dengan aparat desa," jelasnya.
Dengan begitu Syarif mengingatkan kepada mereka yang jadi korban untuk segera melaporkan tindakan pemilik modal pada kepolisian setempat.
"Jika ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melindungi mereka, maka saya akan melakukan tindakan tegas dengan melakukan pemecatan," ungkapnya.
Hal itu dimungkinkan, jika mereka sudah terlibat dengan hukum, maka tidak ada pilihan untuk memecat para ASN tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2016