Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menyebutkan, pengembangan teknologi perlu berdasarkan rasa kemanusiaan, seperti dalam konsep sains, teknologi, masyarakat (science, technology, society/STS) agar semua lapisan dapat merasakan manfaatnya.
Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kemendiktisaintek Najib Burhani mengatakan di Jakarta, Jumat, tugas pada ilmuwan adalah memastikan bahwa sains dan teknologi, yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat, tidak menjauhkan manusia dari rasa kemanusiaannya.
"Social trust itu adalah menjadi bahan bakar utama dalam adopsi teknologi, dan karena itu harus perlu menjadikan masyarakat sebagai pemangku utama kepentingan daripada sains dan teknologi itu," katanya.
Dia mencontohkan, pada masa Presiden ketujuh Indonesia Joko Widodo, pembangunan jalan raya, jembatan layang, adalah infrastruktur serta teknologi yang dikembangkan untuk mensejahterakan masyarakat. Akan tetapi, katanya, di Papua, jalan raya dilihat sebagai upaya untuk mengeksploitasi warga lokal di sana, sehingga ada yang memprotes.
Dia juga mencontohkan, pada masa Orde Baru, salah satu teknologi yang gencar dikembangkan adalah teknologi listrik, seperti lewat program Listrik Masuk Desa. Program tersebut, katanya, adalah upaya untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat, dan menjadi salah satu program adopsi teknologi yang paling berhasil di era tersebut.
Kejadian seperti itu, ujarnya, menggarisbawahi pentingnya komunikasi dalam mengembangkan teknologi.
Terkait teknologi dan kemanusiaan, dia mencontohkan perkembangan akal imitasi (AI) di masa kini, yang jika tidak dikontrol atau diantisipasi dengan baik, maka dapat menghancurkan masyarakat.
Dia mencontohkan, di sebuah negara, meski saat ini AI diperbantukan sebagai pengamanan nasional, AI masih dipenuhi oleh bias-bias terhadap kelompok tertentu, sehingga dapat menghalangi orang dari kelompok tersebut untuk mengakses layanan publik.
Contoh lainnya, katanya, adalah teknologi masa kini yang memungkinkan rancang bangun manusia super, di mana kondisi degeneratif atau penyakit menular seperti AIDS dihapus dari genom seseorang agar tidak diturunkan ke anaknya.
"Tahun 2022, dari sekitar 3 milyar atau 30 milyar, saya lupa gitu ya, pasangan gen yang membuat manusia itu kemudian bisa disusun secara lengkap," dia menyebutkan.
Dengan demikian, katanya, manusia dapat dibuat sendiri oleh manusia lainnya, bagaikan merakit mobil yang bagian-bagiannya tinggal dipasangkan saja.
Hal itu dapat membuat manusia merasa mirip dengan Tuhan, karena dapat melakukan penciptaan manusia secara mandiri. Akan tetapi, teknologi itu belum sampai ke tahap tersebut, dan baru pada pengeditan genom.
Sejumlah isu yang dapat muncul dari pengeditan genom dan rancang bangun manusia, katanya, seperti tentang etika, hubungan ahli waris, kemudian hubungan sosial.
Penciptaan manusia secara selektif seperti ini, katanya, serupa dengan masa-masa Nazi di Jerman, di mana para laki-laki tampan dan perempuan-perempuan cantik dipilih dan dipertemukan untuk menciptakan ras Arya yang dianggap paling unggul.
"Di sinilah makanya kemudian berkembang apa yang kita sebut dengan STS yaitu Science, technology, society, yang kemudian memperhatikan tetap meletakkan manusia itu sebagai bagian dari pada perkembangannya," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemendikti: Pengembangan teknologi perlu dilandasi rasa kemanusiaan
Editor : Debby H. Mano
COPYRIGHT © ANTARA News Gorontalo 2025